Hippo yakin dirinya tidak salah melihat ketika kakinya entah kenapa bergulir menuju kantin kantor yang paling enggan ia kunjungi karena dia pasti akan menjadi pusat perhatian banyak karyawan. Bagus jika Hippo hanya dipandangi, masalahnya para karyawan juga pasti merasa sungkan dan tidak bisa menjadi diri mereka sendiri dengan adanya Hippo. Sapaan yang akan Hippo terima juga luar biasa. Banyak yang terus mencari muka dengan sok akrab dan mengajak bicara Hippo dan jelas mengganggu tujuan utama Hippo untuk mengusik obrolan Tulip dan Maga.
Ketika pada akhirnya dia sampai di meja Tulip berada, dia langsung menghunus Maga dengan tatapannya. Namun, dia tak mengajak bicara Maga.
"Kamu tidak membawa HP, Tulipa?" tanya Hippo yang membuat Tulip hampir tersedak karena lalai meninggalkan ponselnya di tas kerja.
"Ya, ampun, Pak. Maaf. Saya lupa. Saya pikir sudah di saku tadi." Perempuan itu meraba saku di blazer-nya.
Tulip panik dan memberikan tatapan bersalah pada Hippo.
"Ya, oke nggak apa-apa. Habis ini langsung bungkus makan siang saya, ya. Soto daging spesial."
Pria itu meninggalkan Tulip tanpa senyuman. Tulip tahu tatapan tak suka Hippo pada Maga yang pasti membuat kacau suasana Hippo. Tidak siap untuk memperkeruh suasana dan membuat mereka semakin berjarak, Tulip menyelesaikan kegiatan makan siangnya lebih cepat hingga membuat Maga terheran.
"Ini masih jam makan siang. Kamu bisa santai lebih dulu, Tulip."
Tulip menggeleng tak setuju. "Saya nggak bisa makan dengan tenang kalau atasan saya belum makan."
Maga menatap Tulip semakin heran. Tidak pernah ada dalam kepala Maga bahwa sebegini pedulinya Tulip pada Hippo.
"Harusnya kamu dendam sama atasan yang bahkan nggak bisa membiarkan kamu makan siang dengan tenang, Tulip."
"Pak Hippo nggak jahat, Mas Maga. Justru saya diperlakukan dengan sangat baik, itu sebabnya saya nggak tega kalau membiarkan pak Hippo kelaparan."
"Dia bahkan bisa memesan makanan yang dia mau sendiri. Atau bisa bilang ke OB untuk membelikan makanannya. Bukan kamu."
Tulip kini menatap Maga tak percaya. "Sepertinya Mas Maga terlalu membenci pak Hippo sampai nggak bisa melihat sisi baiknya. Saya minta maaf karena nggak setuju dengan pendapat Mas Maga, karena saya nggak bisa memiliki pemikiran kepada pak Hippo seperti yang Mas Maga miliki." Tulip berdiri dan berkata, "Saya permisi, Mas Maga." Membuat Maga tercenung dengan keadaan itu.
"Sedalam itu perasaan kamu untuk pria brengsek yang nggak bisa menyelamatkan kamu dulu, Tulip?"
*
Tulip membawa makanan yang diinginkan Hippo dan sudah ditata dengan rapi karena Tulip sudah menata di mangkuk untuk soto daging dan sepiring nasi beserta segelas air di nampan. Perempuan itu mengetuk pintu dan mendapati Hippo yang berdiri membelakangi pintu, menatap pemandangan dari lantai tinggi di ruangannya.
"Pak, ini soto daging spesial pesanan Anda."
Hippo segera berbalik dan duduk di kursi tanpa bicara. Pria itu menahan tangan Tulip yang bisa diartikan perempuan itu untuk ikut duduk di samping pria itu. Setelah mereka duduk berdampingan, Hippo mengarahkan gagang sendok pada Tulip.
"Sendoknya kenapa, Pak?"
"Suapi saya," jawab Hippo tanpa menatap mata Tulip.
"Suap—maksudnya saya menyuapi Anda?" tanya Tulip dengan bingung.
"Ya."
Pria itu memang aneh. Makan saja minta disuapi, meski begitu Tulip tetap menurutinya.
"Anda persis anak kecil yang merajuk, Pak." Tulip tidak bisa menahan kalimatnya yang didengar oleh Hippo sangat jelas karena posisi mereka yang berdekatan.
"Kamu sadar saya ngambek, tapi kenapa masih melakukan hal yang nggak saya suka?" balas Hippo.
"Hal yang nggak Bapak suka itu apa? Saya nggak ngerti salah saya apa sampai Anda mendiamkan saya selama dua hari ini."
Hippo menghela napas panjang. Dia tak mau membuat diri sendiri malu dengan mengatakan bahwa ia cemburu pada Maga yang dipeluk oleh Tulip di pantry dan mengambil kesempatan untuk bicara dengan Tulip di kantin.
"Kamu suka Magada?" tanya pria itu tiba-tiba.
"Suka dalam artian apa?"
"Lawan jenis. Seorang pria. Pria yang berpotensi ingin kamu jadikan pasangan hidup."
Tulip yang meski tidak berpengalaman dalam seks, tapi yakin dia memahami tanda-tanda seseorang yang menaruh rasa lebih padanya. Dalam hal ini, meski Hippo belum mencintainya tapi Tulip yakin pria itu menaruh rasa cemburu pada Maga.
Dengan perlahan Tulip menaruh sendok tersebut ke nampan. Tulip menangkup wajah Hippo dan mencium bibir pria itu tiba-tiba untuk menjawab segala pertanyaan. Menutup bibir Hippo dari prasangka atas rasa cemburu semata. Inilah jawaban Tulip. Semoga saja pria itu paham jawaban dari sentuhan fisik itu.
[Kalian kangen nggak? 😀]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Debt / TAMAT
RomanceTulip harus melunasi hutang mendiang orangtuanya yang mati karena bunuh diri bersama. Tekanan demi tekanan menghampiri, hingga akhirnya ayah dari Hippomenes menawarkan kesempatan. "Buat putra saya menikahimu. Buat dia jatuh cinta padamu." "Dengan...