13.1 ; The Wedding Debt

3.1K 390 5
                                    

Semakin hari semakin banyak hal yang dilakukan mereka berdua. Sebagai pasangan sah, tentu saja Tulip dan Hippo memiliki cara mereka sendiri untuk berdekatan. Begitu pula dengan cara mereka untuk mengurus Nania yang semakin hari semakin bertumbuh dengan baik. Berat tubuh Nania tidak ada kata mundur hingga membuat kakeknya kesulitan menggendong terlalu lama Nania yang kini sudah berusia tujuh bulan.

"Cucu kakek cantik sekali!" Agungsyah memberikan senyuman dan pujian yang membuat bayi itu tertawa senang, bahkan menggerakan kakinya dengan ceria.

Bibir Nania merekah hingga gusinya terlihat cantik meski belum terdapat gigi yang tumbuh. Ya, Nania belum ada tanda-tanda tumbuh gigi meski memang Tulip merasa Nania sudah hebat dengan kemampuan duduk dan perlahan belajar merangkaknya. Menurut dokter yang sering Tulip jadikan rujukan mengenai bayinya, itu adalah hal yang normal. Tulip tidak perlu buru-buru untuk melihat gigi putrinya tumbuh karena memang perkembangan anak berbeda-beda.

"Saya bawa makanan untuk Anda, Pak."

Tulip masih begitu kaku dengan Agungsyah meski hubungan mereka kini sudah menjadi menantu dan mertua.

"Tuh, Nia. Mama kamu masih memanggil kakek dengan formal, padahal sudah menjadi keluarga."

Tulip merasa sungkan karena disindir oleh Agungsyah. Meski sudah begitu dekat dengan Hippo, kecanggungan Tulip pada Agungsyah masih ada, bahkan begitu besar. Tulip tidak tahu harus memulai dari mana untuk bisa akrab selayaknya menantu pada mertua.

"Saya nggak tahu harus memanggil apa, Pak."

"Panggil Ayah, seperti Pome memanggil saya."

Itu adalah panggilan yang sangat menunjukkan keakraban. Namun, Tulip tahu dirinya terbatasi dengan fakta mengenai dimulainya hubungan Tulip dengan Hippo yang dimulai atas ide Agungsyah sendiri.

"Saya ..."

"Nggak perlu canggung. Kamu sudah menjadi keluarga saya, Tulipa. Kamu bahkan memberikan saya cucu yang lucu." Agungsyah menciumi pipi Nania dengan sayang.

Nania memang mendapatkan kasih sayang yang penuh dari kakek dan papanya, sudah sewajarnya Tulip mendekatkan diri sebagai ibu Nania, bukan sebagai mantan pegawai Agungsyah.

"Biasakan memanggil saya ayah, Tulipa."

Tulip mengangguk. "Baik, Ayah."

Agungsyah terlihat begitu senang dengan kesediaan Tulip memanggilnya ayah. Bagaimanapun juga, Agungsyah memang menganggap dirinya sebagai ayah bagi Tulip setelah Dewangga dengan kebodohannya meninggalkan Tulip sendiri. Dia memang memiliki jiwa licik sebagai pebisnis, tapi itu untuk segala posisi yang dimilikinya kini.

"Bagus. Begitu lebih nyaman didengar." Agungsyah membawa Nania untuk masuk ke ruang keluarga. Di sana Agungsyah sudah menyiapkan karpet yang dipastikan kebersihannya. Agungsyah tak mau cucunya menghirup bakteri dari karpet yang tidak steril.

"Kemana suamimu?" tanya Agungsyah saat Tulip menyerahkan bingkisan makanan kepada asisten rumah tangga mertuanya.

"Sedang mengangkat telepon di luar, Yah."

Agungsyah berdecak. "Sedang hari libur begini malah sibuk mengurus pekerjaan. Harusnya dia memikirkan anak dan istrinya mumpung ada waktu libur."

Tulip tidak bisa menjawab apa-apa karena dia merasa Hippo sudah sangat bekerja keras untuk memastikan Tulip dan Nania hidup nyaman dengan segala fasilitas yang ada.

"Nania ... cucu kakek yang paling cantik! Sini, sini, merangkak ke sini."

Agungsyah senang sekali mendapati mainan lucu di rumahnya. Nania memang sudah seperti mainan bagi kakeknya yang kesepian dan hanya bisa melihat cucunya diakhir minggu atau bahkan tidak sama sekali jika Hippo tidak ada waktu libur. Sebab Hippo tidak mengizinkan anak dan istrinya keluar atau mengunjungi rumah Agungsyah tanpa pengawasan dari Hippo langsung.

"Panggilkan, Pome. Jangan teleponan terus!" ucap Agungsyah yang tak suka dengan sikap Hippo yang bukannya langsung masuk malah sibuk menerima telepon.

Tulip tidak bisa membantah, dan memilih untuk mencari suaminya untuk dia panggil.

[Bab 20 full udah aku upload di Karyakarsa, ya. Baca pengumumannya juga, ya. Karena habis itu aku akan upload epilog.]

The Wedding Debt / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang