Hippo tidak bisa tidak merasa tak siap karena Tulip menuntut jawaban. Perempuan itu pasti akan semakin tak menaruh rasa percaya pada Hippo jika kali ini pria itu kembali menghindar. Sudah terlanjur dibahas, mungkin juga sudah waktunya untuk Tulip menghadapi fakta ini.
"Ada apa sampai ingatanku hilang sebagian? Kamu tadi bilang di telepon 'istriku', kan? Aku cukup yakin kalo aku adalah istri kamu. Bahkan kamu terlihat yakin dengan pelaku yang membuat aku nggak ingat apa pun. Jadi, apa yang nggak aku ketahui, Mas?"
Hippo menggenggam tangan Tulip dan mulai menjelaskan kejujuran sesuai dengan apa yang Hippo rasakan dan jalani.
"Sebelum pertemuan kita sebagai atasan dan sekretaris, kita udah pernah ketemu dan punya cerita di masa muda. Kamu masih sangat muda saat itu, kamu akan melaksanakan kelulusan. Dan aku udah menginjak 27 tahun. Usia yang diyakini pantas untuk menikah dan membangun keluarga."
Tulip menunggu lanjutan dari bibir suaminya. Sejauh ini Tulip tidak merasakan apa-apa. Dan dia benar-benar tidak mengingat apa pun.
"Aku bukan pria 27 tahun yang seperti kamu temui di perusahaan." Hippo menertawakan betapa culunnya dia dulu hingga akhirnya bertemu dengan Tulip yang begitu tulus memberikan masukan dan menyatakan rasa sukanya pada Hippo. "Seperti kebanyakan pria kasmaran lainnya. Aku mengubah fisikku ke arah yang lebih menarik untuk membuat lawan jenis yang aku incar memberikan perhatian lebih."
"Siapa lawan jenis yang menarik perhatian itu?" Tulip ingin tahu karena dia belum bisa menangkap sepenuhnya dengan detail.
"Kamu. Remaja yang akan lulus SMA dan memiliki permasalahan keluarga tersendiri."
Tulip melebarkan matanya dengan terkejut. "Kamu tahu? Aku menceritakan semua itu ke kamu, Mas?"
Hippo mengangguk karena memang seperti itulah adanya.
"Kita dekat, semakin dekat, dan akhirnya kamu mau untuk menjadi kekasihku. Hubungan kita berjalan lancar awalnya, lalu ... perempuan yang dikenalkan ayah, dari rekan bisnis, dia tahu dan cemburu. Kami nggak pacaran, tapi baginya aku ini adalah miliknya. Dia terus nuntut aku menikahinya, padahal aku nggak berniat membangun rumah tangga dengannya. Tapi dia nggak terima saat aku mau mengakhiri segalanya."
Tulip mulai menangkap apa yang terjadi meski dia tidak mengingat masa lalu mereka.
"Jadi, perempuan itu yang mencelakai aku?" tanya Tulip.
"Sebenarnya aku yang mau dia celakai, tapi kamu datang dan menyelamatkan aku. Kamu mengorbankan diri kamu sampai kecelakaan itu menyisakan trauma dan sebagian ingatan kamu hilang. Trauma itu adalah karena cinta kita, kamu melupakan segalanya kenangan tentang kita. Hanya itu. Jadi, aku meyakini kalo aku memaksakan diri mendekati kamu lagi, maka akan buruk akibatnya untuk kamu."
Tulip menyadari kata cinta yang muncul dari bibir suaminya. Tulip mendapatkan fakta itu. Mereka memang pernah saling mencintai, atau mungkin masih saling mencintai?
"Kenapa kamu nggak membaginya denganku sejak awal supaya aku nggak salah paham dengan sikap kamu?"
"Dengar, aku nggak menceritakan ini ke kamu sejak awal kita ketemu karena kamu memang bener-bener nggak ingat aku. Aku juga berusaha sebisa mungkin nggak memaksa dekat dengan kamu karena bisa aja aku menyakiti kamu dengan memaksakan kehendak. Kamu mungkin bisa mengalami sakit kepala berkepanjangan kalo dipaksa untuk mengingat."
"Apa kamu pernah memikirkan kemungkinan bahwa aku lebih sakit karena nggak menyadari segalanya? Aku bahkan ... aku bahkan cemburu dengan Zia." Tulip menggumamkan nama itu dengan tangis yang hampir pecah. "Apa kamu masih mencintai Zia? Atau ... mencintaiku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Debt / TAMAT
RomanceTulip harus melunasi hutang mendiang orangtuanya yang mati karena bunuh diri bersama. Tekanan demi tekanan menghampiri, hingga akhirnya ayah dari Hippomenes menawarkan kesempatan. "Buat putra saya menikahimu. Buat dia jatuh cinta padamu." "Dengan...