Hippo tidak tahu kenapa nomor asing belakangan ini masuk ke ponselnya. Beberapa kesempatan Hippo tidak menggubris karena panggilan itu tidak membuatnya mendapatkan apa-apa. Hanya sunyi dan tidak ada yang bersuara dari panggilan tersebut. Siang ini, disaat dia berkunjung ke rumah ayahnya, nomor itu mengganggu lagi. Dia tidak ingin membuat pertemuan ayahnya dan Nania terganggu dengan kegiatannya mengangkat telepon, jadi dia meminta Tulip masuk lebih dulu dan dirinya akan bicara di depan saja.
"Halo?" Hippo mulai bersuara, tapi tidak ada jawaban.
Sebenarnya Hippo bukannya ingin meladeni orang tak jelas yang menghubunginya. Namun, dia hanya mengantisipasi jika nomor itu berasal dari rekan bisnis. Menguatkan kualitas komunikasi dengan mereka jelas lebih baik ketimbang dinilai jelek hanya karena tak ingin mengangkat panggilan, kan? Lagi pula, Hippo yakin siapa pun yang mengetahui nomornya ini adalah orang penting yang bukan asal atau salah nomor.
"Hippomenes Yugasyah." Suara dari seberang terdengar.
Hippo dibuat mengernyit dengan suara tersebut. "Siapa ini?"
"Sepertinya kamu memulai pernikahan yang bahagia dengan cinta monyet lamamu itu, ya."
Hippo menatap layar ponselnya seolah menatap orang yang bersangkutan dengan ekspresi curiga.
"Jangan main-main. Saya bukan orang sembarangan yang bisa kamu ancam dengan cara murahan seperti ini." Hippo tidak ingin termakan rasa panik hanya dengan orang iseng yang kemungkinannya masih sama, Teresia.
"Kamu sombong dari dulu! Kamu harusnya yang mati waktu kecelakaan itu! Harusnya kamu!"
Hippo tahu bahwa mungkin perempuan itu masih tidak bisa menerima dengan hati lapang bahwa Tulip adalah cinta sejatinya. Teresia hanya terobsesi dengan Hippo dan menjadi gila semakin harinya.
"Jangan lakukan cara konyol ini lagi, Teresia. Atau saya akan membuat papa kamu mengetahui kegilaan kamu ini. Jangan bersikap sinting yang nantinya hanya membuat kamu menyesal saja."
Hippo sudah hafal dengan skema yang dilakukan Teresia. Itu sebabnya Hippo masih menggunakan penjagaan ketat tanpa diketahui istrinya. Tulip tidak perlu tahu mengenai dirinya yang menghalau kegilaan Teresia dengan menguntit Tulip waktu perempuan itu merasa demikian diawal-awal tinggal di rumah baru.
Belakangan, Hippo menginginkan untuk Teresia dijebloskan ke rumah sakit jiwa karena sikapnya yang tidak normal lagi itu. Hippo mengumpulkan bukti-bukti dan termasuk merekam panggilan ini untuk diberikan pada papanya perempuan manja itu agar tidak gegabah membiarkan putrinya berkeliaran karena kemungkinan besar hanya bisa membuat malu saja. Papa Teresia pasti akan melakukan cara yang Hippo perkirakan itu karena tingkah putrinya hanya membuat malu.
"Apa yang bisa kamu lakukan untuk membuat aku menyesal membalas kamu, Hippo? Apa yang bisa kamu lakukan untuk membuat aku berhenti, hah?! Kamu hanya seorang pria sialan yang meninggalkan aku karena perempuan biadab itu!!!"
Hippo menggelengkan kepalanya karena mendengar Teresia yang mengamuk.
"Berhenti menjelekkan istriku, Teresia. Kamu bicara sangat keterlaluan. Dan lagi pula, kamu harusnya malu menghina istriku karena kamu pernah berbuat keji padanya hingga sebagian ingatan istriku hilang. Jika bukan karena kekuasaan papamu, mungkin kamu sudah berada di penjara karena mencelakai orang lain."
Hippo tidak suka dengan fakta bahwa Teresia terbebas karena posisi papanya yang bisa membayar hukum dengan uangnya. Penjara dan hukum bukan hal yang bisa membuat Teresia benar-benar bertanggung jawab atas sikapnya. Hanya ada satu tempat yang bisa membuat perempuan itu kapok dan itu adalah rumah sakit jiwa.
[Epilog udah up di Karyakarsa, ya. Yang mau baca duluan silakan. Yang mau nungguin versi ebook di google play juga silakan.]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Debt / TAMAT
RomanceTulip harus melunasi hutang mendiang orangtuanya yang mati karena bunuh diri bersama. Tekanan demi tekanan menghampiri, hingga akhirnya ayah dari Hippomenes menawarkan kesempatan. "Buat putra saya menikahimu. Buat dia jatuh cinta padamu." "Dengan...