Lentera memasuki ruangan Hippo dan mendapati atasannya itu sudah siap mengatakan sesuatu, tapi menahannya. "Kenapa malah kamu yang ke sini? Mana Tulipa?"
"Sepertinya Anda harus mengecek CCTV yang ada di pantry supaya saya tidak menjadi sasaran untuk dimarahi lagi."
Lentera memang terlalu kaku untuk ukuran orang kepercayaan. Harusnya Hippo-lah yang memiliki karakter itu. Namun, malah Lentera yang lebih kaku ketimbang CEO atau pemilik perusahaan. Sepertinya peran mereka tertukar dengan sangat baik jika Hippo menelaahnya kembali.
"Bawa teknisinya ke sini, saya nggak mood untuk pergi ke ruangan CCTV."
"Anda bahkan bisa membukanya sendiri, Pak. Anda memiliki aksesnya melalui komputer Anda."
Hippo menatap Lentera dengan kesal. "Ya, tapi saya lupa caranya! Kenapa kamu memaksa dan kurang pengertian dengan atasan kamu, sih!?"
Teriakan Hippo membuat Tulip yang baru saja datang mengedipkan mata berulang kali karena terkejut. Dia tidak tahu kenapa Hippo bersikap demikian, pandangan Tulip juga tidak menangkap adanya Zia di sana. Hanya ada Hippo dan Lentera.
"Kamu masuk, Lentera keluar sekarang juga!" seru Hippo yang sudah memutuskan tak mau diganggu oleh Lentera dan hanya ingin bicara berdua dengan Tulip.
Pikiran Tulip sudah pasti melayang kepada status mereka yang dinyatakan sebagai friend with benefit dan mereka bisa melakukan hal gila dengan status tersebut. Namun, Tulip tidak ingin melakukan hal gila itu di kantor.
"Bu Zia ke mana, Pak?" tanya Tulip dengan meletakkan air putih dan kopi milik pria itu di meja yang digunakan untuk menyambut tamu.
"Pergi."
"Ke kamar mandi?" Tulip memastikannya lagi.
"Pergi, entah pulang atau ke mana. Saya nggak tahu."
Tulip tidak paham dengan hubungan pasangan kekasih itu yang tidak terlihat sejuk. Ada apa? Apa sudah hancur tanpa aku melakukan apa pun?
"Kalau begitu biar saya bawa kembali airnya ke pantry."
"Siapa yang mengizinkan kamu kembali ke sana?"
Tulip memberikan pertanyaan pada pria itu. "Bapak butuh bantuan yang lain?"
Hippo tidak langsung menjawab apa pun. Pria itu diam dan membuat Tulip kebingungan luar biasa. Keheningan terlalu menyiksa Tulip yang menjadi mendengar suaranya dan suara pria itu akibat kegiatan semalam dan tadi pagi. Waras, dong, Tulip! Jangan bayangin suara atau adegan apa pun! Kepalanya benar-benar tidak fokus dengan berada di sekitaran pria itu.
"Pak? Apa ada yang Anda butuhkan lagi?"
"Kamu."
"Gimana, Pak?"
"Kamu yang saya butuhkan. Jadi, tetaplah di ruangan ini. Tanpa izin saya kamu nggak bisa pergi ke tempat lain."
Tulip menggerakan tangannya ke arah ruangannya yang berada di luar pintu ruangan pria itu dengan posisinya berdiri secara bergantian sembari berkata, "Kerjaan saya gimana, Pak?"
Hippo bangkit dari kursi dan membawa gelas kopinya ke meja kerja. "Bawa semuanya ke sini. Kerjakan di sini supaya saya bisa cek semuanya."
Tulip tidak membantah dan menuruti permintaan pria itu. Mulai pagi hingga menjelang siang, Tulip berada dalam pengawasan pria itu. Hingga beberapa waktu berjalan, salah seorang ketua divisi datang membawa salah satu anggotanya yang membuat Tulip melebarkan matanya. Mas Maga?
"Pak, saya membawa karyawan yang bertanggung jawab untuk insiden tadi pagi."
Tulip tidak paham kemana arah pembicaraan itu dan memilih mendengarkan dengan mata yang mengamati Maga. Pria itu menatap Hippo dengan dagu yang naik dan tidak terlihat seperti melakukan kesalahan sama sekali. Lalu, apa yang perlu Maga pertanggung jawabkan?
"Kamu yang sengaja membuat pintu mobil saya baret tadi pagi, maka kamu yang harus mengurusnya. Saya nggak mau tahu, kamu harus tahu konsekuensi atas apa yang kamu lakukan." Hippo sungguh tidak menggunakan sikap baiknya. Tulip seperti merasakan ketegangan diantara keduanya. Ada apa, sih, ini?
"Saya siap untuk bertanggung jawab, Pak."
Hippo mengetatkan rahangnya. "Potong gajinya atau saya akan kasih SP disaat dia baru sehari masuk kantor."
Tulip masih mengamati keduanya yang seperti mengeluarkan sinar laser dari kedua mata. Apa Maga mengenal Hippo? Kenapa rasanya aura permusuhan diantara mereka begitu jelas dan sudah terbangun sejak lama?
"Kenapa kamu melihat ke sini?! Kerjakan tugasmu, Tulipa!"
Semua orang tahu mood Hippo kacau sekali hari ini. Tulip tak mau terlibat dengan kekesalan Hippo yang sepertinya berasal dari pertemuannya dan Zia tadi pagi. Mengerjakan tugasnya, Tulip lebih merasa tenang. Semoga saja tidak ada masalah yang dibawa pria itu ketika pulang kerja nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Debt / TAMAT
RomanceTulip harus melunasi hutang mendiang orangtuanya yang mati karena bunuh diri bersama. Tekanan demi tekanan menghampiri, hingga akhirnya ayah dari Hippomenes menawarkan kesempatan. "Buat putra saya menikahimu. Buat dia jatuh cinta padamu." "Dengan...