Indahnya dua insan yang menikah dan menjadi pengantin baru tidak dirasakan oleh Tulip sama sekali. Keluar dari pekerjaan—sesuai permintaan Hippo, adalah hal yang paling membuatnya tak bisa berkutik ke mana-mana saat ini. Kehamilan Tulip semakin hari juga semakin terlihat. Sedangkan kegiatan perempuan itu justru semakin dibatasi. Sesuai dengan ucapan Agungsyah, jika putranya mau untuk bertanggung jawab, maka Tulip harus menerimanya.
Jika dipikirkan lagi, Tulip memang sudah merasakan hidup nyaman dengan semua fasilitas yang Hippo berikan. Bahkan sekarang mereka sudah tinggal bersama di rumah yang tidak Tulip ketahui kapan pria itu membelinya. Ada satu asisten rumah tangga dan satu supir yang disediakan oleh Hippo, tapi hal itu justru membatasi kebebasan Tulip karena semua hal yang dilakukan Tulip diketahui oleh asisten rumah tangga dan supir yang dibayar oleh Hippo.
Lalu, bagaimana kabar Hippo sendiri?
Pria itu semakin sibuk dari hari ke hari. Tidak ada yang bisa menghalangi Hippo untuk melakukan hal yang pria itu mau. Semakin hari Hippo semakin gila kerja dan mungkin karena status mereka yang belum benar-benar menjadi suami istri, Hippo tidak bersikap selayaknya suami secara utuh. Tulip bahkan merasa pria itu menghindarinya.
"Saya hari ini pulang agak malam, kamu mau nitip apa nanti kalo malam-malam saya pulang?"
Tulip mendengar Hippo bertanya, tapi Tulip tidak tahu jawabannya.
"Perempuan hamil nggak pernah bisa direncanakan kemauannya apa, Mas Pome."
Hippo seakan baru tersadar bahwa Tulip tidak pernah meminta dari jam yang lebih awal. Perempuan itu selalu meminta ketika Hippo masih berada di kantor dan Tulip menanyakan jam kepulangan Hippo.
"Oh, iya. Maaf saya lupa, Tulip."
Tulip mengangguk kaku. Hubungan mereka entah kenapa terasa kaku dan Tulip sulit untuk mendekati Hippo yang sudah terhitung cukup lama tidak menyentuh Tulip. Satu bulan? Atau satu setengah bulan? Entahlah, Tulip lupa waktu tepatnya Hippo berhenti bersenggama dengannya.
Saat Hippo berdiri, Tulip mengeluarkan pertanyaan yang tidak akan bisa ditebak jawaban langsungnya.
"Mas, apa saya nggak menarik lagi?"
Hippo berhenti di tempat, sedangkan Tulip tidak berani mendongak untuk melihat ekspresi yang pria itu tunjukkan. Tulip takut dirinya sakit hati jika melihat wajah Hippo saat ini.
"Apa maksud kamu bertanya begini, Tulip?" balas Hippo.
"Saya bertanya sesuai dengan apa yang saya rasakan dan amati belakangan ini, Mas. Semenjak saya berhenti bekerja dan perut ini semakin besar—yang otomatis membuat bagian tubuh saya yang lain ikut membesar, Mas Pome nggak lagi menyentuh saya dan terlihat sibuk menghindari saya."
Tulip tidak tahu efek apa yang muncul saat kalimat itu dilontarkan. Hippo merasa jahat ketika Tulip sendiri yang menyodorkan dirinya pada Hippo. Maafkan saya Tulip, saya memang bodoh.
"Kamu nggak mengerti dengan apa yang kamu katakan, Tulip."
"Saya mengerti semua yang saya katakan, Mas." Kali ini Tulip mencoba lebih keras menyampaikan pendapatnya.
"Katakan bahwa saya memang jelek, gendut, tidak menarik, dan lainnya, Mas! Berikan saya alasan itu hingga kamu nggak berminat kepada saya, Mas! Katakan!"
"Bukan itu alasannya, Tulip."
"Lalu, apa!?"
Hippo yang sudah terpancing membalas dengan suara keras agar Tulip mendengarkannya. "Karena saya nggak ingin menyakiti kamu dan anak kita!!"
"Jelaskan itu, Mas. Apa maksudnya kamu nggak mau menyakiti saya dan anak kita? Karena setau saya, dengan kamu yang menjauh beginilah yang membuat saya sakit!"
Hippo menghela napasnya dan mulai tak sabaran. "Saya nggak mau kamu berpikir saya nggak segera menikahi kamu dan sibuk meminta jatah sama kamu karena hanya ingin menjadikan kamu tempat pelampiasan nafsu semata, Tulip. Saya juga nggak mau bersikap seenaknya meniduri kamu karena di dalam tubuh kamu ada nyawa lain yang harus saya pikirkan supaya nggak tersakiti dengan nafsu saya semata. Saya nggak tahu kamu memiliki pemikiran lain semacam itu. Apa kamu puas dengan jawaban saya? Karena sepertinya, jika pembicaraan ini dilanjutkan, maka kita akan bertengkar lebih lama."
Tulip tidak membalas apa-apa, karena dia sibuk merenungi ucapan Hippo. Kesalahalpahaman lainnya, dan Tulip merasa sepi kembali menyapa. Apa yang harus aku lakuin?
Tulip sepertinya harus mencari cara agar hubungannya tidak semakin kaku dan tidak menyenangkan. Tak peduli apa yang sedang terjadi, Tulip akan berusaha dimulai nanti malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Debt / TAMAT
RomanceTulip harus melunasi hutang mendiang orangtuanya yang mati karena bunuh diri bersama. Tekanan demi tekanan menghampiri, hingga akhirnya ayah dari Hippomenes menawarkan kesempatan. "Buat putra saya menikahimu. Buat dia jatuh cinta padamu." "Dengan...