Hippo tahu dirinya sudah sangat keterlaluan dengan tidak menjelaskan apa-apa pada Tulip. Mengatakan pada perempuan itu juga akan berpengaruh buruk untuk kesehatannya. Tulip pernah rela terluka—mengorbankan sebagian ingatannya demi Hippo. Jika dalam kondisi mengandung begini Tulip dipaksa tahu dan mengingat, maka besar kemungkinan terjadi sesuatu pada kandungannya.
Malam ini, ketika Tulip sengaja menunggu di ruang tamu dengan bersedekap tangan, Hippo sadar akan rasa kecewa Tulip.
"Kamu belum bilang jujur kenapa kening kamu terluka kemarin." Todongan pertanyaan itu mengacaukan kepala Hippo.
"Kenapa kamu nggak istirahat? Ini sudah malam, Tulip." Pria itu berusaha mengalihkan pembahasan.
"Sampai kapan kamu diam, Mas?"
"Tulip—"
"Aku mau penjelasan, bukan larangan untuk membahas apa pun yang membahayakan kamu!"
Setiap luka yang Hippo rasakan, itu adalah karena ulahnya sendiri yang tidak bisa mengerti wanita. Hippo terhitung banyak mempermainkan hati wanita dan bodohnya lengah dengan serangan yang mengintainya.
"Aku jelaskan setelah aku mandi. Ayo, ke kamar, Tulip." Hippo membujuk Tulip agar mau berpindah tempat seraya mengulur waktu untuk menyiapkan jawaban.
Dia tidak tahu apakah benar-benar akan menjawab atau menunggu Tulip melupakan semua pertanyaannya.
"Aku nggak mau ditunda lagi. Sebenarnya kamu kenapa?" Tulip rupanya tidak mengizinkan Hippo untuk membersihkan diri. Kepalanya yang penuh menjadi runyam karena terlalu banyak memikirkan sesuatu yang ditakutinya sendiri.
Hippo menghela nafas dan mengangguk pelan. "Ada yang sengaja melukai aku," jawab pria itu dengan cepat.
"Siapa yang berniat melukai kamu, Mas?"
Ada kepanikan yang muncul dari suara Tulip. Sebagai pria yang tidak bertanggung jawab dengan memilih menikahi Tulip setelah melahirkan kelak, Hippo merasa sangat beruntung masih begitu dipedulikan oleh Tulip.
"Orang yang sama yang berniat mencelakai aku dulu ... tapi berakhir melukai seseorang hingga membuat orang itu trauma dan melupakan sebagian ingatannya tentangku." Hippo menatap Tulip lekat ketika kalimat itu diungkapkan. "Mungkin bukan sebagian, tapi seluruhnya. Sampai ketika kami bertemu, nggak ada ingatan yang tersisa."
Itu adalah momentum yang paling menyakitkan bagi Hippo hingga dia memutuskan untuk tak lagi masuk dalam hidup Tulip. Namun, takdir membawa mereka bertemu kembali dan ... menjadi seperti ini.
"Harusnya sejak awal kita bicarakan mengenai ini. Bukan malah aku menjadi sasaran kamu dengan mendiamkan aku apa pun permasalahan kita."
"Aku nggak mendiamkan kamu—"
"Kamu melakukannya! Aku bahkan nggak ngerti apa salahku sampai kamu ... kamu nggak pernah mengunjungiku lagi."
Itu adalah pengakuan yang jujur dan sebenarnya memalukan. Tulip seharusnya selalu jual mahal pada Hippo, tapi entah mengapa justru kalimat itu muncul membuat Tulip terlihat murahan.
"Apa kamu nggak mengerti aku melakukan itu karena apa, Tulip?" sahut Hippo.
Tulip menggeleng sebagai jawaban. "Aku nggak pernah memahami apa pun yang kamu lakukan, Mas."
Hippo mengusap wajahnya frustrasi. "Demi kamu aku melakukannya! Aku nggak mau kehilangan kendali setiap bicara dan berdekatan dengan kamu. Aku mau kamu dan bayi yang kamu kandung tetap tenang dan nggak mengalami masalah hingga kamu melahirkan dan kita menikah. Aku menahan diri hingga kita resmi menikah."
Tulip terkejut dengan penjelasan pria itu. "Menunggu kita menikah? Memangnya apa yang sudah kita lakukan hingga aku hamil sekarang? Kita sudah melakukan banyak hal—"
"Tunggu hingga kita resmi menikah. Nggak ada bantahan."
Tulip yang kesal mendengkus dan menantang Hippo dengan kalimat persetujuan yang terpaksa. "Terserah. Lakukan apa pun sesuai pemikiran kamu, Mas. Aku nggak akan bersikap murahan untuk lain kali."
Hippo tidak tahu bahwa mungkin dirinya akan kesulitan mendapati Tulip bersikap murahan untuk meminta disentuh lagi nantinya.
[Haloooowww! Kelamaan, ya? 🙊 Aku mau nyicil lagi, tapi nunggu vote dan komennya yang excited sama cerita ini.]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Debt / TAMAT
RomantiekTulip harus melunasi hutang mendiang orangtuanya yang mati karena bunuh diri bersama. Tekanan demi tekanan menghampiri, hingga akhirnya ayah dari Hippomenes menawarkan kesempatan. "Buat putra saya menikahimu. Buat dia jatuh cinta padamu." "Dengan...