Prolog

2.3K 245 48
                                    

~Happy Reading~

Meski telah beranak satu, pesona pria ini sama sekali tidak dapat lepas. Semakin berumur, semakin bertambah manly. Tak sedikit pula membuat orang-orang yang berpapasan dengannya begitu terpesona dengan wajah tegas itu.

Ia sudah percaya diri tanpa topeng setengah wajah. Luka itu ..., masih sama.

Melalui hari yang cukup melelahkan. Di koridor ini, dia sangat berkeinginan untuk melonggarkan dasi, melepas jas yang seringkali membuat tubuhnya gerah, melepas kancing kemejanya. Namun, ada banyaknya pelayan wanita, dia tidak ingin membuat istrinya cemburu.

Pasang kakinya berhenti di depan pintu kayu yang menjulang tinggi. Pintu yang menyimpan banyak memori tentangnya, istri, dan anaknya. Ruang khusus untuk keluarga kecilnya.

Kedua daun pintu terbuka ketika ia hendak meraih knop. Istrinya, dengan raut wajah cemas membukakan pintu untuknya.

"Ada masalah?" Tanyanya lembut sembari membelai poni yang sempat menutup sepasang mata bulat itu.

Si manis ini menarik lengan sang suami untuk masuk ke dalam ruangan besar ini, "Junghwan. Aku sangat cemas, dia belum kembali sama sekali sampai malam ini, Haruto."

Haruto sangat menyesal seharian dipenuhi jadwal sampai tidak sempat memantau putra semata wayangnya. Begitu pula ibu dari Watanabe Junghwan yang sama padatnya jadwal kerajaan yang harus dipenuhi.

"Aku sudah panggilkan banyak pelayan dan pengawal untuk mencarinya." Jelasnya cepat tanpa mengambil jeda.

Ia lepas jas yang dipenuhi oleh atribut pangeran, diletakkan pada sandaran sofa dan menyisakan kemeja putihnya. Menatap sang istri penuh keteduhan.

"Aku akan mencarinya." Haruto layangkan satu kecupan singkat pada kening mulus tersebut, "jangan terlalu cemas, Junkyu."

Haruto mengambil langkah cepat, mata elangnya menelisik tanpa ada satu celah pun yang meleset dari pandangannya. Bukan satu dua kali putranya seperti ini, bocah empat tahun itu sangatlah berani tampil beda dari bocah bangsawan pada umumnya.

Bocah lelaki berumur empat tahun yang bisa diam selama 10 detik saja, sisanya ..., ya seperti itu, tidak bisa diam.

Keterikatan batinnya dengan Junghwan begitu kuat sampai pria ini mampu menerka-nerka kemana perginya bocah itu.

Bawah tanah.

Mengingat jika Junghwan terus merengek, bahkan menangis agar orangtuanya mengizinkannya pergi ke bawah tanah. Di malam yang larut seperti ini adalah sebuah kesempatan bagi Junghwan untuk pergi ke tempat gelap itu.

Penerangan terbatas menambah kesan mencekam pada ruang bawah tanah ini. Dipenuhi oleh barang-barang aneh yang menyembunyikan banyak kisah suka maupun duka di baliknya. Mereka terpajang rapi di setiap meja.

Itu dia. Haruto mengehentikan langkahnya dan menghembuskan napas pelan. Bocah lelaki yang membelakanginya belum sadar akan kedatangannya.

"Watanabe Junghwan."

Si empu tersentak tatkala suara berat milik sang ayah menggema seisi ruangan. Tubuh kecil itu berbalik penuh keraguan.

Haruto melonggarkan dasi hitamnya, dilanjutkan menggulung lengan panjang kemeja putihnya hingga sebatas siku, "hmm Junghwan sudah pintar membuat mama cemas, ya?" Haruto berkacak pinggang.

"P-papa...." Junghwan melangkah maju ke arah sang ayah dibarengi tundukkan kepala yang takut.

Haruto menyamakan tingginya dengan jagoan kecilnya, "jadi rasa penasaran mu sudah terjawab?"

A Piece Of Darkness {HaruKyu}✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang