~Happy Reading~
Haruto tentu tersentak akan kain pelindung yang membekap mulut juga hidungnya. Maksud orang itu baik, untuk menyelamatkan nyawa Haruto. Di beri kain milik orang itu sebagai ganti kain yang miliknya yang terbang terbawa angin kencang.
"KAU JANGAN GILA!"
Seruan menggelegar Haruto mengalihkan atensi Junkyu dari Cylia. Junkyu melupakan benda berharga itu karena teriakan marah dari suaminya.
Junkyu berbalik arah dan termangu sejenak. Kepalanya dibuat susah berpikir dalam keadaan pening seperti ini.
Junkyu menggelengkan kepalanya berharap sesuatu di depannya ini hanyalah ilusinya saja. Tetapi, itu tidak mungkin. Junkyu berlari terseok-seok menyusul Haruto yang berlutut.
Kembali ke Haruto yang sedang marah, sangat marah.
"Apapun untukmu, kawan."
Haruto menggeleng kuat, "JANGAN GILA, PARK JEONGWOO! KAU GILA! Hikss...." Tatapan marahnya sudah terlapisi oleh kaca. Tangan Haruto meraba ke belakang kepalanya, hendak melepaskan ikatan kain itu,
Tap!
Jemari panjang Jeongwoo menahan pasang tangan Haruto yang akan melepaskan kaitan kain itu,
"...j-jangan lakukan ini, Jeongwoo."
Jeongwoo masih terlihat baik-baik saja, walau wajahnya telah pucat. Jeongwoo berlutut di depan Haruto, sahabatnya. Sedangkan, Haruto dapat melihat jelas betapa beratnya napas yang Jeongwoo ambil. Dada lelaki berbahu samudra itu naik turun sangat cepat. Hidung dan paru-paru Jeongwoo sudah pasti buntu.
Tubuh jangkung Jeongwoo hampir saja limbung, tapi Haruto cekatan menahannya dan membawanya ke pangkuan.
"Jeongwoo!" Junkyu yang baru datang langsung berlutut bersama air mata bercucuran. Masa bodoh dengan Cylia.
"Jadilah orang tua yang terbaik untuk Junghwan." Jeongwoo sampai tidak bernapas untuk berbicara lancar. Bibirnya membentuk kurva lengkungan atas. Manik serigalanya telah sayu di kala bulir air mata milik kedua temannya mengucur deras karena mereka tahu keselamatan Jeongwoo hanyalah 1%.
Otot di wajah Jeongwoo perlahan mengendur. Senyumannya tidak lagi tinggi, sebatas membentuk garis horizontal dengan mulut sedikit terbuka mengais oksigen, meski mengetahui jika oksigen tidak akan bisa memenuhi keinginannya untuk hidup.
Jeongwoo di ambang sekarat saat ini.
"Haruskah aku membuat napas buatan untukmu?" Tawar Haruto disela tangisannya.
Jeongwoo menggeleng lemah, 'tidak bisa.' Batinnya.
Indera penglihatannya berubah menjadi terbatas. Jeongwoo memanfaatkan sisa waktunya untuk melihat wajah-wajah orang terdekatnya. Jeongwoo merasa bersalah membuat kawannya hadir menyaksikan dirinya sekarat.
"A-a-aku ad-alah orang ber-beruntung ..., eeumhh! Dapat berte-mu kalian."
Kelopak tersebut menutup indahnya netra serigala Jeongwoo. Mulutnya mengeluarkan kepulan asap dingin selaku napas terakhir. Damainya raut muka Jeongwoo.
Junkyu berpindah tempat ke samping Haruto agar suaminya dapat menangis dalam rengkuhannya. Kepala Haruto bersandar di dada istrinya, menangis penuh rasa kehilangan di sana.
Derasnya hujan salju seolah mampu membekukan tiap tetes air mata yang luluh. Tangisan keduanya meramaikan tanah lapang yang lenggang.
Suara kepakan sayap terdengar ramai di langit. Junkyu mendongakkan kepalanya, betapa mengejutkannya melihat ratusan kawanan Phoenix yang datang dengan masing-masing kaki tahan api mereka mencengkeram sepotong besi panas hingga warna merah api menyelimuti badan besi. Terbang menuju ke dalam gua.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Darkness {HaruKyu}✓
Fantasy[Season 2-The Last King Of Darkness] [END] Semua belum usai setelah kembalinya kekuasaan The Opaque dari Opacity. Hilangnya Junkyu seakan ditelan semesta dan Opacity yang tertimpa karma, mendapat balasan dari perilaku rakus mereka sendiri di tahun...