Prolog

2.6K 171 9
                                    

18+

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

18+

Masa kini...

Canberra Australia | 07.30 PM

***

"Kecil. Tapi ini rumah yang nyaman dan hangat."

Rexion mengitari kontrakan Sofie sambil sesekali menyentuh perabotan yang menarik perhatiannya.

Dia adalah tamu tak diundang. Dan Sofie benci bagaimana saraf sinapsisnya memaksa alam bawah sadarnya untuk memperhatikan setiap gerak-gerik Rexion tanpa berkedip.

"Aku bisa mengerti mengapa sulit sekali membawamu pulang."

Membawanya pulang?

Sofie tertawa geli dibuatnya.

"Sepertinya kamu lupa, 13 tahun yang lalu kau bersumpah akan mengusirku dari rumah. Dan sekarang kau berhasil."

Sofie meneleng kepala menatap sang pemilik mata hitam yang selalu menjadi monster di setiap mimpi buruknya.

"Kau harusnya senang aku keluar dari rumah dengan sendirinya, Rexion. Tapi aku tidak mengerti mengapa sekarang kau bersikeras membawaku pulang."

Untuk seperkian detik Rexion dibuat bisu oleh perkataan Sofie. Dan Sofie terus memperhatikan gerak-gerik Rex mulai dari air wajah hingga gerak tubuh dari bawah bulu matanya.

Sejak dulu satu-satunya kelemahan Rexion yang maha sempurna ini adalah 'mudah ditebak'. Rex tidak pandai menyembunyikan perasaannya. Dan kali ini tidak berbeda. Semua perasaannya tertulis di mata hazelnya dengan jelas.

Kali ini pun mudah menebak perasaan Rexion. Semua perasaan pria itu tertulis jelas di lensa matanya.

"Apa kau rindu padaku?"

Sofie harap kali ini tafsirannya salah. Karena jika Rexion memiliki perasaan itu, Sofie tidak ingin mengakui bahwa perasaan Rexion bisa mempengaruhinya.

Sofie takut. Setelah apa yang sudah dia korbankan, setelah semua upaya kerasnya untuk membangun hidupnya tanpa Rexion, dia hanya akan kembali kepada pria itu.

"Pada kenyataannya, aku memang merindukanmu sangat gila setiap malam."

Pengakuan Rexion membuat nafas Sofie tercekat. Ia merasa salah satu kendali tubuhnya berhenti bekerja. Pertahanannya retak dan bisa hancur kapapun dalam hitungan detik.

Mata hazel Sofie menangkap pergerakan kaki Rexion yang perlahan-lahan mendekatinya.

Rexion mendekati Sofie dengan sorot mata yang teduh dan penuh kerinduan. Tatapannya begitu dalam sehingga membuat hati Sofie hampir luluh dan terjerembab ke dalam jurang perasaan yang ia coba keras untuk abaikan.

"Apakah kamu benar-benar membenciku, Sofie?" tanyanya dengan suara merendah. "Apakah tidak ada sedikitpun keinginan darimu untuk kembali?"

Sofie merasa dirinya berada dalam dilema yang luar biasa. Kepalanya berkonflik dengan hatinya, yang menginginkan untuk kembali ke dalam pelukan Rexion, tetapi juga takut akan masa lalu yang mungkin akan terulang.

Dengan tangan terkepal dan bibir yang mulai membentuk kata-kata penolakan, Sofie menjawab, "Ya, aku membencimu, Rex. Sangat memben—" Namun perkataannya terhenti begitu saja ketika Rexion tiba-tiba membungkam mulutnya dengan ciuman paksa.

Tubuh Sofie tersentak. Kontak hangat bibir Rexion dengan bibir Sofie memancarkan ledakan listrik yang menjalar dari ujung kepala hingga ujung kaki. Meskipun ingin memberontak, rasa panas yang membara di dalam dadanya membuatnya merasa limbung dan tak berdaya.

Ketika ciuman akhirnya berakhir, Rexion melepaskan bibirnya dari bibir Sofie dengan perlahan. Mata mereka saling bertemu, dan Rexion berkata dengan nada rendah penuh keyakinan,

"Bohong ... Tubuhmu mengkhianati kata-katamu. Aku tahu, kamu masih menginginkanku."

Sofie merasakan panas pipinya memerah, berusaha menolak kata-kata Rexion meskipun dalam hati ada bagian yang mengakui kebenaran itu.

"Kau tidak tahu apa-apa!"

Namun, Rexion tidak berhenti di situ. Dia melangkah mendekat, menatap Sofie dengan sorot penuh percaya diri, "Jika ada orang yang sangat memahami tubuhmu, maka aku lah orangnya."

Sofie mendengus setengah tertawa, "Jadi kau mengakui kalau kau seorang bajingan?"

Rexion tersenyum tipis, "Sepertinya kamu lupa. Bukan kah kau yang membuatku seperti ini? Sejak dulu kau selalu ingin memancingku."

Rexion menyentuh tubuh Sofie dengan lembut, mendesaukan jemarinya di sepanjang punggungnya. Perlahan, tak terduga, bajunya mulai terlepas satu per satu.

Sofie menggigit bibirnya, "Aku tidak percaya kau memaksaku melakukan ini denganmu."

"Percayalah, Sofie, aku lebih tidak percaya. Merindukan dan menginginkan adik tiriku yang paling ku benci."

Sofie merasakan perasaan campur aduk dalam dirinya. Di satu sisi, ada perasaan ingin menghentikan semuanya dan pergi sejauh mungkin dari Rexion. Namun, di sisi lain, ada hasrat yang membara dan menginginkan lebih dari keintiman ini.

"Hentikan!" Desis Sofie dengan napas yang tersengal. Dia mencoba menahan tangan Rexion yang mulai menjelajahi daerah privasinya, menggodanya, ingin menaklukannya.

Namun, Rexion tidak mengindahkannya. Diluar dugaannya, Rexion menggendong Sofie dengan kekuatan yang tak terduga, menidurkannya dengan lembut di atas sebuah meja makan. Pakaian yang dikenakannya pun jatuh berserakan di lantai, membuatnya merasa sangat rentan.

Sofie membelalakkan mata, terkejut oleh tindakan tegas Rexion. Ia menatap Rexion yang berada di atasnya dengan sorot mata penuh gairah dan kuasa.

Dengan suara rendah, Rexion berkata, "Kita akan kembali besok pagi."

Sofie mencoba berbicara, tetapi kata-kata terjebak di tenggorokannya saat Rexion membuka atasannya dan dengan lembut menempatkan bibirnya pada tubuh Sofie. Rasa hangat bibirnya meninggalkan jejak dari leher hingga bahunya, membuat kaki Sofie mengejang dan kecilnya desahan keluar dari bibirnya. Ia merasakan sentuhan Rexion merambat lebih rendah, mendekati bagian-bagian yang membuatnya kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Malam itu, Sofie menyerah sepenuhnya kepada hasrat dan keinginan yang membara di antara mereka berdua. Dia membiarkan Rexion menjelajahi setiap inci tubuhnya.

Pada satu titik tertentu, Sofie tidak bisa lagi menahan diri. Dia merasakan sejuta sensasi yang mengalir melalui dirinya, dan tanpa peringatan, dia memekik dalam ekstasi setelah Rexion memasukkan dirinya ke dalam tubuhnya.

Rexion, dengan nafas yang terengah-engah, berkata dengan suara yang mendalam, "Kau selalu milikku, Sofie. Tidak ada yang bisa mengubahnya."

Sofie sadar bahwa pada akhirnya, apapun yang terjadi, dia akan tetap jatuh dan berlutut pada Rexion. Dia akan menjadi miliknya sepenuhnya. Malam itu adalah bukti dari kenyataan itu, saat keduanya melepaskan segala ketegangan dan merayakan kembalinya hasrat yang selalu membara di antara mereka berdua.

TBC.

Claiming You BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang