Saat malam semakin larut, Sofie dan Pieter kembali ke dalam mobil yang terparkir di luar bangunan kasino. Udara malam yang sejuk menyelimuti mereka, tetapi suasana di dalam mobil terasa tegang. Pieter terlihat marah dan cemburu, wajahnya yang biasanya tampan dan ceria, kini tertutup oleh ekspresi kesal.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sana!? Mengapa pria bertopeng itu berani mencium tanganmu?" tanya Pieter dengan suara tajam.
"Tenang, Pieter. Itu hanya gesture kecil. Kami hanya bermain dan menghabiskan waktu di sana." Sofie mencoba menjaga ketenangan, meskipun sebenarnya hatinya masih berdebar-debar akibat kejadian di kasino. Dia tahu bahwa menjelaskan situasi ini pada Pieter tidak akan mudah.
Pieter memasang ekspresi tidak percaya, "Gesture kecil? Kau tampaknya sangat nyaman dengan perhatiannya."
Sofie berusaha menghindari tatapan tajam Pieter dan mencoba menjelaskan.
"Kau tahu aku tidak akan melakukan apa pun yang tidak pantas. Itu hanyalah bagian dari permainan."
Suara Pieter meninggi, "Permainan? Mengapa aku harus menganggap orang lain yang mencium tangan tunangan ku hanya sebuah permainan?"
Sofie mencoba memberikan penjelasan tanpa terlihat terlalu berpengaruh.
"Dia tidak tau kau tunanganku, Pieter."
Pieter tetap terlihat tidak puas, dan mata mereka bertemu sejenak sebelum Pieter akhirnya mengalihkan pandangannya.
"Aku tidak bisa percaya, tampaknya kau menikmati hal-hal seperti ini."
"Bukan kah kau sendiri yang menyuruhku untuk bersenang-senang? Kemarin kau bersenang-senang dengan wanita di klub, dan aku tidak sebegitu marah padamu."
Pieter merasa tegang, menyadari bahwa apa yang Sofie katakan adalah kenyataan. Dia tidak bisa membantah fakta itu, dan dia juga tidak bisa menghilangkan perasaan cemburunya.
"Tapi... ini berbeda."
"Kupahami perasaanmu, Pieter. Tapi percayalah, aku tahu apa yang kulakukan. Aku adalah tunanganku. Aku janji tidak akan membiarkan orang lain mencium tanganku lagi, oke?"
Pieter merasa lega bahwa Sofie mengingatkan tentang hal itu, meskipun hatinya masih tidak sepenuhnya tenang.
"Baiklah, bukannya aku tidak percaya padamu. Aku hanya tidak suka melihat pria lain mendekatimu."
Sofie tersenyum santai, mencoba meredakan ketegangan dalam percakapan mereka.
"Aku mengerti, Pieter. Aku punya cara untuk menjaga diriku sendiri. Kamu percaya padaku kan?"
Pieter merespon dengan sedikit anggukan, merasa sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata Sofie. Meskipun dia masih merasa cemburu, dia juga tahu bahwa dia harus mempercayai Sofie. Dan Sofie diam-diam masih tersenyum tergelitik oleh perlakuan Rexion di kasino dan rahasia kecil yang dia simpan.
***
Setelah kembali dari casino dengan menyembunyikan identitasnya, Sofie meletakkan topeng yang digunakannya dengan hati-hati di dalam laci meja riasnya. Diam-diam, senyuman misterius mengembang di bibirnya, merasa terbayang kembali pertemuan rahasianya dengan Rexion di kasino. Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa wanita yang menarik perhatian Rexion adalah dirinya.
Tidak lama setelah itu, suara mesin mobil yang masuk pekarangan rumah memecah keheningan. Sofie mengangkat kepalanya dengan cepat, mengetahui bahwa Rexion telah kembali dari kasino. Hatinya berdebar-debar, dan dengan hati-hati, dia merenung apakah dia harus keluar dan menghadapinya.
Setelah beberapa saat berpikir, Sofie akhirnya memutuskan untuk melangkah keluar kamarnya. Dia menyusuri koridor dengan langkah ragu-ragu, mendengar langkah Rexion mendekat dari arah dapur. Dalam kebimbangan yang mencengkeramnya, dia mengikuti langkah-langkahnya, menuju sumber suara itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Claiming You Back
Teen FictionSetelah kehilangan putrinya di kecelakaan kapal pesiar 3 tahun yang lalu, Anna Winston didiagnosa mengalami gangguan jiwa. Ia selalu kabur dari rumah untuk mencari putrinya yang hanyut. Di pesisir pantai saat matahari hampir terbenam, Anna bertemu d...