Sofie tidak berkedip satu kali pun, ia tidak menyangka seseorang yang selalu menunjukkan kebenciannya, bahkan orang yang paling berharap ia pergi adalah satu-satunya orang rela menceburkan diri ke kolam yang dingin ini.
Tanpa Sofie sadari tangannya terentang, entah mengapa merasa sangat yakin Rexion akan menolongnya.
Nyatanya benar.
Rexion menautkan jarinya pada jemari Sofie. Menariknya mendekat lalu menggendong dan membantunya mencapai permukaan.
***
"Uhuk! Uhuk! Huekk!"
Hal pertama yang Sofie lakukan ketika ia mencapai daratan adalah memuntahkan semua isi cairan perutnya. Tubuhnya gemetar membayangkan miliaran cacing dan larva bersarang di perutnya.
Ini semua karena Pieter. Anak bajingan itu. Karena dia, Sofie merasa perutnya terkoyak. Dia tidak mau berhenti memuntahkan isi perutnya sampai semua air danau yang ditelannya keluar. Ia merasa parno.
"Hentikan itu!"
Ia merasa seseorang menarik pundaknya ke belakang, membuat tubuhnya berbalik dan berhadapan dengan sorot penuh kuasa Rexion.
Tapi Sofie menggeleng kencang, "T...idak bisa. Cacing dan parasitnya."
Sampai sana Sofie kembali merasa mual dan muntah kembali.
Rexion yang memahami kekhawatiran Sofie berusaha menenangkannya.
"Kau tidak akan mati karena mikroorganisme prokariotik itu. Dokter bisa meresepkan anthelmintik, metronidazole, atau tetracycline untuk membunuh mereka. Jadi, hentikan sekarang. Dinding perutmu bisa luka dan teriritasi."
Perkataan Rexion membuat Sofie merasa lebih tenang. Perlahan-lahan ia berhenti muntah meski tubuhnya masih merinding membayangan cacing, larva, dan bakteri menggeliat di perutnya.
Merasa lebih tenang bocah itu menyadari ada sesuatu yang janggal. Terutama oleh ekspresi wajah Rexion yang terukir cemas. Pembuluh darah mencuat di balik rahang kokoh Rexion. Membuat Sofie bertanya-tanya, apakah itu ekspresi yang kau tuju kan pada orang yang sangat kau benci?
"Rex!"
Dari kejauhan beberapa meter, Alaric memanggil Rexion bersama Pieter yang kerah bajunya diseret begitu kuat.
"Hah ... akhirnya aku berhasil menangkap bajingan kecil ini." nafasnya terengah-engah.
Sofie yakin tidak mudah menangkap Pieter. Terlihat dari ekspresi wajah Alaric. Dia pasti bergumul sangat pelik sampai akhirnya menang dan berhasil menyeret Pieter ke hadapannya.
"Verdomme (sialan), lepaskan aku!" Pieter memberontak dalam cengkramannya.
"Setelah kau memukul perut dan wajah tampanku? Mimpi saja." Alaric terkekeh konyol seakan mendapat pukulan di perut dan wajah itu bukan hal yang menyakitkan.
Sofie melihat Rexion menghampiri Pieter. Dengan jarak yang begitu pendek Rex mencengkram kuat bahunya, membuat Pieter merintih sakit. Ada sorot mata penuh amarah yang tertuju pada keturunan Netherland itu. Kalau tatapan bisa membunuh, sekarang Pieter pasti sudah terkapar di lantai, bersimbah darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Claiming You Back
Teen FictionSetelah kehilangan putrinya di kecelakaan kapal pesiar 3 tahun yang lalu, Anna Winston didiagnosa mengalami gangguan jiwa. Ia selalu kabur dari rumah untuk mencari putrinya yang hanyut. Di pesisir pantai saat matahari hampir terbenam, Anna bertemu d...