Part 16

446 64 12
                                    

Rexion duduk di balik meja besar di kantornya yang modern dan rapi. Sedang sibuk menyusun dokumen-dokumen penting untuk proyek properti terbaru yang sedang dikerjakannya, ketika ketenangannya tiba-tiba terganggu oleh dentingan telepon yang tak terduga.

Pandangan Rexion teralihkan dari layar laptop ke layar ponselnya.

Calvin is calling.

Siapa sangka, orang yang meneleponnya ternyata adalah ayahnya. Padahal Calvin bukan orang yang akan menghubunginya di jam kerja.

Merasa heran dan penasaran, Rexion meninggalkan pekerjaannya sejenak dan menerima panggilan itu.

"Halo, dad?"

"Ini gawat sekali!" ujar Clavin cepat, di ujung telpon Calvin dengan nada panik, membuat kening Rexion mengernyit, bertanya-tanya apa yang membuat ayahnya begitu khawatir.

"Apa yang terjadi?"

"Rexion, kamu harus pergi ke sekolah Sofie sekarang!" suara serak Calvin terdengar di seberang sambungan.

Rexion menggelengkan kepalanya, bingung.

"Kamu harus berbicara dengan kepala sekolahnya. Sofie terlibat dalam keributan besar."

Rexion mengambil napas dalam-dalam, mencoba meredakan amarah yang perlahan-lahan merambat ke puncak kepala

"Kenapa aku harus mengurus masalah yang Sofie buat? Dia yang membuatnya, dia yang harus menghadapinya."

"Rexion, kita tidak tahu masalah apa yang terlibat padanya. Bisa saja Sofie terseret padahal dia tidak bersalah. Anak itu tidak pernah membuat masalah sebelumnya."

Gigi Rexion bergemelatuk, geram, entah karena ayahnya begitu percaya pada Sofie atau karena hal lain, "Kalau begitu, kenapa tidak dad saja yang pergi!?"

Keheningan datang dari ujung telepon, cukup lama, sebelum Calvin akhirnya berkata dengan suara lemah, "Rexion ... aku sedang di rumah sakit. Aku perlu melakukan cuci darah dan mengobati sakit jantungku. Aku tidak bisa pergi."

Tubuh Rexion membeku seketika. Dadanya terasa berat ketika mendengar kata-kata itu. Suasana hatinya berubah drastis dari rasa marah menjadi rasa bersalah yang mendalam.

Bagaimana bisa dia lupa bahwa ayahnya menderita penyakit gagal ginjal dan jantung yang membutuhkan perawatan rutin dan cuci darah secara teratur? Rasa bersalah merayap dalam dirinya, dan dia merasa malu karena telah menunjukkan sisi egois pada ayahnya.

"Aku ..." Rexion menghembus nafas, menyerah.

"Baiklah, dad. Aku akan pergi. Fokuslah pada Pengobatanmu, jangan pikirkan masalah Sofie. Aku akan menanganinya."

"Terima kasih, Rexion ... aku tau aku bisa mengandalkanmu."

Setelah menutup telepon, Rexion menghembus nafas gusar. Dia merasa marah pada Sofie karena telah menyebabkan masalah ini, tetapi anehnya juga merasa khawatir padanya.

Dengan langkah tegap, Rexion berjalan keluar ruang kerjanya menuju ruang Lydia, sekretarisnya yang tengah menyeduh kopi.

"Lydia," panggilnya.

Lydia yang melihat kedatangan atasannya membelak mata dan langsung meninggalkan mesin kopi.

"P-pak Rex? Kenapa Anda tidak panggil saya lewat telepon? Ada urusan apa samapai bapak ke sini?" Lydia menyisir rambut indahnya, memastikan tidak ada sedikitpun kusut yang terlihat di mata Rexion.

"Aku punya urusan mendadak. Aku akan pergi sejenak. Bisakah kamu menangani pekerjaan ku sementara?"

Lydia menyernyit, penasaran dengan urusan urgent apa yang Rexion hadapi, namun ia langsung mengangguk, tampak siap untuk mengambil alih tanggung jawabnya. Bagaimanapun, menanyai urusan pribadi atasan bukanlah hal yang bijak.

Claiming You BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang