47~Mencari Ana

1.1K 63 0
                                    

Happy Reading


Imam sudah berada didepan  apartemen Adam. Sejak tadi pria itu juga sudah menekan bel apartemen Adam dengan tak sabar.

"Pagi-pagi ganggu aja sih, Mam." Dengus Adam yang membukakan pintu dengan muka kantuknya.

Imam masuk tanpa memperdulikan delikan mata Adam.

"Dimana Ana?" Adam mengerutkan keningnya.

"Lah, kepala kamu ngga ke jedot? Ana mana ada disini." ujar Adam yang melangkah menuju sofa dengan malas.

"Aku serius Dam, Ana dimana?" Ulang Imam pada Adam. Adam pun menatap Imam.

"Aku juga serius. Kamu nyari Ana disini? Kamu pikir Ana simpenan aku." ujar Adam menekan kata simpanan.

"Ana ngga ada dirumah, dan dia ninggalin amplop yang isinya surat gugatan perceraian."

"Sedangkan aku juga tahu, amplop itu dari kamu. Mana bisa kamu bilang Ana tidak ada disini." Tegas Imam. Adam tersenyum kecil.

"Dan kamu pikir Ana disini?"

"Kalau tidak disini lalu dimana? Ha!" Adam menghela nafas kasar.

"Mana aku tahu." Ketus Adam yang menyandarkan tubuhnya disofa.

"Jangan macam-macam Dam, aku tahu kamu yang memberinya amplop itu." Adam menghembuskan nafas kasar.

"Aku memang memberinya, tapi aku tidak tahu isinya. Amplop itu tiba di rumah tepi pantai kemarin, aku hanya mengantarkannya pada Ana sekaligus memberikan cetakan foto yang dia mau." Terang Adam.

Imam pun menghela nafas kasar.

"Jangan bohong, Dam!" Mata Imam berkilat marah pada Adam.

"Ngga ada untungnya Mam, Aku bohong." ujar Adam menatap Imam.

"Sialan!" umpat Imam.

Imam saat ini sudah kembali berada di rumah. Harapannya jika Ana sudah berada di rumah pupus sudah. Karena saat dia memasuki rumah, kedua orang tuanya justru menodongnya dengan pertanyaan dimana Ana? Itu artinya Ana belum ada di rumah.

Dia juga sudah mencarinya ke pantai, tempat ternyaman wanita itu namun di sana juga tak ada. Imam pun menghembus nafas kasarnya.

"Jika saja kamu tidak terlalu lama menutupinya dari Ana. Ana tidak mungkin pergi Imam." Susi yang baru datang dari dapur pun langsung memberikan segelas air putih pada putranya itu. Imam menatap sejenak Susi.

"Mah, belum tentu Ana pergi karena masalah Yunda. Jadi tolong, jangan buat Imam semakin pusing." lirihnya. Karena dia yakin, Ana belum tahu apapun tentang Yunda. Dia juga tidak memberikan jejak apapun yang mencurigakan sehingga Ana tahu tentang Yunda.

"Tetapi sampai kapan kamu akan menutupi semuanya dari Ana, Imam." ujar Andi yang sejak tadi hanya diam.

"Pah, Imam juga ingin secepatnya jujur pada Ana. Tetapi saat ini kondisinya tidak memungkinkan." ucap Imam menghela nafas kasar.

"Kalau Ana pergi bukan karena masalah Yunda, lalu karena apa?" tanya Susi membuat Imam menatap wanita baya itu kembali.

"Atau mungkin masalah keguguran?" lanjut Susi. Mata Imam sontak melebar menatap ibunya itu. Apa benar yang dikatakan Susi? Semalam dia memang membahas itu dengan Ana, dan berakhir Ana kembali sedih. Imam menggeleng.

"Semoga bukan karena itu semua Mah." ujarnya. Pria itu pun bangkit.
Susi menghela nafas pelan.

"Imam pergi dulu Mah, titip Kay." ujar Imam.

"Kamu mau kemana?"

"Imam mau cari Ana lagi. Imam harus bisa nemuin dia." ujarnya yang kemudian hilang dibalik pintu.

Ana LeolinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang