Episode 20

300 18 0
                                    

Calon Imam Ku episode Dua Puluh

	Pagi cerah secerah suasana hati seorang gadis yang kini berdiri di depan cermin sambil memperhatikan penampilannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pagi cerah secerah suasana hati seorang gadis yang kini berdiri di depan cermin sambil memperhatikan penampilannya."Aku berharap hari ini akan bertemu dengan mas Zein, siapa tahu saja aku bisa bertanya banyak hal mengenai mimpiku," katanya sambil tersenyum.

Mansion Mizuruky ...

"Kak, hari ini apakah Kakak akan berangkat ke ZEM?" tanya Tanvir penasaran, ia mengambil daging sapi yang sudah dijadikan steak.

"Insya Allah, terimakasih kamu sudah menjadi CEO yang baik," balas Zein.

"Bukan Tanvir yang mengurus perusahaan mu, tapi Ayah. Adik mu itu hanya suka bermain dan mencari pacar di luar sana, bagi Ayah selama itu tidak melanggar hukum agama dan negara, tidak masalah," sahut Maulana.

"Kalian tahu? Ayah kalian itu dulu pacarannya dengan Ibu setelah menikah, katanya itu lebih enak karena tidak menanggung dosa apabila kita terlalu terbawa oleh perasaan," timpal Fira.

"Benar, karena Ayah ini adalah pria sejati. Ayah juga manusia biasa, bila di dekap seorang wanita cantik dan aku menyukainya, tangan kadang gatel ingin menyentuhnya. Bibir ingin mencium, bahkan barang langsung berdiri ingin masuk," balas Maulana tanpa dosa.

Fira langsung mengangkat sendok hendak melemparkan pada Suaminya ketika pria itu menyebut kata barang."Jangan sembarangan! Paman, Paman itu sudah tua. Jangan mengajari Zein dan Tanvir kemesuman mu," omelnya.

Maulana terkekeh, sangat suka menggoda Istrinya."Mana ada aku mengajari kedua anakku kemesuman. Tapi Istri ku, kamu harus tahu juga. Suami mu ini tidak mesum, kecuali hanya pada mu saja. Lagi pula ... itu tidak bisa disebut kemesuman, melainkan mencari surga dunia, bukankah kamu sangat suka membaca komik yang memperlihatkan otot perut pria."

Wajah wanita empat puluh delapan tahun itu langsung bersemu merah, ia bangkit dari tempat duduknya sambil memegang sendok hendak memukul sang Suami, dengan cepat Maulana menarik tangan wanita itu lalu menariknya ke dalam pangkuannya."Aduh Sayang, kalau kamu sudah tidak sabar ingin bermesraan denganku, tidak perlu terburu-buru begitu. Kamu sepertinya sangat nyaman kalau duduk di atas pangkuan mu, maafkan Suami mu ini. Usia sudah seperti ini tidak bisa seperti dulu kalau semalaman bisa membuat mu tidak bisa jalan."

Wajah Zein bersemu merah melihat cara Ayahnya menggoda sang Ibu, dia ingin meniru sang Ayah dalam memperlakukan seorang Istri. Tanvir gadek sendiri melihat tingkah pria enam puluh tahun tersebut, tapi patut dicontoh. Harusnya kalau belajar urusan wanita itu adalah pada Ayahnya.

Perasaan marah perlahan hilang diganti dengan syahdu, Fira terbawa perasaan dan malah mencium pipi putih pria yang telah menemani hidupnya selama tiga puluh tahun tersebut."Paman, terimakasih. Paman selalu memperlakukan ku dengan baik, aku tidak menyesal saat masih delapan belas tahun menikah dengan mu. Kira-kira sekarang bagaimana kabar kak Andrian ya?"

"Apakah kamu masih ingin mengenang masalalu? Dia sudah menikah dan punya lima orang anak, padahal dulu aku yang ingin punya lima orang anak," balas Maulana sambil mengambil tart lalu menyuapkannya ke dalam mulut Istrinya.

"Andrian itu siapa? Apakah dia saingan Ayah?" tanya Tanvir penasaran.

"Mana mungkin Ayah mu punya saingan, seorang Suami itu memiliki hak penuh terhadap Istrinya. Ibu mu adalah Istri sah Ayah secara hukum dan agama, jadi pria lain itu bukan disebut saingat. Melainkan calon pengikut iblis kalau sampai berani menganggu rumah tangga orang," balas Maulana.

"Ayah, aku sudah selesai. Aku berangkat ke kantor dulu." Zein bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil tangan Ayah dan Ibunya dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Hati-hati, kalau kamu merasa tidak sehat, lebih baik jangan dipaksakan," pesan Maulana.

"Baik, Ayah. Aku pamit, Assalamualaiku," balas Zein. Setelah itu ia melangkahkan kaki meninggalkan meja makan. Tanvir pun menyelesaikan makanannya, ia segera menghampiri kedua orang tuanya lalu mengambil tangan mereka dengan buru-buru dan mencium punggung tangannya.

"Ayah, Ibu, aku berangkat dulu," katanya sambil berjalan.

"Paman, aku sangat beruntung memiliki seorang anak yang begitu baik dan sholeh. Tapi ... aku rasa Tanvir lebih mirip dengan ku, dan Zein mirip dengan mu. Lihat ... Zein begitu sopan dan tidak banyak bicara, mirip seperti Paman saat masih muda. Sekarang pun sebenarnya sama kecuali kalau pada ku, Paman akan mulai jahil," kata Fira melirik Suaminya.

Cup ...

Maulana mengecup pipi putuh tersebut."Sayang, kalau bukan kamu yang aku jahili lalu siapa? Mana mungkin aku akan bersikap seperti itu pada wanita lain."

Wanita itu mengangguk, ia pun menyandarkan kepalanya di dada sang Suami. Meski tidak muda lagi, tapi pria itu tetap selalu romantis.

##

"Kak Zein, Tunggu!" Tanvir berjalan menghampiri Kakaknya.

Zein menghentikan langkah kakinya, ia membalikkan tubuh dan menatap adiknya penasaran.

"Kak, semalam Faeyza menghubungimu tidak?" tanya Tanvir penasaran.

"Benar, apakah kamu tidak mengatakan kalau kamu meminjam ponsel ku?" balas Zein balik tanya.

"Tidaklah, aku lupa. Kak, kita ini saudara. Kakak tahu kalau aku menyukainya, aku harap Kakak tidak akan tebar pesona padanya bukan?" kata Tanvir memberi peringatan pada saudaranya tersebut.

Zein tersebum tipis."Jodoh itu di tangan Allah, sekalipun bukan aku yang mendekatinya kalau memang dia bukan jodohmu, kamu juga tidak akan bisa menentang takdirNya."

"Kak Zein, aku hanya minta Kakak itu tidak berusaha menarik perhatiannya," geram Tanvir.

"Insya Allah, sudalah Kakak mau kerja dulu. Kakak doakan kamu akan mendapatkan wanita baik dalam hidup mu," jawab Zein masih dengan senyum kecilnya, ia segera melangkahkan kaki dan masuk ke dalam mobil. Tak lupa melambaikan tangan pada Adik kesayangannya tersebut.

Tanvir berdecak kesal melihat tingkah saudaranya tersebut, akhir-akhir ini dia memang selalu jengkel pada manusia satu itu. Selalu saja selangkah lebih depan dari pada dirinya dalam mengambil hati seorang wanita. Ia baru ingat kalau hari ini di kampus adalak kelas ketua kaprodia, dia adalah sosok dosen yang cantik, mungkin kalau didekati untuk melihat reaksi gadis pujaannya menyenangkan.

"Aku rasa bu Fitri sangat lembut, kalau aku mendekatinya mungkin akan lebih baik. Aku yakin Faeyza pasti akan cemburu, lalu memohon pada ku agar tidak mendekati wanita lain lalu menyatakan perasaannya padaku." Pria otu tersenyum sendiri, matanya menerawang membayangkan sosok pujaan hatinya memohon agar tidak ditinggalkan.

Drag ...

Drag ...

Faeyza berlari mengejar Tanvir, ia mengambil tangan pria tersebut."Tanvir, aku tahu kalau selama ini aku salah. Harusnya kau sadar kalau hanya kamu yang aku cintai, aku mohon kamu janga bersama bu Fitri. Kamu menikah dengan ku saja, kamu tidak keberatan bukan?"

Tanvir tersenyum sendiri, tanpa sadar supirnya menahan senyum melihat Tuan Mudanya senyum-senyum sendiri karena mengkhayalkan sosok pujaan hatinya."Sepertinya Tuan Tanvir harus bersaing dengan mas Zein dalam mendapatkan seorang wanita," bisiknya pada pengawal sebelahnya. 

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now