Episode 64

67 5 0
                                    

Tanvir masuk ke dalam mobil Zein bersama Nita, tidak ada yang menyuruhnya tapi juga tidak melarangnya. Sengaja duduk di depan pujaan hatinya tanpa perduli dengan Nita, gadis itu diabaikan seperti tidak ada.

Faeyza sangat tidak nyaman dengan Adik iparnya tersebut, khawatir kalau nanti ada keributan yang tidak perlu. Ia memilih menyamankan diri di pelukan sang Suami.

"Tanvir, kenapa kamu tiba-tiba masuk ke sini?" Tanya Zein heran, dia tahu kalau adiknya itu punya mobil sendiri bahkan mobilnya terparkir tidak jauh dari mobil miliknya.

Tanvir memalingkan wajah, mana mungkin dirinya mengaku kalau ingin mengganggu keromantisan, Kalau tahu dirinya sengaja masuk mobil saudara kembarnya hanya untuk menganggu keromantisan sepasang pengantin baru itu, yakin pada saudaranya itu akan marah dan tidak lagi mengizinkan dia kerja di ZEM.

Zein mengerutkan kening, dia semakin curiga pada Adiknya ini. Ia yakin kalau sang Adik hanya ingin menganggu Faeyza, tapi sebagai seorang muslim dirinya dilarang untuk berburuk sangka terhadap sesamanya.

“Tanvir, ketika ada seseorang yang bertanya padamu, bukankah sopan jika kamu memberikan jawaban? Bukan justru memalingkan muka seperti orang yang ketahuan niat jahatnya.”

Tanvir kembali memandang saudaranya itu, sial sekali dirinya kalau sudah berhadapan dengan sang kakak. Pria itu selalu menggunakan kalimat yang sangat halus tetapi jelas itu menyindir.

“Kak, aku hanya ingin saja kita terlihat seperti saudara. Kita pergi bersama, seperti saat kita masih muda. Kakak janga berburuk sangka padaku.”

“Tidak, kakak tidak berburuk sangka padamu, Tanvir. Hanya saja …” Zein melihat keluar dimana mobil adiknya itu terparkir dengan indah tepat di belakang mobilnya.

“Mobil mu itu bukankah tidak jauh dari mobil ini, bahkan tepat di belakang mobil ini."

Tanvir menoleh pada mobil miliknya, memang benar kalau mobil miliknya tepat berada di belakang mobil saudaranya tersebut. 

"Mas, mungkin Tanvir memang ingin naik mobil Maz ini. Bagaimana kalau kita mengalah saja, kita naik mobil lain. Maz kan punya banyak mobil," sahut Faeyza malas meladeni Tanvir.

Tanvir mendelik tajam, dirinya sengaja masuk ke dalam mobil saudaranya tersebut adalah untuk membuat mereka tidak selalu bermesraan, kalau mereka keluar dan pindah mobil bukankah itu sama saja.

“Za, kamu ini kenapa si?! kalian mau pergi ke Maula publisher bukan? Kalau begitu kenapa kamu tidak boleh ikut? Sudahlah, satu mobil saja lebih asik. Kalau kamu merasa terganggu karena mau berbuat …” Dia tidak melanjutkan ucapannya saat melihat tatapan Zein, pria itu seperti sedang mengisyaratkan untuk tidak membuat keributan yang sangat tidak penting.

“Sudah, tidak perlu ribut. Kalau memang kamu ingin kita pergi bersama, aku tidak masalah. Aku yakin Istriku juga tidak akan keberatan.”

Pria tersebut mengalihkan perhatiannya pada sang Istrinya. Sang Istri mengangguk dan semakin mengeratkan pelukannya.

Nita tersenyum sendiri, dia merasa iri pada sahabatnya tersebut. Sang sahabat memiliki seorang Suami yang begitu sangat perhatian bahkan tidak segan memeluk dirinya di depan banyak orang 2 artinya lebih dari satu itu bisa dianggap banyak.

“Jalan, pak.”

Zein memberikan perintah, Sodiq menghidupkan mesin lalu melajukan mobil tersebut. Selama bekerja dengan pria tersebut, dia selalu diperlakukan dengan sangat baik bahkan tidak pernah mendapatkan penghinaan atau perlakuan tidak baik.

Mansion Mizuruky …

Wajah cantik meski sudah tidak muda lagi, bibir cemberut karena tidak mendapat izin keluar dari sang Suami. Fira terus menatap sang Suami kesal sedang yang ditatap sama sekali tidak perduli, wanita itu sedang demam tapi maksa ingin keluar untuk jalan-jalan, sebagai seorang Suami dirinya tidak akan membiarkan sang Istri membuat dirinya sendiri dalam bahaya.

“Paman, kamu sampai kapan memenjarakanku seperti ini?” tanyanya kesal.

“Sayang, Suamimu ini tidak mungkin memenjarakanmu. Tapi kondisi tubuhmu sedang tidak baik, sebagai seorang Suami, mana mungkin aku akan membiarkan istriku pergi keluar rumah.” Maulana menghentikan kerjanya, ia memandang sang Istri dengan senyum manis.

Fira masih merengut sebal, dia tidak terima dengan ucapan sang Suami. Sudah tiga puluh tahun menikah, tapi tetap saja pria satu itu menyebalkan dan tidak pernah berhenti untuk terus membuat dirinya kesal seharian meski juga kalau suruh milih tetap tidak mau kehilangan.

“Oh, ya. Aku harus menghubungi Zein dulu.” Maulana mengambil ponsel, ia menghubungi nomer sang buah hati.

Dalam mobil Zein mengambil ponsel miliknya lalu menjawab telepon dari sang Ayah, pria paruh baya itu sangat suka melakukan video call hingga terkadang harus pasang wajah senyum kalau tahu dirinya pucat atau kesal maka bersiaplah untuk terkena amukan atau ceramah.

“Assalamualaikum, Ayah.”

Tanvir segera pindah ke tempat lain, tempat yang tidak terlihat oleh orang tuanya tersebut tapi membiarkan Nita berada di belakang kakaknya. Maulana mengerutkan kening melihat seorang gadis lain duduk di belakang tempat duduk anaknya tersebut, tapi dirinya mana mungkin akan menuduh orang sembarangan.

“Wa'alaikumussalam, Zein, siapa gadis di belakangmu itu?”

Zein menoleh kebelakang, ternyata Adiknya malah pindah posisi agar tidak terlihat oleh Ayahnya. Ia kembali memandang sang Ayah yang ada di layar telepon.”Nita, sahabatnya Faeyza juga pacarnya Tanvir.  Ayah tenang saja, Tanvir juga ada di sini.”

Tanvir mendelik galak mendengar ucapan saudaranya, bisa-bisanya tidak membiarkan dirinya untuk bersembunyi. Sedang Faeyza hampir terlelap dalam tidur, nyaman sekali saat berada di pelukan Suaminya hingga rasa kantuk selalu menyerang.

“Zein, kamu romantis sekali, mirip dengan Ayah saat masih muda. Ibumu bahkan suka sekali tidur sambil memegang jimat Ayah, apalagi di bagian bulu, dia sangat suka.” Maulana bermaksud mengatakan memegang tasbih yang ujungnya menggunakan benang halus. Tapi Fira yang duduk di sampingnya melotot kesal dan mengira kalau yang dimaksud sang Suami adalah yang lain.

“Paman, kamu jangan mengajari anakmu mesum sepertimu. Siapa yang memegang bulu jimat mu.”

“Sayang, bukankah kamu bilang kalau waktu itu tidak terlalu suka butiran tasbihnya kamu lebih suka memegang benang halusnya, sekarang jadi berubah?” balas Maulana membuat wajah wanita empat puluh delapan tahun itu bersemu merah tapi juga dongkol karena sudah terkena kejahilan Suaminya.

"Kenapa Paman selalu menggunakan bahasa ambigu, huh."Fira bersedekap dada lalu memalingkan wajahnya dari sang Suami.

Maulana terkekeh pelan, ia kembali fokus pada layar ponsel."Zein, nanti kamu gantikan Ayah dulu ya? Kamu sudah terima berkas dari Yayang bukan? Sebenarnya tidak harus Ayah turun tangan menangani masalah ini. Tapi buku-buku yang belum diterbitkan itu sudah menerima DP, seingat Ayah, Hernandez tidak pernah mengeluarkan aturan kalau setiap penulis akan mendapatkan DP."

"Ayah, apakah Ayah ingin aku menemui CEO Hernandez?" Tanya Zein.

" Benar, kamu temui dia dan tanyakan yang sebenarnya. Ayah tidak bisa keluar rumah, Ibumu sakit, Ayah harus menjaganya," jelas Maulana.

" Baik, Ayah," jawab Zein. Maulana mengangguk setelah itu dia segera menutup panggilan teleponnya.

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now