Episode 29

238 15 0
                                    


Rasanya Faeyza sangat malu karena bersikap bar-bar, Suami baru masuk seharusnya disambut dengan salam penghomatan atau kelembutan, bukan malah ditimpuk pakai vas bunga untung tidak pecah karena ditangkap oleh sang Suami setelah mengenai kekepala pria tersebut.
Diam-diam matanya memperhatikan Zein yang sedang berdiri di depan cermin memunggunginya, rasanya sangat penasaran apa yang sedang dilakukan oleh pria tersebut bahkan ingin mengintip dari pantulan cermin  pun tak bisa karena terhalang oleh punggung lebarnya.
“Iza.”
Faeyza langsung tersentak ketika namanya di panggil.”Ya, ada apa mas Zein?” tanyanya mendadak gugup.
“Kamu sedang apa di situ? Apakah kamu sudah sholat dhuhur?” tanya Zein sambil menolehkan kepalanya ke belakang.
“Ah.” Gadis itu baru ingat kalau dirinya belum melaksanakan sholat dhuhur karena sibuk memperhatikan Suaminya.
“Maaf, mas. Aku belum sholat, tapi … sebenarnya apa yang sedang mas lakukan di depan cermin seperti itu?” tanya Faeyza penasaran.
“Aku? Aku sedang melepas kancing baju,” jawab Zein dengan senyum manisnya, ia membalikkan tubuh tanpa mengancingkan bajunya terlebih dulu karena sebenarnya memang ingin dilepas tapi almarinya ada di belakang Istrinya hingga harus berjalan kearah gadis cantik itu.
Jantung Faeyza berdegup dengan cepat, ia mengedipkan matanya dengan lambat. Baru kali ini melihat bentuk tubuh seorang pria tanpa ada penghalang, dia tidak menyangka kalau sang Suami memiliki bentuk tubuh yang sangat menawan, dadanya bidang dan perutnya kotak-kotak, dan pria itu selalu menyembunyikan di dalam kemejanya.
Pikiran liar gadis itu bulai berjalan, dalam bayangannya. Zein semakin mendekat kearahnya lalu melepaskan kemejanya secara penuh, jemari lentiknya menyentuh wajah cantik Faeyza lalu menariknya masuk ke dalam pelukan hangatnya.
“Malam ini … malam ini … malam ini aku akan …”
“Tidak!” Tiba-tiab saja gadis itu berteriak membuat Zein terkejut dan heran melihat Istrinya berteriak, ia bahkan sampai menghentikan kegiatannya mengancingkan kemeja yang baru saja dipakai mendengar teriakan tersebut.
Mata gadis itu masih melebar, dia belum sadar sepenuhnya kalau barusan hanyalah sebuah hayalan belaka, karena nyatanya Zein masih mengenakan baju lengkap dan pria itu berdiri di belakangnya.
“Iza.” Zein menghampiri sang Istri untuk memastikan bahwa kejiwaan gadis itu belum bergeser.
Faeyza tersentak, perlahan ia mengalihkan perhatiannya pada Suaminya. Matanya memperhatikan penampilan pria itu, masih rapi sekalipun kemajanya sudah berganti dan dirinya juga tidak dipeluk.
“Iza, kamu kenapa? Apakah kamu sedang memikirkan sesuatu? Kenapa kamu tiba-tiba berteriak?” tanya Zein khawatir.
“Mas Zein, tadi mas mengatakan kalau malam ini …” Faeyza tidak meneruskan ucapannya, khawatir kalau dia akan malu sendiri karena ketahuan mengkhayal.
“Malam ini? Malam ini aku akan mengajak mu pergi ke rumah Nenek ku, itu kalau kamu bersedia,” balas Zein menjelaskan. Kecewa sedikit kecewa karena ternyata pria itu bukan mengajak malam ini untuk melakukan olah raga ranjang.
“Kenapa ekpresi mu seperti itu? Apakah kamu merasa kecewa?” tanya Zein tidak mengerti.
“Bu-bukan, mas. Aku bukan bermaksud seperti itu, hanya aku pikir kalau malam ini kita akan …” Faeyza menggantungkan ucapannya, wajahnya sudah memerah karena malu.
“Akan? Akan apa?” balas Zein semakin tidak mengerti.
‘Duh kenapa mas Zein malah tanya si, kenapa juga tidak paham juga maksudku?’ Faeyza gelisah sendiri, tidak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin juga kalau dirinya harus mengatakan yang sesungguhnya.
“Sudah, kamu belum sholat bukan? Sekarang kamu sholat dulu, aku akan menunggu mu di bawa. Kita akan makan siang bersama,” kata Zein lembut sambil meraih tangan Istrinya dan menggenggamnya lembut.
Faeyza melebarkan matanya melihat jemari lentik milik Suaminya menggenggam tangannya, rasanya seperti mimpi mendapat perlakuan seperti itu. Membicarakan masalah mimpi, hingga sekarang dia masih tidak tahu siapa sosok pria yang ada dalam mimpinya tersebut. Kalau memang itu adalah Zein, kenapa wajahnya terlihat murung dan sedih?
“Iza,” panggil Zein melihat Istrinya masih melamun, sebenarnya dia sangat penasaran. Apa si yang membuat gadis itu terus tidak fokus, seperti sedang memikirkan hal yang lain.
“Ya.” Faeyza kembali tersentak.
“Mas memanggil ku?” tanyanya memastikan. Pria itu tersenyum lembut, gadis itu memang tidak fokus tapi dirinya harus sabar menghadapi seirang gadis yang masih remaja.
“Iza, dari tadi tidak fokus? Mas bicara pada Iza pun, Iza tidak fokus. Apakah mas boleh tahu, apa yang sedang Iza pikirkan?” balas Zein.
Gadis itu tersenyum canggung, mana mungkin dirinya bisa berkata jujur kalau sekarang sedang memikirkan tentang olah raja ranjang, tapi kalau soal mimpi, mungkin tidak masalah.
“Mas, aku akan cerita. Tapi tidak enak kalau sambil berdiri, kaki pegel, mas.”
“Baiklah, mari kita duduk dulu.” Zein menuntun tangan gadis itu lalu membawanya duduk di atas ranjang, jarak mereka sangat dekat hingga debaran jantung tak bisa dikendalikan.
“Anu … mas, tadi aku bermimpi tentang Maulana lagi. Dia terlihat sedih tapi dia juga mengucapkan selamat pada ku, mas. Apakah mas tahu apa artinya?” kata Faeyza, ia menoleh kearah sang Suami.
“Iza, kalau kamu mengartikan bahwa mimpi itu adalah seseorang. Maka orang itu sedih karena kamu telah menikah, tapi dia mencoba untuk menerima kenyataan bahwa sekarang kamu telah menikah. Sekarang mas giliran tanya, sudah terjawab bahwa pria dalam mimpi mu itu bukan mas. Dan … apakah sekarang Iza menyesal menikah dengan mas?” balas Zein, ia juga penasaran bagaimana jawaban dari Istrinya tersebut.

" Tidak lah, mas. Mana mungkin aku menyesal, aku suka sama mas. Mas ganteng si, mas juga baik dan sopan. Mas anunya juga bagus." Wajah Faeyza memerah saat menyebut kata anunya sebenarnya dia ingin menyebut kata bentuk tubuh tapi sangat malu.

Zein tersenyum, dipuji secara terang -terangan oleh Istri sendiri, sungguh malu rasanya." Baiklah, kamu sholat dulu. Mas tunggu di sini."

Ha?

Faeyza kelabakan, kalau sholat artinya harus ganti baju karena tidak mungkin pakai baju pengantin." Mas, aku harus ganti baju. Artinya aku harus melepaskan dulu bajuku. Mas ... Apakah mas akan tetap duduk di sini saat aku melepaskan baju ku?" Tanyanya salah tingkah.

" Apakah itu sebuah masalah?" Balas Zein, baginya apa haram sebelum menikah kini menjadi halal termasuk memandang tubuh wanita yang dinikahinya.

' kalau ditanya masalah atau tidak si, tentu saja tidak masalah. Tapi kan aku sangat malu, meski aku seorang wanita, tubuh ku tidak semulus punya mas Zein' batinnya.

" Iza malu?" Tebak Zein. Lembut dan selalu penuh kasih sayang.

Dok

Dok....

Suara gedoran pintu memekakan telinga, Zein bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri pintu tersebut. Ia mengulurkan tangannya meraih gagang pintu lalu memutarnya, terlihat Tanvir berdiri dengan ekspresi sulit ditebak. Matanya ingin mengintip ke dalam kamar Kakaknya, tapi karena tubuh Zein lebih tinggi, hingga tak bisa melihat apa yang ada di dalam.

' aku pikir bisa melihat Faeyza ganti baju' pikirnya jengkel.

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now