Episode 46

191 5 2
                                    

Syok dan terkejut mendengar pengakuan langsung dari sang Suami, ia bahkan tidak tahu harus berkata apa untuk menghibur pria itu atau sekedar menenangkannya. Tubuh Faeyza hampir merosot kalau Zein tidak menangkapnya, menatapnya dengan bingung dan khawatir.

"Iza, kamu kenapa? Apakah kamu baik-baik saja?"

Tanpa sadar air mata wanita cantik itu mengalir, dia tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan sang suami ketika menerima berita tentang penyakitnya itu. Tapi ia merasa malu sendiri, pria itu terlihat begitu tenang bahkan seakan tidak terjadi apapun sedang dirinya justru ketakutan tak jelas.

"Maz, apakah Maz tidak merasa takut sama sekali?" iris kecoklatan itu memantap iris safir sang suami, menyelami rasa yang mungkin terdapat dalam hati.

"Iza, dulu Mas merasa takut. Tapi... Mas ini hanya manusia biasa, Mas hanya bisa berusaha melakukan yang terbaik menurut kesanggupan Maz, selebihnya Maz serahkan pada Allah. Maz yakin, Allah akan memberikan yang terbaik untuk Maz. Dengan ujian ini, Maz diingatkan bahwa suatu hari nanti Maz akan kembali padanya, karena itu Maz tidak boleh bersikap lalay," jawab Zein lembut dan sabar.

Faeyza tertegun, tidak semua orang mampu bersikap sabar dan tetap ikhlas serta tawakkal ketika mendapatkan ujian. Ternyata dirinya mendapatkan pria yang langka dan sangat baik, ia yakin kalau pria itu mampu menjadi Imam Dunia akhirat.

"Maz, mulai sekarang, aku akan menjaga Maz dan merawat Maz dengan baik. Kalau Maz merasa sakit atau merasa tidak nyaman, Maz katakan saja pada ku. Jangan dipendam sendiri."

Zein tersenyum."Iya, Insya Allah. Sudah, ayo kita berangkat. Tugas merangkum Iza sudah dibawa bukan?"

Faeyza mengangguk, sebenarnya yang mengerjakan tugas adalah Zein karena dia mana bisa merangkum buku berbahasa Inggris.

Di luar Tanvir berdiri di samping mobil, ia akan melanjutkan rencananya, yang pertama akan mengatantarkan wanita yang dicintainya itu ke kampus, tidak masalah juga menjadi supir pribadi.

Bibirnya tersenyum ketika Faeyza keluar dari dari pintu, tapi senyum itu luntur lantaran pujaan hatinya bersama Zein.

"Tanvir, bukankah tadi kau bilang akan pulang?" tanya Zein heran melihat sang Adik masih ada di rumahnya.

" Tidak, kak. Aku akan mengantarkan Faeyza ke kampus, maksudnya kita berangkat bersama. Kak Zein berangkat ke kantor saja, bukankah Kakak ada meeting penting," jawab Tanvir sok bijak.

" Tidak perlu, daripada aku berangkat bersama mu. Lebih baik aku naik taksi atau diantar supir," tolak Faeyza tegas, dia yakin kalau adik iparnya itu punya niat buruk.

"Za, kamu jangan gitu dong. Aku ini sudah berniat baik pada mu, kenapa kamu sok jual mahal banget si," balas Tanvir kesal.

"Harus dong, karena aku berharga dan sangat mahal," tegas Faeyza tak kalah jengkel.

"Sudah, kalian berdua tidak perlu ribut. Tanvir, Faeyza akan berangkat bersama kakak. Kamu berangkat saja duluan, oh... Bukankah kamu masih seorang Presiden Direktur ya di ZEM? Kalau nanti kakak telat, kamu saja yang mewakili kakak. Tapi InsyaAllah tidak akan telat," kata Zein, kemudian dia tersenyum saat memandang sang Istri.

Tanvir mengangguk kesal, tapi tak berani mengatakan."Baik, kalau begitu aku pergi dulu." Dia langsung membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam mobil setelah itu melakukan mobilnya.

"Maz, sepertinya Tanvir kesal. Apa tadi aku salah?" tanya Faeyza merasa tidak enak hati.

"Tidak, kamu tidak salah. Apa yang kamu lakukan itu sudah sangat benar, seorang pria dan wanita yang bukan mukhrim, tidak boleh berduaan dalam satu mobil. Apalagi Tanvir sepertinya memiliki perasaan khusus pada mu, Maz masih ragu kalau dia sungguh mampu melupakan Iza," balas Zein lembut, ia menggerakkan tangannya menyentuh wajah cantik sang Istri.

"Kamu sangat cantik, Sayang. Pantas Tanvir menyukaimu, kamu juga mampu membuat Maz merasa bahagia saat di... "

Faeyza menepis tangan sang Suami, wajahnya sudah merah karena malu. Dia bahkan langsung masuk ke dalam mobil milik Suaminya, tak berani mendengar kalimat lanjutkan dari pria itu, karena pasti akan lanjut dengan urusan ranjang.

Zein tersenyum melihat sikap malu-malu sang Istri, padahal semalam gadis itu menyerahkan tubuhnua secara suka rela dan iklas tapi sekarang malah malu.

Pria itu menyusul sang Istri masuk ke dalam mobil."Jalan, kita ke kampus Madangkara dulu.".

"Baik, Mas." Supir itu melajukan mobil menuju universitas Kadangkara.

Sepanjang perjalanan Faeyza tidak berani menoleh pada sang Suami, dia sibuk pada ponsel, matanya terbelalak melihat gaji CEO di Indonesia rata-rata antara 130 - 250 juta berdasarkan pencarian Google, ia penasaran tentang gaji Tanvir dan penghasilan Suaminya dalam satu bulan.

"Maz, berapa gaji Tanvir dalam sebulan?" tanyanya, lupakan dulu perasaan malunya untuk menatap paras rupawan sang Suami.

"Maz tidak tahu, kalau di ZEM sekitar 300 juta. Kalau kurang dari itu dia akan ngambek dan protes langsung sama Maz, sedangkan kalau Maz gaji CEO di perusahaan cabang antara 140 sampai 250 juta. Kenapa Iza tiba-tiba tanya begitu?" balas Zein menoleh pada sang Istri.

" Maz, Tanvir itu kan punya perusahaan di bidang perhiasan juga. Memangnya Maz tidak takut kalau hasil desain tercuri?" tanya Faeyza lagi.

"Tidak, Tanvir bukan orang yang seperti itu. Kalau urusan bisnis dia tidak suka main curang," jawab Zein.

"Ternyata tiap bulan gaji CEO itu sangat tinggi, pantas saja waktu itu Ibu ku dihina oleh Istri seorang CEO. Beli sayuran saja pakai kartu, mana ada di pedagang sayur alat buat masukin," celoteh Faeyza, dia selalu merasa jengkel setiap kali mengingat semua hinaan itu.

"Iza sabar saja, sebenarnya... Seberapa pun kaya orang itu, tidak akan bisa buat jaminan masuk surga kecuali digunakan untuk amal shaleh." Zein meraih tangan sang Istri lalu menggenggamnya.

Faeyza mengangguk." Maz benar, Maz hari ini aku tidak ke kantor ya? Aku capek, aku mau pulang kerumah Ibu setelah kuliah. Nanti Maz jemput aku di sana saja, Maz tidak keberatan bukan?"

"Iya, nanti Maz akan langsung ke sana setelah semua pekerjaan Maz selesai. Salam untuk Ayah dan Ibu," balas Zein. Gadis itu kembali mengangguk, ia menyandarkan diri di dada sang Suami.

***

Tanvir memukul setir, dia sangat kesal dengan saudaranya. Pria itu mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya lalu menghubungi seseorang."Hallo, Antonio. Kamu bawa orang-orang mu untuk mencelakai orang, tapi jangan sampai membunuhnya."

Tanvir tersenyum licik setelah melakukan hal itu." Astaghfirullah, kenapa sekarang aku menjadi jahat? Aku bahkan menyuruh orang untuk mencelakai kak Zein, tapi itu salah Kakak sendiri. Dia sudah merebut kekasih ku, Faeyza seharusnya menjadi milikku. dia harusnya menikah dengan ku, aku bahkan telah melakukan banyak cara untuk mendapatkan hatinya."

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now