Episode 55

149 8 4
                                    

Terimakasih, karena sudah dapat 7 k yang baca jadi aku masukin bab lagi.
****

Setiap manusia memiliki perasaan, terutama seorang wanita. Dia akan merasa sangat sakit ketika pria yang dicintainya lebih memperhatikan wanita lain selain dirinya, entah wanita lain tersebut sahabat, saudara ipar atau juga yang lain.

Nita, seorang gadis muda 19 tahun. Dia juga sangat sedih dan tidak enak hati ketika seorang pria yang baru kemarin menyatakan perasaan terhadapnya bahkan ingin menikahinya justru memberikan sebuah bunga mawar dengan harga fantastis pada perempuan lain.

Faeyza memperhatikan sahabatnya itu, yang tadinya cerah kini terlihat muram, itu pasti karena mendengar Tanvir memberikan bunga untuk dirinya. Sebagai sesama perempuan, dia mengerti bagaimana perasaan sahabatnya tersebut.

Gadis itu menggenggam tangan Nita, sedikit meremasnya."Nit, aku tidak bermaksud melukai perasaan mu. Aku juga tidak bersedia menerima bunga dari Tanvir, aku tahu kau pasti kecewa karena dia memberikan bunga itu untuk ku bukan untuk mu. Bagaimana kalau aku pesankan bunga seperti itu untuk mu?"

Entah harus menjawap apa dengan pertanyaan dari sahabatnya itu, Nita sendiri juga bingung. Dia ingin bunga dari Tanvir bukan bunga dari sesama perempuan, tapi tidak tahu juga bagaimana menolaknya.

"Haduh, Za. Kamu ini tidak peka banget si, Nita mana mau bunga dari mu. Dia ingin bunga dari calon Suaminya, bukan dari kamu," sahut Rico yang munculnya dari balik pintu, secara tidak sengana dia mendengarkan perbincangan kedua sahabatnya itu, karena merasa gemas akhirnya ikut menyahut.

Faeyza dan Nita mengalihkan perhatiannya pada pria tersebut, mereka mengikuti arah gerak sahabatnya tersebut hingga pria itu menarik kursi dan duduk di depan mereka.

"Aku kan hanya mengganti bunga yang Tanvir berikan pada ku, Co. Karena bunga itu oleh Maz Zein sudah diberikan pada Suster, aku merasa sangat bersalah," jelas Faeyza.

"Tetap saja."Rico sangat gemas dengan Faeyza, mana ada bunga digantikan.

"Terserahlah. Eh, bagaimana kalau hari ini aku traktir kalian makan bakso, ada bakso enak di pinggir jalan. Sepuasnya," kata Faeyza dengan penuh semangat dan hasrat untuk makan.

Rico dan Nita saling berpandangan, sudah menikah dengan miliader masih saja kesukaannya bakso 10 ribu pinggir jalan.

"Kenapa?" Tanya Faeyza heran dengan sikap kedua sahabatnya itu.

"Tidak apa, baiklah. Kita akan makan bakso pinggir jalan tapi aku juga ingin makan yang lain, akan pesan makanan. Yang penting tempatnya pinggir jalan, kita ajak yang lain juga. Za, kamu harus naik pangkat, traktir semua teman sekelas kita," jawab Rico tanpa merasa bersalah.

Nita menahan tawa melihat ekspresi Faeyza yang berubah aneh, Rico memang suka jahil tapi anggap saja sebagai sedekah.

"Sudalah, Za. Terima saja."

"Baiklah, ayo kita ajak semua teman sekelas." Faeyza menyerah dengan kedua sahabatnya itu, tapi dia merasa sedikit lega karena Nita tidak lagi bersedih.

***

Tanvir baru saja sampai di Universitas Madangkara, di tangannya sudah terdapat sebuah liontin berlian pink. Dia ingin memberikan cincin itu pada Faeyza, sebagai tanda cinta tapi jangan sampai ditolak lagi.

Dengan langkah ringan pria itu memasuki ruang kelasnya, tapi sepertinya gadis itu sedang membahas sesuatu lebih cincin itu disembunyikan terlebih dahulu agar tidak ada yang tahu lalu dirinya bergabung bersama Faeyza, Rico dan Nita.

"Pagi, kalian bahas apa?" Tanyanya basa-basi, dia berjalan mencari tempat duduk di samping Faeyza.

Suasan mendadak tidak nyaman setelah kehadiran pria tersebut bermata kecoklatan tersebut, Nita bahkan enggan untuk memberikan jawaban atau sekedar menyapa.

Rico mendengus kesal dengan kehadiran Tanvir, Faeyza merasa heran dengan pria tersebut. Sebagai seorang CEO, pria itu terlalu santai hingga bisa dengan mudah datang ke kampus hanya untuk ikut ngobrol.

"Tanvir, kau datang ke sini, apakah di kantor kau tidak ada pekerjaan? Perasaan kerja mu hanya main -main saja. Kau tidak akan menyerahkan pekerjaan mu pada Maz Zein lagi bukan? Tapi kau ingin makan gaji buta," tegurnya keras.

"Apaan si Za?! Aku kan ke sini memang untuk kuliah, kenapa kau harus bawa-bawa pekerjaan kantor segala. Aku tidak harus datang ke kantor kok, aku bisa kerja secara online. Sebaliknya kamu, kamu itu sebagai OG tapi kenapa di sini? Apakah pekerjaanmu sudah selesai? Atau ... Apakah hanya karena kamu Istri dari Owner ZEM, kamu bisa makan gaji buta?!" Balas Tanvir tidak kalah galak, ia tersenyum mengejek. Bagaimana pun juga dirinya seorang Boss, kerja secara online kalau tidak penting -penting banget juga tidak masalah bukan? Berbeda dengan Faeyza, seorang office girl kalau kerjanya secara online, bagaimana cara menyapu dan mengepel lantai?.

Faeyza kehabisan kata melawan adik iparnya tersebut, apa yang dikatakan semuanya sangay benar. Dia pun bangkit dari tempat duduknya."Baik, Pak. Saya akan kembali ke kantor untuk bekerja, lagi pula hari ini tidak ada kelas. Jadi aku bisa pergi." Dia menoleh pada Nita dan Rico secara bergantian.

"Setelah kerjaan ku selesai aku akan mentraktir kalian, Rico, kau chat saja semua teman-teman sekelas kita. Aku pergi dulu ya, Assalamualaikum." Gadis itu melangkahkan kaki meninggalkan ruang kelasnya, tidak betah lama-lama bersama Adik iparnya.

Eh???

Rico dan Nita heran melihat sahabatnya itu, tiba-tiba keluar dan pergi ke kantor untuk kerja.

ZEM Corporation...

Hari ini Zein pergi ke perusahaan karena lagi-lagi adiknya izin karena kuliah, sebenarnya dokter belum mengizinkan untuk keluar dari rumah sakit karena kondisinya belum stabil, tubuhnya juga masih lemah.

Sebagai Owner, dia sudah memperkejakan Tanvir sebagai pengurus perusahaan dengan jabatan CEO, hingga dia bisa istirahat di rumah dan memerima laporan pekerjaan baik keuntungan atau pun bila ada kerugian, tapi sekarang justru harus memaksakan diri untuk pergi ke kantor lantaran sang adik sibuk sendiri.

" Dasar Tanvir sialan, dia selalu saja gangguin orang." Faeyza terus mengomel sambil mengepel lantai.

Soorr ..

Dia terbiasa mengepel di rumah ibunya yang mini dan sederhana dengan cara menumpahkan air se ember hingga lantai becek, kalau di perusahaan besar seharusnya cukup menggunakan alat pel hingga tidak akan sampai membuat orang terpeleset jika melewatinya.

Syut...

"Waa...."

Bruk ...

Seorang pria memakai jas hitam terpeleset dan terjatuh karena genangan air.

Faeyza terkejut melihatnya, dia pasti akan dimarahi lalu dilaporkan ke HRD. Dia segera menghampiri pria tersebut dan berusaha membantunya berdiri, tapi setelah pria tersebut berdiri dengan tegak, ia malah mendapat makian.

"Dasar pegawai rendahan! Kerja tidak becus! Kamu mau membuat semua orang celaka dengan cara ngepel kamu seperti ini?!"

"Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud," jawab Faeyza menundukkan kepala takut. Dia belum pernah dibentak-bentak seperti ini, bahkan Suaminya saja selalu sayang dan perhatian.

'Maz Zein, tolong aku' batinnya berharap.

Zein melangkahkan kaki memasuki kantornya, ia mengerutkan kening melihat seorang Menejer mengomeli OG. Dia berjalan menghampiri mereka berdua.

"Menejer Rangga, mohon maaf atas ketidak nyaman Anda. Tapi ... Alangkah lebih baik ketika menegur pegawai tidak harus membentaknya, bukankah ini kesalahan yang pertama?"

Mendengar suara Suaminya, Faeyza langsung mendongakkan kepalanya menatap paras tampan tapi sedikit pucat di sampingnya tersebut.

"Maz Zein."

Rangga, sang Menejer mengangguk hormat. Lebih baik dia mengalah dulu dari pada dipecat oleh Ownernya itu, semua orang juga tahu kalau pria satu itu tidak suka kekerasan.

"Baik, Pak. Saya permisi."

Zein mengangguk, dia mempersilakan Menejer itu pergi setidaknya dari pada terus bersama Istrinya dan memelototi gadis tercintanya tersebut.

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now