Episode 45

170 8 0
                                    

Iris kecoklatan masih memperhatikan pria yang telah menikahinya tersebut, pria itu terlihat sedang menahan sakit, meski kelembutan tidak berubah tapi tetap saja perasaan aneh muncul dalam hatinya.

Zein mendongakkan wajahnya saat merasakan tatapan heran dari Istrinya." Iza, kenapa kau menatap Maz seperti itu?"

Faeyza menundukkan pandangannya, mengaduk makanan yang ada di depannya."Bukan, aku hany merasa kalau wajah Maz pucat, seperti orng yang sedang kesakitan."

Zein kembali menundukkan pandangannya, sebenarnya dia sendiri juga tidak tahu kenapa bisa masuk dalam mimpi orang hanya dengan niat dan membaca bismillah serta mohon petunjuk pada Allah.

"Maz baik-baik saja, hari ini Maz ada meeting penting dengan klien. Dia ingin memesan sebuah perhiasan berlian untuk Istrinya, apakah Iza ingin ikut?"

"Maz, sebenarnya jabatan Maz itu sebagai apa si? Perasaan semua pekerjaan malah Maz yang kerjakan. Maz ini seorang presdir atau CEO atau GM?" tanya Faeyza penasaran.

Zein tersenyum tipis, ia mengambil steak iga sapi lalu ditaruh di piring sang Istri." Iza, Maz ini hanya orang biasa yang mencoba untuk mendirikan usaha kecil- kecilan dengan menjual perhiasan khususnya yang terbuat dari berlian. Maz bukan orang yang menduduki jabatan tinggi seperti yang kamu sebutkan tadi."

Entah wanita itu lupa atau bagaimana, waktu itu Maulana sudah mengatakan bahwa Zein Ekky Maulana itu seorang owner perusahaan ZEM dan dia juga merangkap jabatan sebagai CEO, hingga para Komisaris atau direktur atau siapapun tidak ada yang berani mengganggu gugat kepuasannya karena dia adalah pemiliknya.

"Kalau begitu... Siapa pimpinan perusahaan berlian itu?" tangan Faeyza penasaran.

Zein menaikkan sebelah alisnya, perusahaan berlian itu tidak hanya satu, jadi wanita itu bertanya yang mana?

" Maksud ku... " ucapan Faeyza terhenti ketika suara seseorang terdengar menggema.

"Kak Zein...!!! "

Tanvir langsung berlari menghampiri saudaranya tersebut, di tangannya terdapat sebuah map entah apa isinya.

"Kakak, aku ingin menjual 50% saham perusahaan ZTM padamu."

Zein tercengang, tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba ingin menjual saham."Tanvir, kenapa kau ingin menjualnya? Bukankah perushaan mu baik-baik saja?"

'Tentu saja karena aku ingin kau di ZTM dan aku menjadi CEO di ZEM hingga bisa bertemu dengan Faeyza setiap hari' batin Tanvir.

"Kakak, aku butuh uang banyak. Aku mau membeli pulau untuk membuat rumah bersama Istri ku, " dustanya.

Uhuk...

Uhuk...

Zein terbatuk, semenjak semalam rasa nyeri itu belum reda, terkadang dia ingin mengelu dan menangis merasakan sakit yang kerap menyeranya.

"Maz, kamu kenapa?" tanya Faeyza khawatir, ia membantu mengusap - usap dada sang Suami.

Tanvir memandang kesal, rasanya ia ingin segera melenyapkan saudara laki-lakinya itu agar bisa mendapatkan wanita cantik yang kini selalu menjadi pujaan hatinya.

"Tidak apa- apa, Maz baik-baik saja, " jawab Zein mencoba untuk menenangkan hati wanita itu.

"Tanvir, Kakak akan tanya dulu pada Ayah."

Ha?

Tanvir langsung kelabakan, dia yakin kalau sampai saudaranya itu berbicara pada sang Ayah semua rencana akan langsung gagal dalam seketika."Tunggu, Kakak. Kak Zein jangan katakan pada Ayah, aku akan dimarahi kalau sampai Ayah tahu. Kakak aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memiliki perasaan pada Faeyza dan aku sudah memiliki calon Istri, karena itu aku butuh uang untuk beli pulau itu sebagai mahar."

Zein diam, dia merasa kalau alasan adiknya itu sangat tidak masuk akal. Mana mungkin sang Adik yang merupakan seorang miliader tidak mampu membeli sebuah pulau hanya sampai harus menjual saham.

"Kak, jangan banyak mikir. Anggap saja Kakak sedang membantu ku, Kakak bersedia bukan?" desak Tanvir.

"Baiklah, berikan dokumen itu. Kakak akan melihatnya dulu," jawab Zein tidak ingin terlalu memikirkannya.

Tanvir tersenyum senang, ia langsung menyerahkan map tersebut ke tangan saudara laki-lakinya itu.

Faeyza mengerutkan kening, matanya menatap adik iparnya itu curiga, ia merasa kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh sang adik ipar.

Uhuk...

Uhuk...

Dia ganti menoleh pada sang Suami, pria itu memang terlihat tidak sehat alangkah lebih baik tidak keluar tanpa menggunakan mantel atau jaket.

"Maz, aku akan ambilkan jaket dulu ya?"

Zein tersenyum."Maz adanya mantel bulu, Iza ambil yang warnanya biru saja."

"Ah, baik, Maz. Aku akan ambil dulu." Wanita cantik itu bangkit dari tempat duduknya lalu melangkah kaki meninggalkan sang Suami.

Iris safir Tanvir tidak sedikit pun teralih dari punggung mungil yang semakin menghilang.

Zein menengok sang Adik, ia menggelengkan kepala melihat sikap Adiknya tersebut, masih saja menatap punggung Faeyza tanpa berkedip.

"Tanvir, jagalah pandanganmu. Bukankah tadi kamu mengatakan kalau kamu sudah tidak lagi memiliki rasa pada Istri ku, kenapa sekarang cara menatap mu sangat dalam?"

Tanvir terkesiap, ia langsung mengalihkan pandangannya dari gadis pujaan hatinya."Bukan, Kakak. Tadi aku hanya tidak sengaja, aku sudah mengatakannya maka tidak akan ingkar." Alasannya.

"Baik, kita ke perusahaan sekarang. Sekalian penandatanganan, sebenarnya sangat disayangkan kalau kamu harus menjualnya, profit perusahaan mu ini bagus," kata Zein sambil menutup map yang berisi dokumen penting.

Tanvir sama sekali tidak perduli, dia hanya ingin selalu berada di sekitar Faeyza." Kalau tidak bagus juga mana mungkin Ayah akan membiarkan ku memimpin perusahaan itu."

Zein mengangguk, memang benar apa yang dikatakan oleh saudaranya tersebut.

Sementara itu,

Faeyza menatap heran obat-obatan yang ada dalam laci, dia sama sekali tidak kenal dengan jenis obat yang ada dalam laci tersebut.

"Ini obat apa? Kenapa banyak sekali? Apakah Maz Zein sungguh sakit serius?"

Cklek....

Pintu kamar terbuka, wanita itu menoleh kebelakang. Terlihat sang Suami melangkah kaki menuju dirinya."Maz."

Faeyza membalikkan tubuh dan berjalan menghampiri sang Suami."Maz, kenapa Maz kesini?"

"Menjemput mu, Maz sudah lama menunggu mu di bawa. Tanvir sudah pulang," jelas Zein.

Faeyza baru sadar kalau tadi sang Suami memintanya untuk mengambil mantel bulu, karena fokus pada obat membuatnya lupa tujuan awal.

"Oh, ya. Aku sampai lupa kalau harus mengambilkan Maz mantel bulu." Dia langsung berbalik dan mengambilkan mantel berbulu milik sang Suami dan menyerahkan pada pria itu.

"Maz, Maz benarkan tidak sakit serius? Aku tadi nemu obat banyak sekali, aku ini adalah Istrinya Mas, Maz jangan bohong padaku, " desak Faeyza.

"Maz tidak apa- apa, itu memang obat untuk Maz. Dua tahun lalu Maz mengalami kecelakaan, jantung Maz mengalami kerusakan akibat kecelakaan itu dan harus mendapatkan donor untuk sembuh." Zein sangat santai ketika memaparkan masalah kondisi tubuhnya.

Faeyza syok mendengarnya, siapa yang akan menyangka kalau seorang pria dengan postur tubuh begitu indah justru menderita penyakit mengerikan seperti itu terlebih lagi pria tersebut bahkan tidak sedikit pun mengeluh atau putus asa.

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now