episode 40

189 11 0
                                    

Duduk di ayunan taman belakang, Faeyza terus memperhatikan paras rupawan Suaminya. Pria itu fokus menerjemahkan buku berbahasa Inggris yang diberikan dosen padanya, tiupan angin membelai surai hitamnya, sedikit bergoyang saat belaian lembut itu menyapa.

" Mas, bukankah mas bilang kalau malam ini kita akan kerumah Nenek?"

Zein mengangguk, ia mendongak menatap wajah cantik itu." Iya, sekalian nanti setelah pulang dari rumah Nenek, mas akan bawa Iza ke rumah kita. Iza mau kan tinggal berdua sama mas di rumah yang mas beli?"

" Tentu saja, mas. Aku sudah menikah dengan mas, kemana pun mas bawa aku, aku juga tidak akan menolak," balas Faeyza antusias. Ia bahkan bangkit dari tempat duduknya lalu berpindah di depan sang Suami, matanya memperhatikan hasil kerja Suaminya. Bibirnya tersenyum melihat tulisan rapi sudah berubah menjadi berbahasa Indonesia, tapi sepertinya belum dirangkum.

" Tulisan mas Zein bagus ya, apakah mas biasa menggunakan tangan saat menulis?" Tanyanya penasaran.

" Kalau tidak menggunakan tangan, lalu menggunakan apa, Sayang?as hanya menerjemahkan saja. Besok Iza tidak usah ke kantor, Iza kerjakan saja ini, bukankah siang harus segera diserahkan pada dosennya?" Balas Zein.

Faeyza mengangguk, pantas saja pria satu itu banyak rebutan. Kalau di luar ada CEO dingin dan arogan, pria itu justru sangat lembut meski memiliki kemewahan yang sangat besar.

" Iza," panggil Zein.

" Iya, mas," jawab Faeyza sedikit tersentak karena sedari tadi melamunkan sang Suami.

" Sebenarnya kenapa tidak diketik saja? Bukankah lebih enak, selain itu jika sudah diketik bisa kamu cetak untuk keperluan mu belajar," tanya Zein sambil terus menerjemahkan.

Faeyza baru menyadari apa yang dikatakan Suaminya itu benar, kenapa dirinya malah meminta untuk ditulis tangan. Buku setebal itu pasti akan membuat tangan pegal kalau terus menulis." Mas benar, kenapa aku tidak kepikiran ya?"

Zein menghentikan kegiatannya menulis, ia tersenyum menoleh pada sang Istri. Gadis itu sangat lucu saat hal semacam itu bahkan baru disadari, tangannya bahkan sudah pegal setelah menulis lebih dari 10 lembar kertas polio bergaris.

" Jadi ... Apakah Iza ingin menyalin tulisan ini ke dalam laptop?" Tanyanya sabar.

" Mau si, mas. Tapi aku belum pernah pegang laptop, jadi bagaimana kalau nanti lama?" Jawab Faeyza dengan senyum aneh.

Antara ingin menangis dan tertawa, tahun 2022 masih ada seorang mahasiswi yang belum pernah pegang laptop, ini apakah memang gaptek atau tidak bisa?

" Tidak apa, Iza belajar saja pelan-pelan. Mas ambilkan Iza laptop dulu, sekalian meregangkan otot tangan mas yang kaku karena terlalu banyak menulis."

Faeyza sangat tidak enak hati pada Suaminya, pria sangat baik tapi malah harus mendapatkan seorang gadis sepertinya."Mas, maafkan aku ya. Padahal pekerjaan mas sendiri masih banyak, tapi aku malah membuat mas capek terlebih dahulu," sesalnya.

" Tidak apa, sudah menjadi tugas mas untuk bantuin Iza. Kamu tunggu di sini, mas ambilkan di ruang kerja mas." Zein bangkit dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan sang Istri sendiri di taman belakang.

Dalam kamar Tanvir sangat bosan, dia hampir menyelesaikan pekerjaannya lalu mengerjakan tugas dari dosen tapi harus membuat terjemahannya dulu. Sebenarnya tanpa terjemah pun dia mampu, tapi apalah daya sudah tugasnya seperti itu." Aku yakin Faeyza pasti sangat kesulitan mengerjakan tugas dari bu Siska, dia itu tidak bisa bahasa Inggris. Lebih aku pergi menemuinya dan mengajaknya mengerjakan tugas bersama, semoga saja Kak Zein tidak bisa bantuin. Kalau Faeyza minta tolong pada Kak Zein, artinya gagal rencanaku.

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now