Episode Bab 88

107 7 0
                                    

Rico sibuk mejelaskan sedangkan Faeyza justru tertidur."Za, apakah kau sudah megerti maksudku?"

Tidak ada jawaban hingga Rico menoleh kesamping dan mendapati sang sahabat justru teridur dengan indahnya.

"Faeyza, aku dari tadi menjelaskan materi untuk besok, tapi kamu kok malah tidur?" omel Rico jengkel, ia langsung merubah ramah kembali saat melihat Zein menoleh padanya, meski pria itu tidak melakukan apapun selain tersenyum maklum sambil berbaring tapi rasanya sangat tidak enak hati kalau harus marah-marah.

"Maaf, mungkin Istriku kelelahan," kata Zein tidak enak hati.

"Ah, tidak apa-apa, Pak. Tenang saja, kalau begitu saya pamit saja." Rico bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mendekati ranjang rawat Zein dan menyodorkan print out makalah untuk tugas besok.

"Pak, ini tolong berikan pada Faeyza."

"Baiklah, terimakasih," balas Zein.

Rico mengangguk, setelah itu ia melangkahkan kaki meninggalkan ruangan tersebut. Zein menyibakkan selimut lalu turun dari ranjang, meski tubuhnya masih terasa nyeri tapi tidak tega melihat posisi tidur sang Istri tidak nyaman.

Zein duduk di samping tubuh wanita itu lalu meraih bahu sang Istri dan menariknya pelan kemudian menyandarkan di dadanya."Tidurlah lebih nyaman."

Satu jam berlalu, Faeyza terbangun dari tidurnya dan melihat sang Suami duduk bersandar di kursi sedangkan dirinya tidur bersandar di dada pria tersebut."Maz, kenapa Maz turun dari tempat tidur?"

Perlahan Zein membuka matanya dan tersenyum lembut melihat sang pujaan hati menatapnya khawatir."Maz tidak tega melihat kamu tidur dengan posisi tidak nyaman, jadi Maz menyandarkan mu pada Maz."

"Maaf, lalu Rico mana?" tanya Faeyza sambil melihat sekeliling tidak ada tanda-tanda sahabatnya tersebut.

"Dia sudah pulang, sepertinya kamu sudah membuatnya marah. Saat Rico menjelaskan materi untuk besok, kamu justru tidur. Bukankah itu sangat tidak sopan?" jelas Zein lembut. 

Faeyza mengangguk dan menegakkan kepala."Maz kok turun dari tempat tidur? Apa dada Maz sudah tidak sakit lagi?"

"Tidak seperti subuh tadi," jawab Zein sambil menyentuh dadanya pelan.

"Aku berharap Maz akan sembuh dari penyakit Maz, aku tidak tega setiap melihat Maz kesakitan." Faeyza memandang iba sang Suami.

"Maz juga berharap seperti itu, Sayank." Zein mengangkat tangan menyentuh wajah sang Istri.

"Kalau begitu Maz tidak usah ke kantor, Maz minta Tanvir yang jadi CEO," kata Faeyza memberi saran.

"Bukankah dia memang CEO, tapi setiap kali ada pekerjaan dia selalu sibuk mengejar wanita. Jadi bukankah sama saja, Maz juga yang harus mengerjakan pekerjaannya. Sudahlah, Sayank. Maz tidak apa-apa, lagipula kalau Maz tidak kerja ..." Zein menggantungkan ucapannya melihat ekspresi sang Istri nampak aneh.

"Maz pasti akan bilang tentang anak yatim itu kan?" Tebak Faeyza.

Zein tersenyum."Baiklah, sepertinya Istri ku sudah mulai pintar."

"Sudah, Maz istirahat saja." Faeyza membantu sang Suami bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke ranjang tempat tidur.

"Sayank, kalau kamu bosan, kamu boleh keluar cari udara segar. Maz sudah baik-baik saja," kata Zein tidak tega melihat ekspresi lelah wanita itu.

"Tidak, Maz. Aku akan menunggu Maz di sini, aku tidak akan meninggalkan Maz," tolak Faeyza sambil merapikan selimut lalu menutupnya ke tubuh pria tersebut sebatas dada.

"Terimakasih."

***

Tanvir duduk melamun di depan meja kerja, jauh dalam hati ia sangat tidak ingin menikah dengan Nita tapi dia sudah terlanjur mengatakan akan menikah.

"Hingga sekarang aku seperti membohongi hati ku sendiri, aku mengatakan ingin menikah dengan Nita. Tapi sebenarnya aku hanya mencintai Faeyza, haruskah aku menikahi Faeyza setelah dia menjadi janda? Tapi aku seperti ipar yang jahat, ibarat kata ... Gadis tak dapat maka janda ku dapat."

"Janda siapa yang akan kamu tunggu?"

Tanvir terkejut melihat Maulana keluar dari balik pintu dan berjalan mendekatinya."Ayah."

"Kamu masih mengharap Kakak Iparmu?" Tanya Maulana penuh selidik.

Tanvir menelan ludah gugup, ditanya oleh Maulana seperti diintrogasi polisi."Ayah, aku ..."

"Ayah akan membawa Zein ke luar negeri, setelah kamu menikah dengan Nita," kata Maulana.

"Apa?" Tanvir terkejut.

"Tapi kenapa, Ayah? Maksudku kenapa aku harus menikah dulu dengan Nita?" Tanya  Tanvir tidak mengerti dengan jalan pikiran sang Ayah.

"Bagaimana kalau Kak Zein tidak selamat?! Bagaimana kalau Faeyza menjadi janda?" Tanya Tanvir.

"Kenapa kamu sangat bersemangat? Ayah akan mengatakan ini pada Zein dan Faeyza, sebaiknya kamu jangan berharap kalau Faeyza akan menjadi janda. Oh, Ayah sudah siapkan mahar untuk pernikahan mu serta resepsinya. Ayah pamit dulu." Maulana meninggalkan sang buah hatinya.

Tanvir terdiam tanpa kata, terima tapi juga tidak mampu menolak keputusan sang Ayah.

"Aku harus pergi ke rumah sakit sebelum Ayah duluan." Ia meraih kunci mobil lalu melangkahkan kaki meninggalkan ruang kerjanya.

Di rumah sakit ...
Waktu menunjukkan pukul 13: 00.

"Sayank, hari ini Maz pulang saja," kata Zein merasa tidak nyaman berada di rumah sakit.

"Belum juga sehari Maz di rumah sakit, dokter juga masih mengatakan kalau kondisi Maz belum stabil," tolak Faeyza halus.

"Tapi Maz tidak nyaman berada di sini," keluh Zein.

"Maz harus sabar, Maz ini selalu menyuruh orang untuk sabar tapi diri sendiri tidak sabar," omel Faeyza sambil mengambilkan makanan lalu duduk di kursi kecil samping ranjang Zein.

"Maz makan dulu."

Zein hanya bisa pasrah dengan apapun yang dikatakan sang Istri, meski niat wanita itu baik tapi entah kenapa rasanya sangat tidak betah berlama-lama tinggal di dalam rumah sakit.

Tok ...
Tok ...
Tok ...

"Masuk," pinta Faeyza.

Pintu ruang rawat terbuka, Tanvir masuk ke dalam ruangan dan menutupnya kembali, ia bersyukur karena tidak keduluan sang Ayah.

"Tanvir, kenapa kau ke sini?" Tanya Zein.

"Ada yang ingin ku bicarakan dengan kalian berdua," balas Tanvir, ia melangkahkan kaki menuju sofa di ruangan tersebut.

"Apa yang ingin kamu katakan, Tanvir? Sepertinya sangat penting," jawab Zein penasaran.

"Ayah berencana membawa Kakak ke luar negeri untuk menjalani pengobatan," jelas Tanvir.

"Itu bagus, aku sangat mendukung. Dengan begitu Maz Zein akan sembuh dan aku tidak akan jadi janda muda," sahut Faeyza bersemangat.

"Itu dia, Ayah memajukan tanggal pernikahan ku dengan Nita. Padahal menurut ku, lebih baik aku menikah setelah memastikan Kak Zein kembali dari luar negeri dalam keadaan sehat. Aku hanya mengantisipasi saja, bila Kak Zein tidak selamat, aku akan menikahi Faeyza. Dengan begitu Faeyza tidak akan jadi janda," terang Tanvir.

Zein dan Faeyza saling bertatapan, ia merasa pemikiran Tanvir itu sangat aneh dan tidak masuk akal.

"Tidak, aku setuju dengan Ayah. Lebih baik kau segera menikah daripada terus mendoakan ku jadi janda," tegas Faeyza kesal, ia bahkan enggan memandang iparnya tersebut.


Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now