Episode 87

104 8 0
                                    

Faeyza menaruh ponsel miliknya di atas nakas kemudian mengambil apel dan membawanya di sofa empuk yang ada di kamar rawat sang Suami, tanpa mengupas apel terlebih dahulu ia langsung menggigitnya.

Zein tersenyum tipis melihat sikap sang Istri, setiap kali dirinya masuk rumah sakit hanya itu yang dilakukan oleh wanita itu tapi ia tidak merasa apa yang dilakukan wanita itu salah, baginya ditemani seorang Istri itu sudah lebih dari kata cukup.

Zein mengambil ponsel miliknya lalu menghubungi asisten pribadinya setelah telpon tersambung dia berkata,"Rain, tolong kamu bawa semua pekerjaan ku ke rumah sakit."

"Pak, apakah Anda sakit?"

"Bukan, aku hanya kelelahan saja. Tapi ada beberapa pekerjaan yang belum ku selesaikan."

"Baik, Pak. Saya akan segera  membawanya."

Zein mematikan sambungan telepon kemudian menaruh ponsel tersebut di sampingnya.

Iris kecoklatan Faeyza terus mengamati sang Suami, ia sudah mengatakan agar pria itu tidak perlu bekerja tapi tetap saja sibuk kerja.

"Maz," panggil Faeyza heran.

"Ya, Sayang," jawab Zein sambil menoleh pada sang Istri.

"Maz lagi sakit, kenapa harus memaksakan diri untuk kerja? Lagian uang Maz itu sudah banyak, Maz tidak akan jatuh miskin hanya karena libur sehari," kata Faeyza gemas dengan sikap keras kepala sang Suami.

Zein tersenyum mengerti kekhawatiran sang Istri ia pun menjelaskannya,"Sayang, Maz kan punya banyak pantai asuhan. Kalau misal Maz tidak kerja, mereka akan makan apa? Anak-anak yatim itu kasihan kalau tidak bisa sama dengan anak-anak yang lain, mereka harus mendapatkan pendidikan yang layak dan tempat tinggal yang nyaman. Kalau misalnya Maz tidak kerja, bagaimana mereka akan makan dan sekolah?"

Faeyza menatap sang suami heran, ia pun bangkit dari tempat duduknya kemudian menghampiri pria tersebut berlutut di samping ranjang sang Suami dan menaruh kedua tangan secara lipat di atas ranjang sambil menatap pria itu heran.   

Zein mengubah posisi tidurnya menjadi miring dan memandang paras cantik sang Istri kemudian bertanya,"Sayang, kenapa kamu menatap Maz seperti itu?"

Faeyza menaruh kepala di atas lipatan kedua tangannya dan menjawab,"Aku hanya merasa heran saja pada Maz, mereka bukan siapapun Maz. Mereka juga bukan keluargamu, tapi kenapa Maz sampai susah payah memikirkan mereka?"

Zein tersenyum mendengar pertanyaan sang Istri, ia pun mulai menjelaskan alasan di balik semua sikapnya tersebut."Sayang, apakah kamu tahu? Allah memerintahkan umat manusia untuk menyantuni anak yatim dan memperlakukan mereka seperti saudara, Allah menerangkan itu dalam surat Al Baqoroh ayat 220 yang artinya adalah mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah mereka adalah memperbaiki keadaan mereka adalah baik dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu. Maz melakukan itu hanya karena ingin mengharap ridho Allah saja, apalagi Allah telah memberikan Maz banyak sekali rizky. memberikan harta yang melimpah ruah."

Faeyza mengangguk meski tetap saja menurutnya itu juga sesuai kemampuan saja bukan dalam keadaan sakit tetap bekerja tapi jika itu diutarakan terhadap sang Suami, ia yakin kalau pria itu pasti akan menjelaskan yang lebih dan dirinya sangat malas mendengarkan.

Tok ...

Tok ...

Tok ...

Terdengar suara pintu diketuk dari luar, Faeyza pun bangkit dan posisinya sedangkan Zein merubah kembali tidurnya menjadi terlentang. 

Wanita itu mengulurkan tangan membuka pintu tersebut, terlihat Rico dengan tampang malas menyodorkan hasil kopian makalah sambil berkata,"Ni, aku bawakan lengkap untuk kau pelajari."

Faeyza menerimanya dengan rasa syukur dan berkata,"Terimakasih, apakah kau tidak ingin masuk?"

Rico mengintip ke dalam terlihat Zein sedang berbaring di brangkar membuatnya merasa sungkan untuk masuk."Tidak, lebih baik aku segera kembali. Lagipula aku tidak ingin menganggu kalian."

Faeyza menoleh ke belakang terlihat sang Suami hanya diam tak memperhatikan mereka kemudian kembali menatap sahabatnya dan bertanya,"Kamu tidak enak hati pada Maz Zein? tenang saja, Maz Zein itu sangat ramah dan tidak akan marah. Lagipula ... sekalian kita bisa membahas masalah tugas ini."

Rico berpikir sejenak, setelah itu mengangguk karena apa yang dikatakan wanita itu ada benarnya juga."Baiklah, jika menurutmu itu bagus. Tapi aku ini masih normal dan tidak tertarik dengan Istri orang apalagi dadanya rata."

Faeyza mendengus sebal dan membalas ucapan pria itu,"Aku tau, tapi juga tidak usah menghina. Lagipula ..." 

"Maz Zein saja tidak pernah komentar dan selalu merasa sangat puas," lanjutnya lirih. 

Rico terkikik mendengar ucapan wanita itu, ia pun mencondongkan wajahnya ke telinga Faeyza dan berbisik,"Berapa kali sehari kalian melakukannya?"

"Kalau Maz Zein di rumah dan aku juga di rumah, antara 3 sampai 4 kali." Faeyza melebarkan matanya menyadari telah dikerjai oleh Rico sedangkan Rico tertawa terbahak-bahak melihat eskpresi malu sahabatnya.

"Sudah, aku tahu. Lagipula kalian masih muda jadi ... tapi itu dalam satu waktu atau ..." Rico masih ingin melanjutkan tapi terkena gelpakan oleh Faeyza. 

"Diamlah! kau menikah saja sendiri biar tahu," omel Faeyza kesal.

"Aku juga mau, tapi Nita menyukai Tanvir dan mereka sudah jadian," keluh Rico.

Faeyza menatap sahabatnya itu iba meski dirinya baru tahu juga tapi merebut punya orang memang tidak dibenarkan.

"Ayo masuk, jangan sungkan. Maz Zein mungkin sedang tidur." Faeyza menuntun sahabatnya itu masuk kemudian mempersilahkan duduk di sofa. Setelah itu ia berjalan mendekati sang Suami menatap pria itu lembut.

"Maz, aku dan Rico boleh belajar di sini tidak?" tanyanya minta izin.

"Boleh," jawab Zein.

Faeyza tersenyum setelah itu kembali membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju sofa kemudian duduk di sofa samping Rico.

Rico mulai mengeluarkan laptop dan makalah setelah itu menaruhnya di atas meja dan berkata,"Za, besok kamu yang presentasi ok? kamu perwakilan dari kelompok kita."

"Kok aku?" tanya Faeyza dengan pandangan tidak bersedia.

Rico menoleh pada sahabatnya tersebut dan berkata,"Kalau bukan kamu, lalu siapa? satu kelompok hanya ada 4 orang. Aku, kamu, Nita dan Tanvir."

"Kalau begitu kamu saja," jawab Faeyza.

"Aku kan bagian media, kalau kamu yang bagian media kan tidak bisa karena kamu gaptek," balas Rico. 

"Kalau begitu Tanvir saja."

"Tanvir tidak bisa dihubungi."

"Bagaimana dengan Nita?"

"Nita itu kalau bicara kurang lantang, jadi satu-satunya yang bisa hanya kamu, Za."

Zein menolek ke samping mendengar perdebatan mereka ia pun menyela,"Biar aku yang menghubungi Tanvir."

Rico dan Faeyza mengalihkan perhatiannya pada Zein dengan tatapan tidak enak hati.

Zein kembali mengambil ponsel lalu menghubungi Tanvir.

"Hallo."

"Kamu di mana?"

"Aku di kantor, kenapa Kak Zein mencari ku?"

"Kau presentasi besok di kelas, tugas makalah dengan Dosen Ivan Maulana Rizky."

Tanvir terkejut mendengar ucapan Kakaknya, ia memandang layar ponselnya kemudian kembali menaruhnya ke telinga."Kak, apakah Faeyza yang meminta? lagian ... aduh, aku ini seorang CEO ZTM kenapa harus presentasi untuk anak kuliahan. Ini gara-gara Ayah yang menyuruhku kuliah lagi, tapi baiklah. Besok aku akan melakukannya, suruh saja Istrimu itu mengirim filenya padaku."

"Ok, sabarlah, Tanvir. Bagaimana pun juga itu Ayah kita."

Tanvir tidak perduli lagi, ia langsung mematikan sambungan telponnya lalu meletakkan kembali di atas meja. 


Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now