Episode 8

467 34 0
                                    


"Tanvir, apakah kamu masih sering mengomel di telpon?" tanya Zein di sebrang telpon.
Perasaan canggung dan malu sendiri, tapi merasa senang karena mendengar suara sang kakak. Dia pun tidak akan pernah menyangka kalau masih bisa mendengar suara kakaknya.
"Kak Zein, bagaimana kalau kita bertemu saja? Kebetulan aku ada di Madangkara. Ayah meminta ku untuk tinggal bersama Nenek dan Kakek, aku akan menemui kakak."
Zein tersenyum mendengar permintaan sang adik, mungkin memang ada baiknya jika mereka bertemu, sekalian untuk melepas rasa rindu selama dua tahun ini. 
"Baiklah, kamu ingin kita bertemu di mana?"
"Universitas Madangkara, kebetulan aku kuliah di tempat itu. Jadi … besok kita akan bertemu di sana, kakak tidak keberatan bukan?" balas Tanvir penuh harap.
"Tidak, kalau begitu Insya Allah besok aku akan ke sana. Sekarang aku tutup dulu panggilan telponnya." Zein menutup panggilan telpon tersebut lalu memberikannya pada Karina.
"Terimakasih, semoga besok aku bisa bertemu dengannya. Sekarang aku harus segera pulang, Nenek pasti mencariku."
Karina mengangguk, ia tersenyum sendiri. Kalau saja pria itu bukan anak dari kakak ayahnya, mungkin dia akan meminta untuk dinikahinya, tapi mana mungkin harus menikah dengan saudara sendiri, tidak masuk akal.
##
Keesokan harinya, Faeyza duduk-duduk di taman kampusnya. Ia masih penasaran dengan sosok Zein, mereka berdua sangat mirip dengan seorang pria yang ada dalam mimpinya hingga sangat sulit untuk dibedakan yang mana yang benar dan yang salah.
Syehan Tanvir Mizan memarkirkan motornya di parkiran, ia menghela napas. Seorang CEO ZEM sekarang mengenakan motor untuk pergi ke kampus bukan mobil mewah seperti biasanya.
Matanya memperhatikan sekitar tempat tersebut, ia menyipitkan mata ketika melihat sosok gadis pujaan hatinya duduk merenung di taman. Dia segera berjalan menghampiri sang pujaan hati dan duduk di sampingnya.
"Za," sapanya.
Faeyza menoleh ke samping, pria bermata safir tersebut memandangnya heran. Dia tidak tahu harus memanggilnya Tanvir atau Zein."Kamu … Syehan Tanvir Mizan?" tanyanya memastikan, takut salah orang.
"Tentu saja, memangnya kamu pikir aku siapa? Apakah kamu pernah melihat ada orang lain yang memiliki paras serupawan ini selain aku?" balas Tanvir penuh percaya diri.
"Bukan begitu … kemarin aku bertemu dengan orang yang mirip dengan mu. Aku pikir itu kamu, ternyata namanya Zein. Aku mengingatkannya tentang ucapannya yang ada dalam mimpiku, tapi dia tidak ingat apapun bahkan mengatakan kalau dia tidak mengenal aku sama sekali," jelas Faeyza murung, ia kembali memalingkan wajahnya dari pria tersebut. Menatap tamanan yang ada di depannya menurutnya itu sangat menarik, setidaknya untuk saat ini.
Tanvir sedikit terkejut."Za, apakah kamu sungguh telah bertemu dengan kakakku? Kamu tidak salah mengenali orang bukan? Kalau itu memang kakakku yang mengatakan semacam itu, artinya memang bukan dia orang yang ada dalam mimpimu. Aku dan kakakku sudah janjian, mungkin sebentar lagi dia akan kemari."
"Ha?" Faeyza terkejut, dia bingung harus bagaimana. Bangun lalu duduk lagi, membuat pria bermata safir itu bingung keheranan.
"Za, kamu kenapa panik begitu. Kakak ku juga tidak akan menyakiti kamu, tenang saja dia orang yang sangat baik," kata Tanvir berusaha untuk menenangkan wanita itu meski hatinya sendiri gelisah khawatir kalau ternyata sang pujaan hati akan jatuh cinta pada kakaknya.
"Bukan itu, Tanvir." Faeyza sangat geram pada kelemotan pria rupawan tersebut.
Sementara itu, Zein Ekky Maulana turun dari sebuah mobil bugati hitam keluaran terbaru, semua mata terpana menatap kerupawanan sosok tersebut. Memakai jubah putih, syal merah. Ia melangkahkan kaki memasuki kawasan universitas Madangkara mencari sosok adik tercinta.
"Tanvir!"
Seorang pria bertariak sambil berlari menghampirinya, pria itu bahkan langsung merangkul bahunya dengan akrab."Fir, tumben kamu memakai jubah seperti ini. Tapi kenapa jubahmu seperti model baju orang mandarin kuno?" kata pria tersebut sambil menyentuh jubah luar Zein.
"Rico." Tanvir dan Faeyza berjalan menghampiri sahabatnya yang sedang sok kenal dan sok akrab dengan pria berjubah putih tersebut.
Rico terdiam kaku, matanya mendongak menatap kedua temannya tersebut. Ia memandang mereka bingung, wajah antara Zein dan Tanvir bagai pinang dibelah dua, sungguh sangat sulit untuk dibedakan.
"Kamu ngapain pegang-pegang baju kakakku?" Tanvir menyingkirkan tangan Rico dari sang kakak, ia bahkan menempatkan dirinya di dekat pria itu dan menggeser posisi temannya.
Faeyza menundukkan kepala tak berani memandang paras rupawan Zein, jantungnya berdegup dengan kencang setiap kali bertemu dengan pria berbaju putih tersebut.
"Jadi … kalian ini sungguh adik dan kakak? Kalian ini orang yang berbeda?" tanya Rico masih tidak percaya.
"Bukankah waktu itu kamu sendiri yang mengatakan kalau mereka memang orang yang berbeda?" Faeyza mengingatkan temannya tersebut saat di butik, pria itu sendiri yang mengatakan kepadanya bahwa mereka memang orang yang sangat berbeda.
"Banar, tapi sebenarnya waktu itu aku hanya ingin menghiburmu saja, Za. Karena sejujurnya aku juga masih tidak percaya kalau ternyata pria itu bukan Tanvir," balas Rico menjelaskan.
"Sudah, sudah. Kalian tidak perlu ribut, aku dan kakak ku ini terlahir dari rahim yang sama. Tapi aku lebih mirip ibu dan kak Zein lebih mirip ayahku, tapi … tentu saja orang lebih suka kalau bersama ku dari pada dengan kak Zein." Tanvir mulai membanggakan diri.
QS. Luqman Ayat 18
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
18. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.Tanvir, apakah kamu melupakan ayat ini? Ayah sering mengajarkan kita untuk mengamalkan apa yang ada dalam ayat al qur an semampu kita, apakah sangat sulit untuk mu hidup dengan rendah hati. Kalau pun kamu dalam pandangan manusia lebih baik dari ku, apakah kamu yakin dalam pandangan Allah kamu juga lebih baik dari ku?" Zein tersenyum lembut memandang sang adik tercinta.
Tanvir menelan ludah sendiri mendengar cemarah sang kakak, kenapa dia harus melupakan kalau kakaknya itu duplikat dari Ayah mereka, mana ceramahnya itu di depan gadis pujaan hatinya.
"Kak Zein, aku bukan membanggakan diri. Aku hanya bercanda saja, jangan dianggap serius," elaknya.
"Adikku, mungkin dalam pandangan manusia itu terlihat remeh, tapi dalam pandangan Allah itu adalah perkara yang serius, akan lebih baik kalau kita selalu berhatai-hati dalam bersikap dan memperlakukan hidup, janganlah sampai kita terjerumus dalam lembah kenistaan," balas Zein sabar dan ramah.
Faeyza diam-diam tersenyum melihat pria berjubah putih tersebut, dia merasa kalau pria itu sangat pantas menjadi pasangan hidupnya.

Calon Imamku ( Syehan Tanvir Mizan) TAMATWhere stories live. Discover now