"Kita mulai ya, santai aja. Sekarang coba ceritain semua hal yang terjadi hari-hari kemarin." Wida memulai sesi konsul dengan Jasmine.
Jasmine saat ini terlihat gugup, namun mulai bercerita dari awal kepulangan Jason kakaknya sampai permasalahannya dengan Gariel sampai ia hilang kendali lagi, juga tentang dirinya yang ditolong Arav.
"A-aku marah banget sama Gariel. Kecewa juga. Aku kaya gak punya harga diri kalo depan dia. Apalagi kemarin dia malu-maluin aku depan semua orang di sekolah. Makanya aku marah banget. Aku udah capek sama dia." Jasmine menundukkan kepalanya.
Wida menyimak cerita Jasmine dengan serius sesekali mengelus tangan Jasmine seraya tersenyum menenangkan.
"Ngga apa-apa kok kalo kamu mau ngeluh, marah, sedih, cape itu wajar kok sayang. Itu manusiawi. Buat saat ini, hindari dulu orang yang bikin kamu marah. Fokus sama diri sendiri. Ini bukan lari dari masalah, tapi kamu perlu ruang buat diri sendiri agar tenang."
Jasmine mengangkat kepalanya menatap Wida.
"Kalau lagi marah, hitung sampai berapapun tarik nafas sampe ngerasa tenang. Jangan langsung keluarin emosi negatif kamu ya sayang."
Wida tersenyum hangat membalas tatapan Jasmine. Jasmine mengangguk. "Aku bakal lakuin semua yang disaranin Tante."
"Pulang sekolah kemarin.. ehhm aku diajak sama Arav ke pantai. Rasanya tenang banget. Makasih banyak pokoknya buat Arav."
" Tante seneng dengernya." Wida ikut tersenyum bahagia mendengar cerita Jasmine tentang anaknya. Namun ia tetap prihatin dengan keadaan Jasmine yang ternyata masih sering marah tak terkendali.
"Kamu kalo sedih jangan dipendem sendiri ya. Coba ngomong sama orang yang bisa kamu percaya. Tante juga siap denger cerita kamu kapan aja, gak harus sesuai sama jadwal konsul juga gapapa."
Inilah mengapa Jasmine bisa nyaman dengan Wida. Karena pembawaannya yang menenangkan dan memotivasinya, Jasmine merasa mendapat kasih sayang dari seorang Ibu yang udah lama gak dia dapat dari Ibunya.
"Makasih banyak ya tante. Kalo sama tante, aku kaya sama ibu sendiri." Jasmine memeluk Wida dengan mata berkaca-kaca.
Wida membalas pelukan Jasmine seraya mengelus kepala Jasmine dengan sayang. "Tante juga udah nganggep kamu anak tante kok sayang. Udah ya jangan sedih-sedih. Kamu pasti bakal sembuh. Semangat."
Jasmine melepas pelukannya. Matanya memerah karena tangis haru. "Aku cengeng banget ya Tan. Jadi jelek gini."
Wida terkekeh, "Gapapa kok. Masih cantik." Wida mengedipkan sebelah matanya menghibur Jasmine.
Jasmine ikut tertawa. "Bisa aja tante ih."
"Nah sekarang udah selesai. Waktunya kamu seneng-seneng lagi. Anak tante udah nungguin kamu tuh. Yuk keluar." Wida tersenyum memikirkan Arav dan Jasmine akan semakin dekat.
Diluar Arav sedang duduk di kursi tunggu. Mendengar pintu dibuka, Arav menoleh melihat Jasmine dan mamanya keluar seketika Arav berdiri.
"Udah beres?" Tanya Arav hanya basa basi. Tentu saja sudah beres, kalo tidak mana mungkin Jasmine dan mamanya berada di depannya. "Bodoh lo Rav." Batinnya dalam hati.
"Udah. Kamu anterin Jasmine ya. Hati-hati bawa mobilnya jangan ngebut. Awas loh!"
"Iya iya bawel banget mama. Yuk Je." Arav menarik tangan Jasmine dengan halus.
"Eh, tante duluan ya." Jasmine melambaikan tangannya, dibalas Wida dengan senyum lebar.
***
Suasana di mobil saat ini hening. Jasmine dan Arav sama-sama bungkam. Namun karena tidak tahan dengan ke awkward an ini akhirnya Arav mengajak Jasmine berbicara.
Arav berdehem. "Mau langsung pulang?"
Jasmine menoleh. "Gue lagi gak pengen di rumah sebenernya. Anterin ke cafe abang gue aja ya."
"Lo yang arahin jalannya. Gue gak tau nih."
"Eh iya juga ya. Dari sini sih ikutin jalan lurus ini aja. Abis itu ada pertigaan nah belok kanan. Nanti keliatan kok 'Our J Cafe' disana."
Arav mengangguk tanda mengerti. "Bukannya abang lo itu pilot?"
Jasmine terkekeh. "Emang iya. Tapi dia juga katanya pengen punya usaha juga ya jadilah Our J Cafe."
"Keren juga ya abang lo." Arav menoleh sebentar menatap Jasmine dari samping.
Jasmine terlihat menahan senyumnya. Dalam hatinya ia juga bangga dengan Jason, abangnya itu.
"Sebelumnya sorry kalo gue terkesan pengen tau banget. Ya emang pengen tau beneran sih." Arav menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung.
Jasmine memperhatikan Arav lalu terkekeh. "Santai aja kali Rav. Apa yang pengen lo tau?"
Arav melirik Jasmine dari ujung matanya. "Sejak kapan lo itu hm konsul sama mama gue? Kalo gak nyaman gak perlu dijawab kok Je."
Jasmine tersenyum singkat. "Udah dari setaun yang lalu, Rav."
Jasmine menerawang pada ingatannya saat pertama kali ia didiagnosa mengidap IED.
"Gue pertama kali beraniin diri buat ke psikolog waktu gue ngerasa kaya udah gak beres sama diri gue. Gue sering marah berlebihan, bahkan cuma gara-gara hal kecil aja marah gue suka meledak-ledak."
Arav menjadi tak enak hati mendengar cerita Jasmine. Arav lalu menggenggam tangan Jasmine seraya mengelusnya lembut.
"Lo kuat banget Je. Gue yakin lo bisa sembuh. Semangat ya. Kalo lagi sedih dateng aja ke gue."
Jasmine memperhatikan tangannya yang digenggam Arav. Hangat. Dan perkataan Arav persis dengan mamanya Wida membuat hatinya berdesir. Jantungnya berdetak tak karuan. Jasmine nyaman dengan sikap Arav yang seperti ini, namun ia belum bisa memastikan perasaannya pada Arav.
"Thank you Rav. Buat semua hal baik yang udah lo lakuin ke gue." Jasmine menatap Arav dan membalas genggaman ditangannya.
Arav ikut menoleh menatap Jasmine sebentar seraya tersenyum hangat, dan tangannya yang tak berhenti mengelus tangan Jasmine.

KAMU SEDANG MEMBACA
ONLY YOU (ON GOING)
Teen Fiction♡♡♡ "Gariel...." Panggil Jasmine dengan tatapan kecewanya. Gariel dan perempuan itu menoleh mendengar panggilan Jasmine. Perempuan yang bersama Gariel tampak terkejut dan melepas pelukan mereka. "Jasmine." Batin Gariel dalam hatinya. Tak kalah t...