Chapter 9

233 26 5
                                    

"Jane, wake up... We already left 2 classes today..."

Sayup-sayup terdengar suara Jaz yang sedang menggenggam tanganku.

Akhirnya aku bisa membuka mataku dengan sepenuh tenaga.

"Janeeeee!" Jaz memekik kegirangan dan detik berikutnya dia sudah memelukku erat.

"Ini dimana Jaz?"

"Rumah sakit dekat kampus, Jane.."

Bagaimana bisa aku di rumah sakit? Perasaan, tadi aku masih di pinggir lapangan. Sepertinya Jaz memahami muka kebingunganku, akhirnya dia menjelaskan apa saja yang terjadi tadi.

"Ku kira Niall itu cowok baik-baik, eh ternyata sama saja seperti yang lain..." ucap Jaz lirih.

He is such a jerk, I know. Dia yang menyebabkan kepalaku luka dan sekarang dia meninggalkanku dengan Jaz dan hanya menitipkan uang untuk berobat. Tanpa menunggu aku sadar. Lelaki macam apa, HAH?!

Setelah menunggu aku pulih seutuhnya, kami langsung pergi meninggalkan rumah sakit. Karena ini sudah agak sore, jadi Jaz mengantarkanku ke rumah dengan mobil ferrari miliknya.

"Mobilmu boleh juga, Jaz." ucapku, sambil masuk ke mobilnya.

"Haha, gak juga. Aku minta ke ayahku VW white-orange but he gave me this shit." jawab Jaz, santai.

She just said this amazing car is a shit. Is she fucking kidding me?!! No. Her eyes don't lie. She really don't like her ferrari. I wish I were ...

"By the way, rumahmu dimana, Jane?" tanya Jaz.

Aku pun langsung memberi tahu alamat rumah baruku. Dan tak sampai 15 menit, kita sudah berada di depan pagar rumahku.

"Wanna come in?" ajakku.

Jaz menggeleng.

"Mom sudah menungguku di rumah untuk makan malam. Kau bisa jalan sendiri kan?" ledek Jaz.

Aku menonjok lengannya pelan. Jaz hanya nyengir. Akhirnya setelah pamit, dia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Cool is the only word I have for her.

Aku melangkahkan kaki ini menuju pintu. Ku buka pintunya perlahan agar Louis dan Zayn tidak tahu bahwa aku sudah datang. Sayang, ketika aku baru membuka pintu mereka sudah memolototiku dari jauh.

Louis memberikan tanda 'sini-kemari-jelaskan' menggunakan matanya.

Dengan malas, aku berjalan menuju meja makan.

"Jelaskan." perintah Louis.

Jadi, aku menjelaskan hari pertamaku yang payah pada Louis. Dia hanya memakan makan malamnya sambil mendengarkan. Sedangkan Zayn fokus pada ceritaku dan menghiraukan makanannya.

Setelah selesai bercerita, Louis langsung memegang lukaku.

"Aw! Sakit tau, Lou!" sahutku, teriak kecil.

"Nanti juga sembuh lukanya. Lain kali hati-hati makanya." ucap Louis.

"Kau bilang siapa tadi yang melemparimu dengan bola? Niall?" tanya Zayn, penasaran.

Aku hanya mengangguk.

"Niall Horan yang berambut blonde itu?" tanyanya lagi.

Aku pun mengangguk lagi, sambil memakan makan malamku.

"OMG HE IS MY MATE, YOU KNOW!" pekik Zayn, histeris.

WHAT? Bahkan kakakku sendiri berteman dengan cowok menyebalkan itu?!

Is It Too Late? » Harry » Niall »Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang