"Semuanya sudah siap?" tanyaku pada Liam.
Liam mengacungkan jempolnya. Jadi, untuk anniversary-ku yang ke-3 ini aku meminta bantuan Liam dan Sam untuk mengerjai Harry. Aku akan pura-pura terkena kecelakaan parah sehingga membuatku hampir mati. I know it's not funny, but I just wanna know how much he cares about me.
"Lalu, kenapa kau yang disini? Kenapa bukan Sam?" tanyaku, heran.
"Kalau Sam yang memberitahu Harry kalau kau terkena kecelakaan, Harry pasti takkan percaya. Kau tahu kan kalau si Sam itu sering mengerjai kita apalagi Harry."
"Ini ide Sam, tapi kalau kau tak setuju kita bisa mengatur ulang, sih." tambah Liam.
Aku menggelengkan kepala tanda bahwa aku setuju dengan ide Sam. What an idea my bitch Sam.
Uhh, sungguh aku kangen dengan Sam. Apalagi dengan my curls, Hazza. Pasti dia kaget dengan surprise yang ku berikan. Maklum, anniversary sebelumnya pasti dia yang memberiku surprise.
"Jadi, kapan aku harus menelponnya?" tanya Liam.
"Nanti saja. Mungkin sekitar 2 jam lagi. Aku sudah menyewa ruang rawat kecil di rumah sakit untuk ini." aku tersenyum jail membayangkan ekspresi Hazza.
"Ternyata sahabatku yang satu ini bisa jail juga, ya." ucap Liam sambil mencubit hidungku.
"Aw, sakit tau Leeyum! By the way, kau mau pesan apa? Aku yang traktir." Liam yang tadinya sedang menggerutu karena handphone lamanya mulai error langsung membulatkan matanya.
"REALLY? Oh, I love you to death, Janey!!!" dia menggucang-guncangkan bahuku saking senangnya.
Akhirnya Liam memutuskan untuk memesan tacos, pancake, dan minuman jahe? Entahlah darimana dia tahu minuman itu, pokoknya itu minuman favoritnya.
Karena aku tidak begitu lapar, aku hanya memesan crème brûlée dan teh hangat.
"Eh, Jane. Aku mau cerita tentang Sophia, tapi janji ya sebelum aku selesai bercerita kau tak boleh menyelaku." tiba-tiba saja Liam curhat padaku. Padahal biasanya aku yang harus membujuknya dengan menggelitik perutnya untuk menceritakan ceweknya. Dia sepertinya sedang jinak karena ku traktir dia.
Sedang seru-serunya Liam bercerita, terdengar suara ringtone handphone Liam berbunyi.
"Ah, siapa sih ini. Jane, tunggu sebentar ya. Aku angkat teleponnya dulu." Liam pun bangkit dari kursinya lalu menjauh hingga tak terlihat lagi.
Kebetulan Liam sedang mengangkat teleponnya, aku pun menggunakan kesempatan ini untuk berkaca pada kamera depan handphone Liam yang baru ia beli.
Aku melihat wajahku sendiri yang dibalut dengan make up natural. Walaupun nanti aku ceritanya kecelakaan tapi aku tetap harus terlihat cantik di hari anniversary-ku ini.
Tapi untuk pakaian aku benar-benar sedang tidak mood untuk memakai dress. Jadi, aku sekarang hanya mengenakan baseball tee yang agak longgar dan celana berwarna khaki.
Drttt.
Drttt.Handphone Liam bergetar. Ada satu pesan dari nomor yang tak ada di kontaknya. Mungkin dari Harry atau Sam. Dengan santainya ku buka pesan itu. Wah, orang ini mengirimkan satu foto. Belum sempat aku melihat jelas foto tersebut, Liam sudah merebut handphone-nya dari tanganku.
Ekspresi Liam benar-benar panik sekarang. Ada apa dengan dia? Siapa yang tadi menghubunginya? Apa dia seperti karena orang yang menelponnya tadi?
Liam melihat sekilas layar handphone barunya. Lalu menatapku. Matanya lurus menatap mataku.
"Kau sudah melihat fotonya?" tanya Liam, pelan.
Aku berusaha menenangkan pikiranku yang memiliki banyak pertanyaan. Aku menarik napas pelan, lalu menjawab pertanyaan Liam.
"Sayangnya, sudah..." aku berbohong pada Liam. Tapi aku yakin muka sedihku sudah menipunya. Dia tampak kaget.
Butuh waktu 5 menit agar Liam sadar bahwa disini masih ada aku. Pun, dia mengajakku untuk mengikutinya.
Dia membawaku ke mobilnya. Dia mengendarai mobil dengan sangat ceroboh, jelas sekali dia sedang memikirkan sesuatu. Ya, foto tersebut. Foto tersebut pasti salah satunya.
Aku ingin menanyakan padanya kemana dia akan membawaku pergi. Tapi, kalau aku bertanya pasti akan terlihat kalau aku berbohong padanya. Jadi selama perjalanan kami hanya diam seribu bahasa.
Liam pun memarkir mobilnya di parkiran sebuah cafe yang lumayan besar. Tapi dia tidak bergegas keluar dari mobil.
"Kau yakin?" Liam bertanya sekali lagi.
Uh, apanya yang yakin, sih?? Oh sungguh, apa gerangan yang dia bicarakan, batinku.
Tapi demi terbayar rasa penasaran ini, aku hanya mengangguk.
Akhirnya Liam membawa masuk aku ke cafe dan....
***
HAI GUYS! Sorry baru update lagi, kemarin-kemarin lagi moody banget abis huaaa. But here it is, enjoy! Don't forget to vote especially comments! You just don't know how much it means to me! Masih pemula banget nih butuh banyak masukan..
Sorry juga chapter ini pendek banget, janji nanti malem bakal post next chapterAll the love. N
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Late? » Harry » Niall »
Fanfiction[Book 1] When you have to choose the one who always right beside you then left, or the one who left you then make a promise to always right beside you. ⬛⬛⬛ Copyright © 2015 by malikryptonite