[Jane POV]
Mereka tampak begitu serasi. Aku iri dengan mereka. Gadis yang mengenakan dress putih dan lelaki berambut keriting di sebelahnya menggunakan stripes tuxedo berwarna hitam-merah. Mereka tampak.....bahagia.
Mereka adalah Jane Malik dan Harry Styles, ya aku dan Hazza. Foto ini diambil 1 tahun lalu ketika prom night terakhir di SMA.
Aku ingat sekali, ketika dia mengajakku untuk datang ke prom padahal biasanya kami tidak datang. Aku sempat ogah-ogahan untuk mengikuti ajakannya. Tapi, siapa yang bisa menolak perkataannya?
Dan kau tahu, kami berdua mendapatkan gelar best couple pada malam itu! Aku tak mengerti kenapa. Yang aku tahu ini pasti karena Harry. Harry Edward Styles, banyak cewek yang tergila-gila padanya di sekolahku. Mereka sangat cantik, terkadang aku takut kehilangan dia.
I mean, I'm nothing. Aku hanya Jane Malik, seorang cewek yang sangat biasa saja. Hanya sebagian orang yang mengenalku. Aku tidak begitu cantik, aku tidak terkenal. Yah, dan karena semua itu akan sangat wajar jika aku takut kehilangannya.
Sudah 2 hari ini Hazza tidak menelponku. Sebenarnya dia sudah bilang bahwa untuk beberapa hari dia takkan menelponku karena tugasnya yang sangat banyak. Tapi dia bahkan tak sempat membalas pesanku. Sebegitu sibuknya kah dia?
Mataku sembab. Semenjak pindah ke London, hatiku seperti ranting yang sudah kering. Rapuh. Sudah 2 jam aku menangis pelan di kamar. Untung Zayn sudah tidur. Jadi dia tak mungkin mendengar suara isak tangisku. Dan Louis...
Knock knock.
Ini sudah jam 1 dini hari.... mungkin aku salah mendengar.
Knock knock knock.
Suara ketukan pintu dari bawah terdengar lebih keras. Siapa pula yang bertamu jam segini? Lebih baik diam saja deh, pikirku. Mungkin jika ku diamkan, dia akan pergi sendiri.
Knock knock knock knock.
Aku menyerah. Dengan malas, ku gerakkan kakiku menuju pintu depan. Urusan yang begini, Zayn sama sekali tidak bisa diandalkan.
Hm. Aku membuka pintu dengan tangan kiri, dan tangan kananku memegang tongkat golf untuk jaga-jaga.
Satu, dua, tiga....
Aku pukul si-tamu-kurang-ajar itu dengan tongkat golf-ku.
"Awww!"
Suaranya terdengar familiar di telingaku. Ku beranikan melihat mukanya.
Dia..... Niall.
"Ada apa kau kemari?" tanyaku sinis.
"Tidak ada kata maaf, nih?" Niall masih memegang hidungnya yang terkena tongkat golf.
"Tidak untuk orang yang tidak tahu jam bertamu ke rumah orang."
Aku tutup kembali pintu depan, namun sayang Niall berhasil masuk.
Karena belum ngantuk, ku putuskan untuk menonton TV saja. Dan, menonton film favoritku, Pride and Prejudice!
"Oy Jein, bisa kau pindahkan tidak channelnya? Aku mau nonton pertandingan tim favoritku." ujar Niall yang tiba-tiba sudah duduk di sampinngku.
"No, Neil. This is my home. Not yours. And....WHat. I know you love food but WHY YOU TOOK ALL OF THE FOODS IN MY HOUSE?!" omelku.
Ini keterlaluan. Aku dan Zayn baru berbelanja makanan tadi sore, dan Niall dengan seenaknya mengambil semua untuk ia makan. What the actual fuck in his mind?
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Late? » Harry » Niall »
Fanfiction[Book 1] When you have to choose the one who always right beside you then left, or the one who left you then make a promise to always right beside you. ⬛⬛⬛ Copyright © 2015 by malikryptonite