[Jane's POV]
Kalau aku keliling-keliling rumah ini, bagaimana ya? Niall takkan marah, aku meyakinkan diri sendiri dalam hati.
Aku mulai turku di rumah sederhana ini. Di mulai dari ruang tamu. Banyak hiasan dinding yang unik yang berkaitan dengan olahraga. Wajar mengingat dia menyukai segala jenis olahraga sepertinya. Yang paling menarik perhatianku adalah jam dinding berbentuk lingkaran seperti bola golf dan jarum jamnya seperti tongkat golf. Selebihnya, biasa saja menurutku. Selera seni dia tak lebih bagus dari Harry.
What?! Kenapa aku masih saja membela cowok sialan itu?!
Kalau boleh jujur, sebenarnya sejak kejadian itu aku tetap memikirkan Harry. Hey, melupakan seseorang yang sudah 3 tahun kau cintai tak semudah membalikkan telapak tangan! Aku berharap dia meminta maaf padaku, tapi sampai sekarang menghubungiku saja tidak.
I know he's such a jerk, but it wouldn't change anything he did in past. He was truly an angel. Oh, shit.
Sudah, sudah, lupakan tentang dia. Sekarang aku sedang melihat foto-foto yang berada di dinding ruang tengah.
Hampir semuanya foto Niall. Ada foto Niall kecil sedang tidur, memakai pakaian Teletubbies, memakai seragam tentara, dan masih banyak lagi.
Lalu ku lihat foto-foto yang berada di atas rak. Kebanyakan foto-foto ini foto Niall dan teman-temannya. Yang menarik, tak ada foto Niall bersama wanita kecuali mom Maura..... wait, there's a picture of him with a girl!
"DOR!!"
Aku terlonjak. Niall tiba-tiba mengagetkanku dari belakang.
"Kau ini, bukannya menyapaku dengan kata-kata yang manis di pagi hari malah membuatku kaget setengah mati." Aku memberikan tatapan sebal pada Niall.
"Okay then, good morning sweetheart. Nah, whatcha doin'?"
Baru saja aku mau mengambil bingkai yang berisikan foto Niall kecil dengan cewek, dia sudah mengambilnya terlebih dahulu.
"Niall, aku mau lihat foto yang itu!" seruku pada Niall.
"Hm... ini... kenapa kau ingin lihat foto ini?" tanya Niall. Perasaanku saja atau raut muka Niall tiba-tiba berubah?
"Hanya ingin lihat, sungguh." aku langsung menarik bingkainya dari genggaman Niall.
Aku perhatikan foto itu dengan seksama, foto ini mengingatkanku akan sesuatu tapi aku lupa. Sebentar ini......
PRANG.
Tanganku sudah lemas sampai-sampai bingkai foto itu jatuh dan pecah.
Tak mungkin. Tak mungkin. This can't be real. No, the boy in front of me is not him but....
Aku tatap mata Niall lekat-lekat.
"My ocy boy" aku berbisik pelan.
Niall diam sejenak tampak bergulat dengan pikirannya.
"My little blue girl" jawab dia, dengan tatapan kosongnya yang mengarah padaku.
"Kau tahu berapa lama dulu aku menunggumu? Kau bilang kau akan mencariku dan bertemu lagi setelah acara camp itu. Tapi apa yang Jane kecil dapat? Rasa trauma akan janji. Jane kecil sampai harus dibawa ke psikiater hanya karena selalu digentayangi oleh janji yang dibuat oleh bocah cilik yang bahkan tak ada usaha sama sekali untuk menepati janjinya."
"APA KAU TAHU KAU TELAH MEMBUAT AKU GILA SELAMA 2 TAHUN KARENA MENUNGGU KEDATANGAN SEORANG BOCAH YANG SUDAH PASTI TAKKAN DATANG YAITU KAU, HAH?"
Air mata berderai di mukaku. I just can't handle this anymore. Aku mengguncangkan tubuh Niall sambil berteriak 'WHY WHY' berulang kali.
Pun Niall membawaku untuk duduk di sofa, tetap membungkam mulutnya. Pun Niall hendak memelukku untuk menenangkan, tapi langsung ku tolak.
"Your hug won't change anything! Your words will! But I bet now you're still thinking what lies you should say for this little stupid girl. I thought you were different with the other boys, but now I know. You are such a jerk and not even better than Harry."
Niall tetap bergeming.
"Don't ever come to my house again or I will kick you out with my own foot!"
kali ini aku teriak di depan mukanya.Pun aku berlari sekencang-kencangnya tanpa tujuan sambil menangis. Jalanan yang sepi menjadi saksi aku yang seketika ambruk karena terlalu berat menopang beban semua ini.
Dari arah kanan, taksi melewatiku dan berhenti untuk menawarkanku tumpangan. Wajar, nampak dari keadaanku yang kacau mungkin semua orang akan mengira aku depresi dan iba padaku. Mau tak mau, aku mengiyakan tawarannya. Lalu aku berikan supir taksi itu alamat yang harus kita tuju.
***
Ku usap dia dengan perlahan. Ku tatap dia dengan hangat dan air mata yang mengalir.
"Kau tak seharusnya pergi secepat itu, Mom." ku usap batu nisan orang yang telah melahirkanku ini.
"Kalau saja hari itu Mom tidak bersikukuh untuk menengok makam Dad, kita masih bisa hidup bahagia di Doncaster." sekarang ku usap pipiku yang sudah lengket karena air mata.
"Kalau Mom masih bersamaku disini, setidaknya Louis dan Zayn takkan mendaftarkanku di summer camp itu dan aku takkan mengenal si ocy boy itu. Kalau Mom masih bersamaku disini, aku tak harus mengenal bocah aneh berambut keriting yang memberikan selamat ulang tahun padaku di taman seberang makam ini." mataku tetap tak mau berhenti mengeluarkan air mata sialan ini.
Ku lihat jam tanganku, jarumnya masih menunjukkan pukul 9 pagi tapi aku sudah ingin mati saja. Karena tak kuat, aku langsung mengeluarkan handphone ku dan menelpon...
"Lou, aku sangat kacau pagi ini. Jemput aku di tempat biasa, ya? Sepertinya aku takkan ber-"
Dan handphone ku mati seketika karena aku lupa menchargenya tadi malam. Begitu juga dengan tubuhku.
***
Hey guys!! Sorry for the late update bcs last week was a busy week for me lol jk. So gimana ceritanya? Pada ngerti ga? Kalau ga ngerti baca next chapter, nanti disana aku jelasin dari awal! SO GUE GA PERNAH LUPA BUAT NGINGETIN SILENT READER(S) APA SUSAHNYA VOMMENTS?:" KAU TIDAK MERASAKAN BAGAIMANA LELAHNYA MENULIS PANJANG LEBAR TAPI TIDAK ADA APRESIASI.... So makanya jangan lupa vote and comments ya cintaku sayangku!
P.S.: Look mulmed! Puberty did a great work to our Niallet, right ?
Enjoy another drama wednesday!
Love
Ms. Malik
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Late? » Harry » Niall »
Fanfiction[Book 1] When you have to choose the one who always right beside you then left, or the one who left you then make a promise to always right beside you. ⬛⬛⬛ Copyright © 2015 by malikryptonite