Cahaya matahari lagi-lagi menganggu tidur nyenyakku. Mataku terbuka perlahan. Kicauan burung yang terdengar cukup berisik ikut serta menarik kesadaranku secara penuh. Hari ini hari sabtu. Hari libur sekolah.
Aku melangkah lunglai keluar kamar mencari salah satu anggota keluargaku. Kebiasaanku setelah sadar dari tidurku. Entah, tapi rasanya ketika sudah berhasil menemukan mereka rasa tenang tiba-tiba saja menyeruak di hatiku.
Keningku mengerut bingung menatap ketiga keluargaku yang tengah berkumpul di ruang tamu. Lalu tak lama kemudian tatapanku tertuju pada Ayah yang sudah mengenakan seragam dokternya dengan rapih. Ehh mau kemana dia? Bukannya hari ini hari liburnya?
Rasa bingungku makin menjadi saat mendengar Ibu menggumamkan kata perpisahan pada Ayah. Mau kemana Ayah sebenarnya? Apa ada tugas dadakan? Tapi kenapa sampai membuat Ibu cemas begitu? Jarak rumah sakit tempat Ayah bertugas pun tak jauh dari rumah.
"Ada apa ini? Kenapa Ibu cemas? Kenapa juga Ayah pakai jas Dokter? Bukannya hari ini Ayah libur?"
"Ada tugas dadakan yang mengharuskan Ayah cepat pergi Shaila."
"Tugas? Apa lagi sekarang? Korban kecelakaan? Atau apa? Apa tidak ada Dokter lain di rumah sakit besar itu selain Ayah?"
"Bukan di rumah sakit tempat biasa Ayah bertugas sayang,"
"Lalu di mana?" Aku menjejali Ayah dengan segala macam pertanyaan. Perasaanku sedang tak baik-baik saja sekarang. Seperti akan terjadi sesuatu setelah ini.
"Jepang."
"Apa?!" Sontak aku memekik kencang mendengar jawaban yang meluncur bebas dari mulut Ayah.
"Untuk apa ke sana?"
"Direktur rumah sakit mengajukanku dan beberapa Dokter dari Indonesia untuk membantu tenaga medis di Jepang nak."
"Tapi kenapa? Bukankah kemampuan yang dimiliki mereka jauh di atas Indonesia? Lalu kenapa mereka meminta bantuan pada kita Ayah?" Tanyaku tak habis pikir.Karena setahuku, tenaga medis di negara Jepang jauh kemampuannya di atas tenaga medis yang dimiliki oleh negara Indonesia.
"Ayah tidak tahu, mungkin mereka benar-benar kekurangan Dokter di sana. Tidak hanya Indonesia nak, beberapa negara lainnya juga turut membantu. Tidak usah cemas begitu, Ayah akan semakin berat meninggalkan kalian kalau begini." Nada ucapan Ayah pun terdengar ikut cemas sekarang.
"Memang apa yang terjadi di sana?"
"Virus, virus yang baru-baru ini mendunia kini memasuki negara Jepang."
"Tunggu, virus?
"Hmm," Gumam Ayah dengan anggukan kepalanya.
Aku sekarang jadi ingat dengan virus yang kemarin diberitakan oleh tayangan TV di sekolah sebelum Pak Edi mematikan TV itu. Setahuku virus itu menyebar di negara Somalia.Lalu sekarang ke Jepang? Apa itu virus yang sama? Jika sama berarti virus itu cukup berbahaya mengingat cepat sekali proses penyebarannya.
"Virus apa?"
"Ayah juga tidak tahu. Tapi sepertinya ada dilevel sedang."
Sedang? Jadi ada diantara level berbahaya dan tak berbahaya?
"Maka jangan pergi." Ucapku dengan tegas.
"Maksudmu? Ini tugas Ayah Shaila."
"Virus itu ada di level sedang. Bisa jadi dapat pada level berbahaya nantinya. Jangan pergi, jika benar terjadi sama saja kau menceburkan dirimu pada jurang kematian Ayah."
"Nak, semuanya belum jelas. Kami akan melakukan riset di Jepang nanti bersama Dokter lainnya. Ya?
"Terus kalau virus itu benar-benar berbahaya bagaimana? Apa yang akan Ayah lakukan?"
"Shaila..."
Perasaanku bertambah cemas sekarang.
"... Ini memang tugas dan konsekuensi seorang Dokter bukan?"
Ya, Ayah benar. Ini konsekuensi menjadi seorang dokter. Tapi bagaimana? Aku tak bisa melepasnya begitu saja walau aku tahu ini kewajiban yang harus diembannya.
"Kumohon Ayah. Kemarin aku lihat tayangan berita di sekolah. Virus itu baru saja sampai di Somalia. Lalu sekarang, bagaimana bisa secepat itu sampai ke Jepang? Ini bukan virus biasa seperti flu."
"Kau melihatnya? Tidak seharusnya sayang. Itu belum tentu benar hmm? Jangan takut, fokus saja pada pendidikanmu dan nikmati masa remajamu tanpa memikirkan hal-hal berat seperti itu."
Jadi benar?
"Bagaimana bisa?" Tanyaku hampir berteriak. Dua tangan Ayah kini sudah menggeremat pelan pundakku.
"Bisa. Tentu bisa. Biarkan itu menjadi urusan Ayah. Kau hanya perlu fokus pada tujuanmu dan nikmati masa remajamu. Itu hal yang tak akan pernah bisa terulang lagi Shaila. Hmm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Meeting: Farewell (Book 1)
Teen Fiction[Completed] # Series pertama dari cerita Unexpected Meeting. Bumi hancur... Aku pernah beberapa kali melihatnya di film, namun kini aku mengalaminya sendiri. Rasanya lebih menakutkan dari apa yang kubayangkan. Tak kukira kejadian di film-film bisa t...