TWENTY-NINE

129 65 14
                                    

      
Aku terduduk pasrah di bangku sebuah ruangan. Berhadapan dengan Dokter Danzel yang saat ini tengah mengambil sedikit darahku.
      
"Aku tidak percaya ini Shaila." Ujarnya ditengah fokusnya.
      
"Aku juga tak percaya ini Dokter Danzel."
      
"Omongan tak masuk akal apa itu? Braga memang sudah gila."
      
"Kapan hasilnya keluar?"
      
"Butuh waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Tapi aku yakin, hasilnya tak akan cocok."
      
"Kau membelaku sekarang?"
      
"Hanya saja aku berpikir, bahwa Braga benar-benar sudah gila."
      
"Dan kau memihakku sekarang."
      
Dokter Danzel mencabut perlahan suntikan di lenganku setelah mendapat setabung kecil sempel darahku. Lalu menyimpannya di tempat aman.

"Aku hanya mencoba memposisikan diri sebagai Ayahmu. Tak ada seorang Ayah yang terima jika seseorang menyebut anaknya bukanlah darah dagingnya. Pasti dia merasa terhina."
      
Ya. Di sinilah aku sekarang. Di ruangan Dokter Danzel untuk melakukan tes DNA. Kolonel Braga dan Dokter Daisy terus mendorong dan mengancamku. Jika aku tidak melakukan tes DNA maka aku dilarang menemui Aira. Gila memang.
      
"Kau tenang saja. Hasilnya tak akan cocok. 99% tidak cocok."
      
"Jika aku benar, aku akan membawa Aira pergi dari sini. Maaf menghancurkan impianmu untuk trobosan vaksin ini. Tapi aku harus menyelamatkan Aira."
      
"Aku mengerti kondisimu. Tenang saja. Aku akan mencoba menghentikan ambisiku."

***

Aku menatap sendu wajah pucat Aira yang terbaring tak berdaya di bangsal pesakitan.

Kakiku kembali melangkah, lalu duduk di kursi samping bangsal. Suhu tubuh Aira cukup tinggi. Ini efek samping yang Letnan Kolonel Stevi bilang pada Kolonel Braga dua hari yang lalu.

Anak ini tengah berada di medan tempur. Berjuang antara hidup dan matinya. Tapi kuharap Aira akan menang melawan dirinya sendiri.

Kau harus bangun. Aku sudah banyak melakukan hal gila karenamu.

Hanya karena anak mungil pemilik mata bulat ini aku mengikuti permainan gila Dokter Daisy dan Kolonel Braga.

Setelah kau berhasil melawan sakitmu, aku akan membawamu pergi dari sini Aira. Jauh dari sini. Ke tempat yang pernah kujanjikan.
      
"Jadi kumohon. Bangunlah."

***

Tokyo-Jepang.

Garvi, Aleta, dan beberapa dokter yang terlibat dengan penelitian virus baru di salah satu rumah sakit terbesar di Jepang ini memekik senang saat secercah harap muncul.

Akhirnya, setelah lama melakukan penelitian ini mereka menemukan titik terang dari wabah. Usaha, waktu, dan tenaga yang mereka kerahkan tak sia-sia.
      
Kedatangan salah satu ilmuan dari negara Somalia sangat membantu mereka. Perlahan semuanya terhubung, terkait menjadi satu dan mulai terhubung.
      
"Virus ini berasal dari negara Somalia yang dibuat untuk menghentikan racun ular Boomslang. Segera laporkan pada Indonesia." Ujar Garvi memberi perintah.
      
Aleta mengangguk, lalu bergegas keluar dari lab penelitian.

***

Semua tentara yang dikumpulkan secara resmi oleh Mayor Jenderal duduk tegang di aula markas. Menunggu perintah langsung darinya. Gosip tentang pembicaraan ini sudah merebak di markas. Mereka sedikit tahu untuk apa mereka dikumpulkan pagi ini.
      
"Beberapa Dokter yang dikirim dari negara kita ke Jepang untuk menyelidiki wabah ini baru saja melapor. Mereka menemukan titik terang dari kekacauan ini."
      
Bunyi blits dari beberapa kamera wartawan yang sengaja diundang pagi ini terdengar meramaikan suasana tegang ini.
      
"Pemerintah memberikan misi khusus untuk para TNI. Mulai sekarang kalian akan diberikan misi khusus yang cukup berat.

Unexpected Meeting: Farewell (Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang