SEVEN

214 115 76
                                    

Hi! Apa kabar? Semoga baik kalian semua. Aku kembali lagi hari ini dengan jawaban untuk bab sebelumnya. So... Selamat membaca!

➖➖➖

Tepat empat langkah lagi aku sampai, kaca mobil depan akhirnya terbuka. Membuatku tahu siapa sosok di balik kemudi tadi. Reginald.

"Hhh..." Helaan napas dalam berhembus tanpa beban keluar begitu saja dari hidungku. Mataku menatap malas ke sembarang arah. Malas balik menatapnya.

"Hei, apa yang kau lakukan di sana? Cepat naik."

Kucoba tulikan telingaku. Kakiku kembali melangkah menuju halte bis yang terletak di samping gerbang sekolah.

"Apa kau buta? Tidak melihatku?" Mobilnya kini melaju sejajar denganku.

"Shaila."

"Shaila Kalista Garcia."

Ohh masih ingat nama lengkapku rupanya. Langkah kakiku kini terhenti. Menatapnya dengan cukup remeh.
"Masih hafal namaku?"

"Apa matamu itu katarak? Atau benar-benar sudah buta?"

"Untuk apa kau ke sini?"

"Tentu menjemputmu bodoh, cepat masuk."

Regi memang selalu tarik urat jika berbicara denganku. Lagi-lagi otakku kembali memutar memori yang tak kuinginkan. Kejadian semalam, saat kami tengah mengadakan pesta kecil-kecilan.

Wajah ceria Regi yang tanpa beban tertuju pada Akio. Suara lembutnya yang selalu menanggapi perkataan Akio dengan tulus. Belum lagi tangannya yang selalu mengacak puncak kepala Akio dengan hangat tambah membuatku iri.

Tak pernah sama sekali dalam hidupku mendengar Regi mengumpat pada Akio seperti yang sering dia lakukan padaku.

"Cepat masuk Shaila! Apa kau tuli?"

Dengar? Dia kembali menyentakku.

"Kenapa perlu repot-repot menjemputku? Bukannya tadi pagi kau bilang aku ini beban untukmu?" Ujarku dengan sengit.

"Ya, kau beban untukku. Semakin bertambah menjadi beban saat kau tak patuh dengan perintahku. Cepat masuk Nona Shaila, sebelum kesabaranku benar-benar habis."

Aku menghela napas dalam. Saat ini kami berdua sudah dijadikan tontonan gratis oleh para murid SMA Suka Maju, serta dua satpam yang berdiri di masing-masing sisi gerbang. Akhirnya dengan sedikit paksaan aku masuk ke mobil Regi. Menutup pintunya cukup kuat.

"Jika pintu itu rusak apa kau sanggup menggantinya?"

"Akanku ganti dengan ginjalku."

Mobil mulai melaju meninggalkan kawasan sekolahku. Selama perjalanan kami sama-sama menutup mulut. Saling bungkam. Membiarkan kekosongan merajai.

Ingin bertanya apa dia sudah menjemput Akio namun aku merasa terlalu gengsi. Jadi aku memutuskan untuk tetap diam. Padahal aku berharap sekali bahwa yang menjemputku Agam atau Erza. Bukan makhluk menyebalkan bernama Regi ini.

"Eh kita mau kemana?" Tanyaku saat mobil berbelok berlawanan arah dengan jalan rumah kami.

"Ibu titip kubis tadi, jadi kita ke supermarket."

Aku mengangguk singkat. Beberapa menit kemudian mobil berhenti di parkiran supermarket. Kami berdua turun, melangkah bersisian memasuki ruangan dengan suhu sejuk ini. Langkah kakiku kini memelan. Mengekori Regi yang memimpin jalan menuju ke store sayuran.

Tangannya mendorong troli besi. Memasukkan beberapa kubis ke dalam, lalu mendorong kembali troli di depannya menuju kasir. Benar-benar hanya beberapa buah kubis yang kami beli. Tidak ada tambahan lainnya seperti snack, minuman, sayuran, atau buah-buahan. Regi benar-benar membawaku langsung ke antrian kasir.

Sesaat aku terpaku menatap sepasang sepatu yang terpajang apik di etalase depan supermarket tersebut. Keren sekali, tidak terlihat norak dan tidak sepi. Terlihat sangat elegan.

"Kau mau benar-benar aku tinggal?"

Kakiku langsung cepat kembali melangkah setelah mendengar sentakannya.

***

"Sedang mencari acara apa sebenarnya?" Tanya Erza cukup kesal.

"Berita." Jawabku singkat.

"Kau? Mencari berita? Berita apa? Skandal artis?"

"Enak saja, untuk apa aku habiskan waktuku untuk hal sia-sia seperti itu." Tanganku masih terus menekan salah satu tombol di remot TV. Terus menggulir chanel untuk mencari siaran berita yang kumau.

"Lalu mencari berita apa?"

"Virus, apa kau tahu itu?" Kini aku balas menatapnya sejenak.

"Virus?"

"Hmm, wabah baru. Kau tahu tidak Erza?"

"Tahu, sedikit sih,"

"Kenapa sedikit? Hei! Kau harus menonton beberapa berita yang menyangkut virus itu Erza, kau bisa minim pengetahuan nanti."

"Di sana aku tidak bisa seleluasa di sini Shaila. Jadi sangat jarang aku menonton berita baik itu lewat TV maupun ponsel."

Unexpected Meeting: Farewell (Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang