"Kembali lagi bersama saya, Lovia Clarisa. Seperti biasa, di sini saya akan kembali mengabarkan perkembangan virus baru ini. Belum diketahui namanya memang. Tapi virus ini seperti memiliki gejala virus flu dan TBC.
Berikut gejala-gejala yang ditimbulkan oleh virus baru ini agar kalian bisa lebih waspada lagi. Diantaranya sakit kepala, nyeri otot, batuk kering atau berdahak, dehidrasi, demam, kulit memerah, panas dingin, badan terasa sakit dan berkeringat, bersin-bersin, sakit tenggorokan, tekanan dada.Sekilas memang seperti gejala flu pada umunya. Namun virus baru ini mempunyai tiga gejala lainnya. Satu, batuk berdarah. Dua, napas pendek. Ketiga, massa otot berkurang. Ketiga gejala terakhir hampir sama dengan gejala TBC. Maka dari itu beberapa Ilmuan dan Dokter masih belum menemukan pencampuran gejala ini."
Pencampuran dua penyakit? Bagaimana bisa? Otakku terus mencerna apa saja yang reporter wanita itu sampaikan dengan fokus.Kiara dan Adnan juga ikut mencerna berita yang kami saksikan di layar ponselku. Mengabaikan Malik yang tengah tertidur asal di sofa usang yang kami letakan di dalam gudang tak terpakai di sekolah.
"Sekali lagi kami himbau pada kalian. Untuk tetap berada di rumah dan menjauhi kerumunan. Selebihnya akan kami siarkan lagi dihari berikutnya. Tetap tenang."
"Tetap tenang katanya," Gumam Kiara setelah siaran berita selesai.
"Ya, tetap tenang. Jangan sampai membuat imun tubuh kita menurun Kiara."
"Aku tidak tahu kalau sampai separah itu. Maksudku sampai batuk darah, massa otot berkurang, dan tekanan dada. Itu terdengar mengeringan Shaila."
Aku hanya tersenyum tipis. Tetap menatap lurus ke jendela ruangan. Dalam hati membenarkan ucapan Kiara. Gejalanya saja sudah terdengar sangat mengerikan. Bagaimana jika sampai diderita dan terjangkit?***
Siang ini Erza benar-benar memenuhi ucapannya untuk menjemputku. Kini aku sudah duduk manis di mobil temannya yang pagi tadi kami pakai. Bajunya sudah berganti, wajahnya pun terlihat lebih segar dari sebelumnya saat kami bertemu pagi tadi.
"Sudah?"
"Hmm." Gumamku dengan anggukan kepala. Tanganku masih sibuk memasang seat belt di tubuhku.
"Kita jalan?"
"Hmm." Lagi-lagi aku melakukan hal yang sama.
"Siap Nona?"
"Siap!" Jawabku tak kalah semangat dengannya.Setelahnya kami memekik senang saat Erza menginjak gas cukup dalam hingga mobil melaju cukup kencang.
"Erza,"
"Hmm?"
"Apa temanmu itu tidak papa mobilnya kau pakai begini?"
"Tidak apa, kenapa memangnya?" Kulit keningnya mengerut indah dengan tatapan yang masih terfokus menatap jalan di depan.
"Kita memakainya dari pagi tadi. Apa dia tak memakai mobil ini?"
"Dia tengah sibuk Shaila,"
"Sibuk? Sibuk apa?"
"Melakukan penelitian."
"Penelitian? Dia seorang Ilmuan? Profesor?"
"Tidak, hanya Dokter dengan pangkat tak jauh beda dengan Ayah."
"Bagaimana kalian bisa bertemu?"
"Kami bertemu di Byblos saat bertugas. Saat itu dia tengah menjadi Dokter sukarelawan."
"Ohh... Kau tahu dia tengah melakukan penelitian apa?" Aku menyerongkan sedikit badanku ke arahnya. Menyamankan tubuhku, siap untuk menyari tahu rasa penasaranku.
"Tidak."
Aku mengangguk singkat. Kembali membenarkan posisi dudukku dan menatap ke depan. Sedari perjalanan Erza tak bisa diam dengan terus memainkan rambutku yang agak ikal. Memilinnya terus menggunakan jari telunjuknya.
"Dia cantik," Gumamku setelah menatap fotonya cukup lama.
"Hmm, lumayan."
"Lumayan kau bilang? Hei! Dia cantik sekali bahkan! Lihat rambutnya, pirang alami nih pasti, iyakan?"
"Hmm." Gumamnya dengan anggukan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Meeting: Farewell (Book 1)
Teen Fiction[Completed] # Series pertama dari cerita Unexpected Meeting. Bumi hancur... Aku pernah beberapa kali melihatnya di film, namun kini aku mengalaminya sendiri. Rasanya lebih menakutkan dari apa yang kubayangkan. Tak kukira kejadian di film-film bisa t...