Sekarang aku sudah rapih dengan pakaian santaiku. Siap kembali menuju pabrik parfum yang kemarin kami datangi. Sekarang pihak sekolah memperbolehkan kami untuk tak berkumpul sesuai kelompok. Bebas menjelajahi lantai satu hingga lantai tiga pabrik.
Kiara sudah mengapitkan tangannya di lengan Adnan. Berjalan di depanku dan Malik. Sudah dua kali aku menginjakkan kaki di sini, namun masih juga dibuat kagum oleh alat-alat yang ada, serta para pekerja yang terlihat sangat berpendidikan. Terlihat dari cara mereka menyikapi kami dan tutur kata mereka yang terdengar santun dan sangat informatif.
"Apa yang harus dilihat sih sebenarnya? Aku bingung, tahu begitu aku tinggal saja di hotel."
"Kita ke sini untuk belajar Malik. Jadi persiapkan otakmu untuk mengingat alat-alat yang ada di pabrik ini."
"Semuanya terlihat membosankan Shaila. Aku tak minat untuk mengingatnya."
Aku membiarkan Malik melakukan sesukanya. Otakku masih sibuk merekam benda apa saja yang ada di ruang ini. Satu persatu aku mencoba memotret benda mukhtahir di sekitarku dengan ingatanku. Pihak pabrik tidak memperbolehkan kami mengambil potret alat-alat yang ada di pabrik besar ini menggunakan kamera. Alasannya untuk keamanan pabrik.
Kembali ke dalam bis. Setelah sebelumnya berkeliling dan menghabiskan waktu satu jam di pabrik parfum, kini kami akan kembali menuju Jakarta.
Dret... Dret... Dret...
Tanganku mengambil ponsel yang kuletakan di saku sweaterku ketika benda pipih itu tak berhenti untuk bergetar.
"Ya Erza?"
"Shaila kau di mana sekarang?" Nada suaranya terdengar terengah.
"Di jalan, aku akan kembali ke Jakarta Erza."
"Shaila, aku sedang tidak ada di Jakarta sekarang."
"Kau di mana?" Sesaat kemudian punggungku menegak. Mulai merasa cemas, takut jika ketiga Kakaku kembali ke pangkalan kemiliteran mereka.
"Aku sedang ada di Bali bersama Agam. Kami menemani Ibu dan Akio yang mau berkunjung ke rumah Nenek."
"Kenapa dadakan sekali perginya? Aku tidak tahu?"
"Tiba-tiba Nenek sakit Shaila. Akio juga, tiba-tiba saja terjangkit flu. Niat kami hanya untuk mengunjungi lalu kembali ke rumah. Tapi keadaan tidak memungkinkan untuk kami pulang saat ini juga Shaila."
"Apa? Kenapa bisa?"
"Aku tidak tahu, di rumah ada Regi dan Ayah. Minta salah satu dari mereka untuk menjemputmu ya?"
"Apa? Tunggu Erza!"
"Tidak bisa Shaila. Aku sedang buru-buru sekarang. Nanti kita sambung lagi ya?"
Tut!
Sambungan telpon terputus sepihak. Erza yang memutuskannya. Tadi sempat aku dengar suara Erza yang terengah dan beberapa suara yang cukup bising. Saling berteriak entah sedang merebutkan apa.
Perlahan dapatku rasakan laju bis yang melambat dan berangsur-angsur berhenti melaju. Di sekalilingku pun kendaraan juga begitu. Macet, tiba-tiba saja jalanan mendadak padat kendaraan.
Aku mendongakan kepalaku mencoba melihat apa yang sedang terjadi di depan. Mataku menyipit tat kala melihat sebuah kerubungan orang-orang yang memenuhi apotik di pinggir jalan.
Perlahan bis kembali melaju. Hingga berhanti tepat di samping toko apotik itu. Sedang mengantri apa mereka? Kenapa memenuhi sekitaran apotik dan sebagian dari mereka terlihat memencak kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Meeting: Farewell (Book 1)
Novela Juvenil[Completed] # Series pertama dari cerita Unexpected Meeting. Bumi hancur... Aku pernah beberapa kali melihatnya di film, namun kini aku mengalaminya sendiri. Rasanya lebih menakutkan dari apa yang kubayangkan. Tak kukira kejadian di film-film bisa t...