FOURTEEN

169 72 28
                                    

      

"Kenapa kau di sini?"
      
"Aku mendengar sedikit percakapanmu tadi. Bagaimana bisa seorang ketua rumah sakit meninggalkan wilayah nya? Biarkan aku ikut."
      
"Membawa seorang gadis sepertimu? Aku tak yakin kau akan meringankan bebanku."
      
"Kita lihat saja nanti." Aku menduduki kursi samping kemudi mobil jeep tua itu tanpa izin. Dokter Danzel tak lagi menimpaliku. Sepertinya menghindari cekcok yang hanya akan menyita waktu dengan sia-sia.
      
"Kenapa nyalimu kuat sekali?"
      
"Aku anak perempuan satu-satunya dikeluargaku. Keempat saudaraku seorang pria. Aku terbiasa bermain tembak-tembakan dari pada bermain boneka."

Dan dengan adanya Kiara jiwa perempuanku sedikit keluar dari diriku.
      
"Aku ingin mengajak ketiga temanmu. Tapi mereka tengah sibuk menjaga rooftop, pintu belakang, dan lantai tiga."
      
"Santai saja. Aku tak akan memberatkanmu."
      
Mataku menatap jalanan kota yang sudah hampir seperti kota mati. Barang-barang tergeletak tak menentu di tengah jalan. Toko-toko semua tutup dan ditinggali begitu saja oleh pemiliknya. Hingga setengah jam kemudian mobil berhenti melaju di pinggir kota. Tak jauh dari pemukiman di tepi waduk.
      
"Kita sampai pada pertempuran yang sebenarnya." Ujar Dokter Danzel menatap lurus sekumpulan orang yang tengah mengepung pertokoan yang tutup.

Kakinya kembali menekan gas kemudi, melajukannya mendekat pada penyintas di depan sana dan membunyikan klakson sebanyak tiga kali. Membuat beberapa kepala di depan kami serentak memusatkan perhatiannya pada kami.
      
Berkat mobil yang melaju cukup kencang membuat mereka menyingkir membuka jalan untuk kami dengan wajah terkejud. Dokter Danzel menginjak rem dengan kuat tepat sebelum mobil jeep menabrak gerbang besi toko.
      
"Woah..." Gumamku tak percaya.
      
Napas Dokter Danzel terdengar memberat di sampingku.
      
"Tunggu sini. Aku akan---"
      
Brak!
      
Aku keluar sebelum mendengar ucapan Dokter Danzel. Berhadapan dengan sembilan pria yang berdiri di sisi kanan kiri mobil.
      
"Hai---"
      
"Kalian berniat membunuh kami?!" Pekik salah satu diantara mereka mengabaikan sapaan ceriaku.
      
"Jika aku berniat membunuh kalian mungkin aku tak akan membunyikan klakson dan membuat kalian berlari tergopoh seperti semut yang menghindari tsunami." Sela Dokter Danzel sesampainya di sampingku.
      
"Sialan!"
      
Hais! Ucapan pedas Dokter Danzel malah membuat emosi para pria ini semakin tersulut. Yang begini yang katanya bisa menangani masalah seorang diri? Ini sih sama saja seperti melemparkan diri ke kandang buaya.
      
"Maafkan dia. Dia memang selalu bicara seperti itu." Ujarku mengabaikan delikan mata Dokter Danzel.

"Kami hanya ingin menjemput ketiga rekan kami yang katanya kalian penjara di dalam sana." Ibu jariku menunjuk toko di depan kami yang tertutup rapat.
      
"Kami tak memenjarakannya."
      
"Lalu disebut dengan apa itu? Mereka berada di sana selama dua hari karena kalian."
      
"Shh... Lebih baik kau simpan suaramu untuk saat ini Pak. Biarkan aku yang menangani mereka." Bisikku pada Dokter Danzel.
      
"Kami membutuhkan mereka saat ini. Tolong biarkan mereka keluar." Aku kembali mencoba bernegosiasi dengan sekawanan di depanku.
      
"Kalian seorang tenaga medis? Dan tiga orang pecundang di dalam sana seorang Opsir? Wahh tim yang sangat memadai dikondisi seperti ini," Ujar pria yang tadi mengumpat.
      
"Hentikan omong kosong kalian dan keluarkan mereka." Aku menggeremat lengan Dokter Danzel untuk menenangkannya.

Kembali kukeluarkan senyumku pada pria di depanku. "Mari bernegosiasi. Kami akan membagikan beberapa makanan yang ada di dalam toko ini pada kalian. Sebagai imbalannya biarkan mereka keluar."
      
"Kau pikir beberapa makanan yang tak sebarapa itu dapat menyembuhkan penyakit keluarga kami?"

Kini Dokter Danzel tak lagi menyela ucapan para pria di depan kami.
      
"Rekan kalian duluan yang mencuri persedian makanan kami. Ini toko yang kami jaga selama ini. Tempat kami mengumpulkan persediaan makanan. Dan dengan tak sopannya kalian menganggap kami pencuri? Kalian pikir kami perompak?"
      
Kini aku maupun Dokter Danzel dibuat diam seribu bahasa.
      
"Ini--- milik kalian?"

Unexpected Meeting: Farewell (Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang