Singto yang masih tertidur dengan nyenyaknya harus terbangun karena teriakan mamanya.
"Ganggu aja sih, Ma. Masih pagi juga."
"Singto bangun. Ada kejutan buat kamu."
Singto dengan malas berjalan menuju pintu kamarnya. Mamanya masih semangat mengetuk pintu kamar Singto.
"Kejutan apa Ma?"
"Ayo ikut ke bawah."
"Aku mandi sekalian aja Ma. Nanti tinggal berangkat sekolah."
"Ya sudah kamu mandi dulu."
Singto mengambil seragam dan handuk, setelah itu Singto masuk ke dalam kamar mandi.
Hampir 15 menit Singto di kamar mandi, keluarlah Singto dengan seragam sekolah yang lengkap. Singto segera memakai pakai parfum dan sedikit merapikan rambutnya. Pakaian yang lumayan rapi membuat Singto enak dipandang. Singto memakai sepatunya.
Singto mengambil tasnya dan segera keluar dari kamarnya. Singto berjalan menuju ruang makan. Disana terlihatlah Mama dan Papa Singto dengan seseorang yang Singto tak kenali. Orang itu membelakanginya.
"Ma, Pa." panggil Singto.
Semua yang ada di meja makan menatap Singto. Mama dan Papa Singto tersenyum. Sedangkan orang asing itupun ikut tersenyum menatap Singto. Singto duduk di samping Mamanya dan di depan orang asing itu.
"Ada kejutan apa Ma?"
"Itu di depan kamu." ucap Mama Singto.
Singto menatap orang itu.
"Dia?"
"Iya, dia adik kamu. Kamu sering kan ngeluh pengen punya adik? Sekarang kamu jadi kakak."
"Ma, aku mau adik kecil. Bukan kayak dia. Aku mau adik kandung ma. Bukan anak pungut kayak dia."
"Sing jaga ucapan kamu." bentak Papa Singto.
"Lihat, baru sebentar dia di sini papa sudah bentak aku. Selama ini papa gak pernah bentak aku."
"Papa bentak kamu karena kamu keterlaluan Sing."
"Terserah. Aku gak nafsu makan. Aku berangkat."
"Ah iya, kalian pasti sudah kenal kan? Kan kalian satu sekolah."
"Iya ma, Krist sudah kenal sama Abang."
"Gue bukan abang lo."
"Sing"
"Belain anak baru kalian."
Singto pergi dari rumah itu. Krist hanya menatap kepergian Singto. Namun tiba-tiba perasaannya menjadi sedih.
"Pa, Ma, kayaknya abang gak mau ya punya adik kayak aku? Apa aku balik ke panti asuhan aja?"
"Kamu jangan dengerin Singto ya nak. Dia kan terbiasa jadi anak tunggal, sekarang dia ada adik. Mungkin dia masih kaget." ucap Mama Singto
"Kamu coba dekatin dia. Mungkin suatu saat dia bakal luluh." ucap Papa Singto.
Krist menatap Mama dan Papa Singto.
"Krist akan berusaha buat dekat sama Abang pa, Ma." ucap Krist dengan tersenyum.
"Gitu dong baru anak Mama sama Papa. Ya sudah kamu makan dulu. Hari ini kamu gak usah sekolah dulu. Kita belanja kebutuhan kamu. Besok baru kamu masuk sekolah." ucap Mama
"Kebutuhan aku sudah ada semua Ma. Kenapa harus belanja lagi?"
"Kamu harus punya banyak baju nak. Kita hari ini habiskan uang Papa." ucap Mama.
"Iya habisin aja. Aku kerja juga buat kalian."
Mama memeluk tubuh Papa. Krist tersenyum menatap pemandangan di depannya. Suasana ini yang sudah lama dia inginkan. Memiliki keluarga yang lengkap.
Mama kembali duduk di tempatnya. Melihat piring Krist yang sudah kosong, Mama berdiri kembali.
"Makan yang banyak Krist. Kamu kurus gini. Sekarang kamu harus makan banyak. Mama gak mau anak Mama kurus."
"Krist sudah kenyang ma."
"Gak ada alasan. Kamu harus makan banyak."
"Ma, kalau aku makan enak kayak gini, anak panti juga bisa makan enak gak ya?"
"Bisa dong. Kamu mau tiap hari kirim makanan buat mereka? Bisa kok."
"Tapi uangnya?"
"Nanti Papa buatkan kamu tabungan. Kamu bisa belikan mereka makanan pakai tabungan itu."
"Tapi Pa, gak enak ngerepotin Papa sama Mama."
"Gak ada kata ngerepotin Krist di keluarga itu."
"Terima kasih Pa, Ma."
Krist tersenyum menatap Papa dan Mama.
"Kalau sudah selesai, Mama antar kamu ke kamar ya."
"Sudah Ma."
"Ayo ke kamar kamu."
Mama menggandeng tangan Krist, lalu tersenyum kepada suaminya.
"Pa, Mama antar Krist ke kamar dulu ya."
Papa hanya mengangguk. Mama dan Krist menjauh dari meja makan. Menaiki anak tangga.
"Itu kamar Abang kamu. Nah sampingnya kamar kamu."
Krist menatap pintu berwarna coklat itu lalu mengalihkan pandangannya ke pintu kamarnya.
"Ma, apa Abang gak bakal terganggu kalau kamar aku disamping kamar Abang?"
"Gak bakal. Mama kasih kamu kamar samping Abang kamu biar kamu bisa akrab. Lama-kelamaan Abang pasti bisa nerima kamu."
"Semoga ya Ma."
"Ayo masuk ke kamar kamu."
Mama dan Krist masuk ke dalam kamar Krist. Terlihat kamar yang sudah tertara rapi. Warna kamar yang netral membuat Krist nyaman di kamar ini.
"Gimana? Suka?"
"Suka Ma. Bagus banget kamarnya."
"Syukurlah kalau kamu suka."
"Ma" panggil Krist.
"Kenapa?"
"Terima kasih ya sudah mau adopsi Krist. Krist bakal balas semua kebaikan Papa sama Mama."
"Mama sama Papa adopsi kamu karena ingin. Bukan berharap balasan kamu. Singto juga mau punya adik. Kalau ambil anak bayi takut Singto gak bisa ngurus. Papa sama Mama sering kerja di luar kota. Jarang pulang. Kamu hampir seumuran sama Singto. Jadi Mama pikir, kalian pasti bisa cepat akrab."
Krist tersenyum menatap Mama.
"Boleh Krist peluk Mama?"
"Kenapa izin? Mama kan sekarang Mamanya Krist. Krist bisa peluk Mama sepuas Krist."
Krist langsung memeluk Mama.
"Terima kasih Ma. Terima kasih"
Krist menangis dalam pelukan Mama. Tangan Mama bahkan sudah mengelus pundak Krist.
"Sudah jangan nangis. Kamu istirahat aja dulu ya. Mama mau keluar dulu. Temenin Papa makan."
"Iya Ma."
Krist melepaskan pelukannya. Mama tersenyum menatap Krist. Mama pergi meninggalkan kamar Krist. Krist mulai mengamati kamarnya. Matanya terasa berat. Sedari kemarin dia tidak bisa tidur dikarenakan sangat bahagia, dirinya akan di adopsi. Krist menidurkan dirinya.
"Semoga, habis ini kehidupan aku lebih baik. Semoga Abang bisa nerima aku sebagai adiknya." doa Krist.
Perlahan mata Krist tertutup. Krist mulai menyelami mimpi indahnya. Mama yang ingin mengajak Krist jalan-jalan kembali ke kamar Krist. Namun melihat Krist yang tertidur, Mama hanya tersenyum dan kembali menutup pintu kamar Krist.
🕊️🕊️🕊️🕊️
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Terlambat [ Singto x Krist ] ✓
FanfictionSingto yang terbiasa menjadi anak tunggal dengan tiba-tiba harus menjadi seorang kakak. Orang tua Singto membawa remaja dari panti asuhan. Singto benci ketika harus berbagi kasih sayang. Singto akan membuat adiknya tidak betah di keluarganya. Penyik...