Sudah sebulan Krist mendapatkan perawatan mentalnya. Namun tak ada perubahan. Krist tetap tersenyum, namun yang melihat pasti tahu, jika senyum itu palsu. Krist melihat perutnya, masih rata. Tidak ada yang mengetahui jika Krist hamil.
Krist mengelus perutnya yang masih rata. "Maafin Papa belum bisa kasih tahu ke semua orang kalau kamu ada, Nak." Sekarang ada alasan untuk Krist bertahan lebih lama.
Krist keluar dari kamarnya. Terlihat Papa dan Mama yang sudah menunggunya di meja makan. Krist menghampiri mereka, dan duduk di kursinya. "Selamat pagi, Pa, Ma," sapa Krist.
Papa dan Mama tersenyum. "Mau makan apa, Nak?" tanya Mama.
Krist melihat semua makanan di atas meja. "Apa saja, Ma. Semua masakan Mama enak banget."
Mama tersenyum mendengar pujian dari Krist. Mama mulai mengambilkan makanan untuk Krist. Setelah selesai, Mama meletakkan piring di depan Krist. Krist segera memakan makanan yang di depannya.
Krist menatap Papa dan Mama. "Pa, Ma," panggil Krist.
Papa dan Mama menatap Krist. "Ada apa, nak?" tanya Mama halus. Papa hanya melihat.
"Kalau terjadi sesuatu, tolong jangan belain Krist ya, Pa, Ma. Biarin Krist jalanin sesuai alur saja." Krist menatap Papa dan Mama dengan wajah memohon.
Papa menghela nafas pelan. "Papa turutin kali ini, tapi jangan pernah nolak apapun pemberian Papa sama Mama. Papa sama Mama mau yang terbaik buat kamu."
Krist mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih, Pa, Ma. Oh iya, Krist berangkat sekolah dulu ya."
Krist bangun dari duduknya, dan langsung menyalami Papa dan Mama. Krist berangkat sendiri. Sebulan ini, hidupnya terasa lebih tenang. Singto bahkan tak pulang. Krist berangkat dengan menaiki ojek onlinenya.
Sesampainya di sekolah, Krist menjadi pusat perhatian. Para siswa menatap Krist dan langsung berbisik dengan temannya. Krist merasakan firasat tak enak.
Krist masuk ke dalam kelasnya. Terlihat Nada yang sedang membaca buku. Krist mendekat ke arah Nada. "Nad, kok dari tadi semuanya lihatin aku, ya?"
Nada menatap Krist. Namun tak menjawab apapun, wajah Nada terlihat jijik.
"Nad, kamu kok natap aku begitu sih?" tanya Win pelan. Perasaan Win semakin tak enak.
Ketua osis masuk ke dalam kelas. "Bagi yang bernama Krist Perawat, di tunggu kepala sekolah di ruangannya. Sekarang."
Krist menatap Nada, lalu menatap teman sekelasnya. Semua menatap Krist dengan pandangan yang sulit diartikan. Krist segera menuju ke ruang kepala sekolah.
Krist sampai di depan ruang kepala sekolah, menarik napas dalam sebelum mengetuk pintu ruangan kepala sekolah. Merasa cukup, Krist mengetuk pintu.
"Masuk," suara Kepala sekolah terdengar dari dalam ruangan itu.
Krist membuka pintu ruangan, terlihat wajah kepala sekolah yang sangat serius. "Bapak manggil saya?" tanya Krist memastikan.
"Silakan duduk." Kepala sekolah tak menatap Krist.
Krist duduk di depan kepala sekolah. Perasaannya semakin tak enak melihat ekspresi kepala sekolah. "Ada apa ya, Pak?"
Kepala sekolah itu menatap Krist. "Kamu gak tahu kesalahan kamu?"
Krist semakin ketakutan. Kepala sekolah meletakkan ponselnya yang berisi video. "Kamu lihat sendiri."
Krist memutar video itu. Wajah Krist memucat. "Pak ini gak seperti yang bapak lihat."
"Apa lagi yang mau kamu jelasin? Itu sangat jelas wajah kamu. Saya susah-susah membuat sekolah ini menjadi maju, membuat nama sekolah menjadi bagus, tapi kamu? Dengan seenaknya berbuat yang tidak senonoh." Kepala sekolah menghela napas. "Maaf, sesuai keputusan bersama, kamu di keluarkan dari sekolah."
Krist menangis. "Pak, saya mohon, jangan keluarin saya, Pak. Ini bukan saya."
"Silakan keluar dan pulang. Saya harap kamu memperbaiki sikap kamu."
Krist berdiri. Dia tak mau melawan lagi. Bukannya Krist yang bilang ingin mengikuti alur dengan sendirinya. Krist keluar dari ruangan kepala sekolah dan pulang.
🍰🍰🍰🍰
Satria memasuki kelas. Terlihat Singto yang masih membaca bukunya. Keadaan Singto terbilang tidak baik.
"Sing, lo pasti tahukan tentang video Krist?" tanya Satria kepada Singto.
"Video apa?" Wajah Singto terlihat bingung.
"Kalau bukan lo, siapa lagi?"
"Video apa bangsat? Ditanya dari tadi." Singto kesal karena Satria tak menjawab pertanyaannya.
Satria menatap Singto. "Video lo sama Krist kesebar. Wajah lo samar, tapi wajah Krist terlihat jelas."
Singto mulai paham. Wajahnya memerah. "Siapa yang nyebarin?"
"Gue gak tahu, makanya gue tanya lo. Gue dengar Krist di keluarkan juga dari sekolah."
Singto menatap tak percaya. "Sekarang Krist dimana?"
"Gue tadi lihat, kayaknya pulang," ucap Satria.
Singto segera berlari menuju parkiran. Dia ingin melihat Krist, pasti saat ini Krist sangat rapuh.
Sesampainya di parkiran, Nada, teman Krist menghampiri Singto. "Sing, aku boleh ikutkan? Aku mau tahu tentang Krist."
Singto mengangguk, yang terpenting sekarang hanya Krist. Singto segera naik ke atas motornya, diikuti oleh Nada. Dengan kecepatan tinggi, Singto keluar dari sekolahnya. Satpam sekolah tak bisa menahan Singto.
Singto sampai di rumahnya. Terlihat Krist yang terduduk di depan Mamanya. Tangisan Krist semakin menjadi. Singto menghampiri Papa, Mama, dan Krist. "Ada apa ini, Ma? Kenapa Krist nangis?"
Mama menghadap Singto. "Krist hamil. Mama gak tahu lagi mau bicara apa, Sing."
Singto memeluk tubuh Mama. Tangisan Mama semakin menjadi di pelukan Singto. Papa menghela napas berat.
"Krist, sekarang kamu kemasi barang kamu. Pergi dari rumah ini. Ini kan yang selama ini kamu mau?" ucap Papa dengan tegas.
Singto menatap Papanya. "Pa, gak bisa gitu dong. Krist lagi hamil. Nanti yang bakal ngurusin dia siapa? Dia gak mungkin bisa ngurusin dirinya sendiri. Dia baru pertama kali hamil, Pa," protes Singto.
Papa tak mendengarkan protes Singto. Krist segera menuju kamarnya, membereskan semua barangnya. Krist meletakkan kartu yang diberikan Papa di atas meja
Krist menghampiri Papa dan Mama. "Pa, Ma, maafin Krist. Krist pamit ya."
Tak ada jawaban, semua hanya terdiam. Krist pergi dari rumah itu. Singto segera sadar. Dia ingin mengejar Krist, namun Mama menahan Singto. Seseorang yang melihat keluarga itu hanya terdiam. Nada tak mampu berkata-kata.
Sebelum semua ini terjadi, Krist sudah mempersiapkan segalanya. Bahkan Krist sudah menyiapkan kost biasa untuk tempatnya tidur.
Krist berjalan menuju kostnya. Bahkan, Papa dan Mama sudah mengetahui letak kostnya. Krist melihat langit dengan tersenyum. Sudah tiba waktunya dia menjauh dari keluarga Singto.
🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Terlambat [ Singto x Krist ] ✓
FanfictionSingto yang terbiasa menjadi anak tunggal dengan tiba-tiba harus menjadi seorang kakak. Orang tua Singto membawa remaja dari panti asuhan. Singto benci ketika harus berbagi kasih sayang. Singto akan membuat adiknya tidak betah di keluarganya. Penyik...