Kesalahan

1K 104 17
                                    

Hampir 1 bulan Krist mencoba mendekati Singto agar Singto mau menerimanya sebagai adik. Namun Singto tak kunjung memberikan respon yang baik. Sudah puluhan bekal yang Singto buang.

Malam ini, Papa dan Mama kerja keluar kota. Hanya ada Krist di rumah. Dia berharap Singto pulang, tapi itu hanya harapan. Singto jarang berada di rumah. Singto hanya akan berada di rumah jika Papa juga di rumah.

"Semoga Abang pulang, mana aku sendiri lagi."

Terdengar petir yang menyambar diluar. "Kok horor sih, hujan lagi."

"Aku mohon, Abang pulang."

Krist terus mengucapkan kata yang sama, berharap Singto pulang.

Harapan Krist menjadi kenyataan, suara Singto terdengar di depan pintu. Gedoran pintu semakin mengeras. Krist segera berlari dan membuka pintu.

"Lama banget sih lo buka pintunya."

"Maaf, Bang."

"Minggir lo. Gue mau lewat."

Singto mendorong tubuh Krist hingga terjatuh. Dia berjalan melewati tubuh Krist, namun tiba-tiba dia berhenti, lalu menatap Krist.

"Bawain gue makan. Gue tunggu di kamar."

Singto berjalan meninggalkan Krist. Karena tidak mau membuat Singto semakin marah, Krist segera menuju dapur. Untungnya Krist memasak lebih, dia takut kalau malam akan kelaparan dan tak ada makanan.

Krist menata semua makanan di piring. Tak lupa mengisi air minum untuk minum Singto. Setelah semua tertata rapi, Krist membawa piring dan gelas itu ke kamar Singto.

Sampai di depan pintu kamar Singto, Krist tak bisa mengetuk pintu karena tangannya yang penuh.

"Bang, makanannya." teriak Krist.

Tak ada sahutan. Krist kembali memanggil Singto. "Abang, ini makanannya."

"Masuk." Terdengar suara Singto dari dalam kamarnya.

Krist mencoba untuk membuka pintu kamar Singto. Walaupun kesusahan, akhirnya Krist bisa membuka pintu. Krist melihat Singto yang terduduk dengan tenang di ranjangnya.

"Letakin di meja," perintah Singto.

Krist hanya menurut. Setelah meletakkan piring dan gelas, Krist berniat keluar dari kamar Singto, namun tiba-tiba Singto memeluk tubuh Krist dari belakang.

"Gue mau lo malam ini."

Krist berusaha melepaskan pelukan Singto. Bagi Krist ini sudah kesalahan. Krist berhasil melepaskan pelukan Singto dan berniat kabur, namun dengan cepat tangan Singto mencengkeram lengan Krist.

"Mau kemana lo? Kita bahkan belum mulai. Gue saja baru meluk lo."

"Bang, please lepasin Krist. Krist mau balik ke kamar."

"Bukannya lo takut sendirian? Temenin gue dong malam ini."

Krist dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan cengkraman Singto. Lengan Krist sudah berdarah karena kuku Singto.

Setelah terlepas, Krist berniat lari dari kamar Singto, namun Singto dengan cepat menghantamkan tubuh Krist ke tembok. Lengan Krist terasa sangat sakit. Dada Krist sedikit sesak.

"Lo gak bakal bisa kabur dari gue. Gue sudah bilang, malam ini gue mau lo."

"Bang, Krist mohon. Krist mau ke kamar."

"Jangan banyak bicara lo. Gak guna mulut lo sekarang. Simpan tenaga lo buat mendesah nanti."

Singto menggendong tubuh Krist menuju ranjangnya. Dengan kasar, Singto menghempaskan tubuh Krist. Krist yang melihat peluang untuk kabur, segera berusaha. Namun gagal lagi, tubuhnya ditahan oleh Singto. Tangan Krist menampar Singto dan membuat sudut bibir Singto berdarah. Krist menatap tangannya tak percaya.

"Bang, maaf. Krist gak sengaja nampar Abang."

"Lo dibaikin gak bisa ya? Oke, lo yang minta main kasar."

Singto menarik tubuh Krist hingga berada di bawahnya. Tangan Singto mencekik leher Krist. Singto menatap Krist dengan senyuman kemenangan.

Singto mulai menciumi pipi Krist, lalu hidung Krist dan terakhir melumat bibir Krist. Krist sudah memukul tangan Singto, dirinya tak bisa bernafas dengan lancar.

"Kalau lo mau gue lepasin, puasin gue untuk malam ini. Gimana?"

Krist menggeleng. Air matanya menetes. "Mungkin gak papa ya aku mati sekarang? Setidaknya aku sudah ngerasain kasih sayang Papa, Mamakan?" batin Krist. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Dengan tangan satunya, Singto membuka seluruh baju Krist. Tanpa kesulitan, Singto melepas celana Krist. Keadaan Krist sekarang sudah naked.

Singto melepaskan cekikan tangannya, Kristpun bisa bernafas kembali. Batuk membuat Krist semakin sesak. Melihat itu, Singto segera melepaskan semua pakaiannya. Kini mereka berdua sama naked. Krist ingin kabur. Dengan cepat dia beranjak dari ranjang Singto.

Singto yang melihat itu segera mengejar Krist. Kesialan Krist masih bertahan. Tangan Singto dengan cepat mencekal lengan Krist.

"Lo masih berusaha kabur? Apa sih susahnya muasin gue. Lo tinggal ngangkang depan gue. Beres. Lo bebas."

"Gak, Bang. Krist gak mau."

Singto menampar Krist, bahkan bukan hanya sekali Singto menampar Krist. Pipi Krist memerah, sudut bibirnya berdarah, kepalanya terasa pusing, bahkan telinganyapun sudah berdengung.

"Bang, maafin Krist. Krist mohon lepasin Krist."

"Bacot lo."

Singto kembali menggendong Krist lalu menghempaskan Krist di ranjang. Tanpa persiapan, Singto langsung memasukan juniornya ke dalam hole Krist. Teriakan kesakitan dari Krist tak membuat Singto kasihan.

"Bang, lepasin. Sakkkitttt..."

"Krist mohon, Bang. Lepasin..."

"Sakittttt, Banggg..."

"Aaaahhhhhh Kristtttt. Sudah gue duga, hole lo sempit."

"Aaaaaaahhhh...."

Teriakan kesakitan dari Krist dan desahan dari mulut Singto memenuhi kamar Singto. Air mata Krist terus mengalir. Bahkan tanpa sadar, hole Krist sudah mengeluarkan darah.

"Bang, Krist mohon. Lepasinnnnn.... Sakit Bang."

"Krist mohon..."

"Kalau, Abang mau lihat Krist menderita, bunuh Krist sekalian, Bang. Jangan kayak gini."

Singto memberhentikan kegiatannya lalu menatap Krist.

"Gue sudah peringatin lo dari kemarin kan? Pergi dari hidup gue. Tapi lo masih dekatin gue."

"Sekarang, lo sudah dekatkan sama gue? Atau lo mau jadi budak sex gue?"

Krist menggeleng. Dirinya tak mau menjadi budak sex Singto. Krist ingin mati saat ini. Singto kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Aaaaaahhhhhh Kristttt...."

Hole Krist terasa sangat sakit. Ketika ingin teriak, Singto kembali menciumi bibir Krist. Darah membasahi sprei ranjang Singto.

"Aaaahhhhh lo sempit, Krist."

"Ahhhhhh, gue keluar.."

Sinto mengeluarkan semua spermanya di dalam hole Krist. Krist kira, penderitanya sudah berakhir, namun ternyata salah. Singto kembali menggerakan pinggulnya. Kali ini, hole Krist terasa sangat sakit, bahkan lebih sakit dari yang sebelumnya.

"Bang, Krist mohon, lepasin Krist. Sakit, Bang."

Singto tak mendengarkan permintaan Krist. Setelah selesai memperkosa Krist, Singto tertidur di atas tubuh Krist. Dengan sekuat tenaga Krist memindahkan Singto dari atasnya.

Singto tak terbangun sama sekali. Dengan cepat, Krist mengambil bajunya yang berada di sembarang tempat. Dengan langkah tertatih, Krist berusaha keluar dari kamar Singto.

Darah bahkan masih menetes hingga membasahi paha Krist. Tetesan darahpun berceceran di lantai kamar Singto.

Tanpa sadar, HP Singto masih merekam semua kegiatan itu. Singto sengaja merekam perbuatan mereka.

🕊️🕊️🕊️🕊️

Aku Terlambat [ Singto x Krist ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang