Dengan tergesa Krist berangkat sekolah. Namun ketika sampai di meja makan, Krist mendengar seseorang sedang bernyanyi di dapur.
"Kayak suara Mama deh."
Krist berjalan menuju dapur. Tangan Krist memegang roti. Perlahan, tanpa suara Krist memasuki dapur.
"Mama..." Krist memeluk wanita yang sedang memasak itu.
"Eh, kamu sudah bangun Krist? Kangen Mama ya?"
Mama menghadap ke arah Krist.
"Loh kok sudah pakai seragam?"
"Krist mau berangkat duluan, Ma. Ada tugas hari ini."
"Tapi ini masih pagi Krist. Kenapa gak nunggu Abang saja?"
Krist menggeleng. Ketika mendengar Mama menyebut Abang, tangan Krist gemetar, namun Krist menyembunyikan itu.
"Ma, boleh gak nanti malam, Krist mau tidur sama Papa, Mama? Krist mau dipeluk Papa sama Mama."
Mama mengelus rambut Krist.
"Boleh dong sayang. Papa sama Mama juga pengen akrab sama kamu. Apalagi sejak kamu jadi anak Mama, kita belum sempat ngobrol serius. Papa sama Mama sibuk terus."
Krist melihat jam tangannya. Dia takut Singto segera bangun.
"Ma, Krist berangkat dulu ya. Pamit ke Papa juga ya, Ma."
"Krist, ada yang mau mama bicarakan nanti malam. Jangan lupa makan ya. Ingat, Papa sama Mama sayang banget sama kamu. Bagi Papa sama Mama, kamu itu bukan anak angkat, tapi kamu itu anak Mama sendiri. Jangan merasa sendiri ya."
Krist mengangguk. Setidaknya ada alasan untuk dirinya bertahan saat ini.
"Ma, terima kasih ya untuk semuanya. Krist gak tahu harus ngucapin apalagi."
"Ya sudah ih, kamu berangkat sana. Jangan lupa makan, ingat pesan Mama."
"Iya, Ma."
Krist mencium tangan Mama. Sebelum berangkat, Krist tersenyum kepada Mama. Krist pasti akan rindu dengan suasana seperti ini.
Krist keluar dari rumah, tanda sengaja Krist melihat Satria yang sudah berada di depan rumahnya.
"Satria? Abang masih tidur. Kamu masuk saja."
"Gue mau jemput lo, bukan ketemu Singto."
"Aku?" tanya Krist bingung.
"Iya lo. Ayo naik. Lo ada tugas kan?"
Sebelum Krist menjawab, Satria sudah menarik tangan Krist agar naik ke motornya. Krist ingin menolak, tetapi dia sungkan.
Setelah Krist menaiki motor Satria, Satria segera menjalankan motornya. Tak ada percakapan selama perjalanan.
"Kamu kenapa?" tanya Krist.
"Gue?" tanya Satria balik.
"Iya, kamu. Kenapa baik?"
"Emang kalau baik harus ada alasan? Nanti Mama bakal jelasin ke lo kok. Tunggu saja."
"Hah? Mama? Emang apa hubungannya?" Wajah Krist terlihat bingung dengan perkataan Satria.
Satria tersenyum, tangannya mengelus rambut Krist. "Masuk kelas sana. Nanti malam lo bakal tahu. Ingat pesan Mama, jangan lupa makan. Kalau ada apa-apa, lo bisa ke Nada, atau ke gue."
Krist hanya mengangguk, lalu Krist melangkah ke arah kelasnya. Dia masih merasa bingung dengan semuanya.
🍰🍰🍰🍰
Di rumah, Mama menata makanan di atas meja. Papa sudah duduk tenang di kursinya.
"Ma, kontrol emosi nanti. Jangan gegabah. Singto juga anak kamu. Kita lakuin seolah kita gak tahu saja."
"Pa, tapi Singto keterlaluan. Krist juga anak kita."
"Kita bicarakan nanti sama Krist. Kita turutin apapun kemauan Krist."
"Pa."
Sebelum Mama melanjutkan pembicaraan, Singto keluar dari kamarnya. Terlihat baju yang tidak teratur.
Singto berjalan menuju meja makan, melihat Papa dan Mamanya yang sudah duduk di meja makan dengan tenang.
"Tumben kerja cuma sebentar? Biasanya 3 bulan sudah paling cepat," ucap Singto.
"Kita pengen habisin waktu sama anak-anak kita. Emang gak boleh? Papa juga kangen sama kamu, Sing," ucap Papa tenang.
"Kangen Singto atau anak pungut itu? Kalau kangen Singto, dari dulu papa pasti sempatin pulang."
"Sing, masih pagi. Jangan mancing keributan ya," ucap Mama.
"Emang benerkan, Ma? Kalian gak ada waktu buat Singto, tapi sejak ada anak pungut itu, Papa sama Mama sering pulang."
"Sing..." panggil Mama.
"Aku berangkat. Nanti malam aku gak pulang. Silakan kalian habiskan waktu sama anak pungut itu."
Singto segera berdiri dari duduknya. Tanpa mendengar panggilan dari orang tuanya, Singto Berangkat. Motor Singto melaju dengan cepat menuju sekolah.
Mama menatap Papa. "Pa, aku gagal banget ya? Aku gak bisa didik Singto, Pa."
"Ini salah kita, Ma. Kita dari dulu gak ada waktu buat Singto. Tapi semenjak ada Krist, kita pasti nyempatin waktu. Mungkin Singto iri. Kalau kita jelasin baik-baik, Singto pasti ngerti kok."
"Pa, Mama ngerasa bersalah banget. Krist pasti menderita, bukannya bahagia saat kita adopsi."
"Kita bahagiain Krist ya. Sudah jangan sedih lagi. Nanti kita cari solusi juga buat Singto."
Mama hanya mengangguk. Perasaan bersalah terus menghantui Mama.
"Pa, kalau untuk balikin Krist ke panti, Mama gak mau. Mama sudah sayang sama Krist. Mama gak mau anak yang lain."
"Papa dari awal Mama adopsi Krist, masih penasaran. Kenapa Mama suka banget sama Krist?"
Mama tersenyum, namun air mata tiba-tiba menetes. "Papa kenal Saniakan?"
Papa mengangguk. "Teman Mama yang bantuin Mamakan?"
"Iya. Krist anak Sania, Pa. Sania kecelakaan waktu itu dan meninggal di tempat." Mama terdiam. "Mama kira, Sania belum menikah, ternyata Sania sudah menikah, sama orang yang telah perkosa Sania, Pa. Sania di perkosa, Pa. Mama gak becus jadi sahabat Sania. Mama gak ada saat Sania butuh."
"Bahkan Mama bisa ngelanjutin kuliah juga karena Sania. Papa tahu? Yang dapat beasiswa itu Sania, Pa. Bukan Mama. Tapi Mama dengar sendiri. Sania mohon ke kepala sekolah, biar Mama yang dapat."
"Mama sempat cari anak Sania. Tapi gak ada yang tahu, bahkan Mama sudah sempat cari di dinas sosial. Mama tahu panti itu, tapi Mama takut Papa gak nerima Krist."
Papa mengelus rambut Mama. "Apapun yang Mama lakuin, itu pasti terbaik. Papa juga nerima Kristkan? Ketakutan Mama gak berdasar. Sekarang kita rawat Krist ya. Anggap saja, balasan buat kebaikan Sania."
Mama mengangguk. Memori tentang kebersamaan Mama dan Sania terputar jelas di otak Mama. Wajah Cantik Sania menurun ke Krist.
Wajah Krist membuat Mama tenang, seperti melihat Sania dalam tubuh Krist. Suatu saat, Krist harus mengenal Ibu kandungnya.
🕊️🕊️🕊️🕊️
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Terlambat [ Singto x Krist ] ✓
FanfictionSingto yang terbiasa menjadi anak tunggal dengan tiba-tiba harus menjadi seorang kakak. Orang tua Singto membawa remaja dari panti asuhan. Singto benci ketika harus berbagi kasih sayang. Singto akan membuat adiknya tidak betah di keluarganya. Penyik...