Krist sudah diperbolehkan pulang hari ini, setelah di rawat beberapa hari untuk memulihkan keadaan. Mama tersenyum melihat Krist yang sudah diperbolehkan pulang, namun berbeda dengan Krist yang hanya menampilkan wajah tanpa ekspresinya. Papa sadar akan perubahan sifat Krist.
"Akhirnya, kamu hari ini pulang, Krist. Kamu nanti mau makan apa, nak?" tanya Mama senang. Senyum tak pernah luntur dari bibirnya.
Krist tersenyum tipis. "Apapun yang Mama masak, Krist bakal makan. Krist nanti bakal kangen sama masakan Mama."
Mama mengangguk. "Nanti Mama masakin spesial buat kamu. Kamu pulang sama Papa ya, Mama mau belanja dulu."
Mama menatap Papa. "Antar Krist ke rumah ya, Pa. Jangan ngebut-ngebut."
"Papa antar ya, Ma." Papa menatap Mama.
Mama dengan cepat menggeleng. "Emang Mama anak kecil apa? Yang harus diantar terus. Nanti kelamaan kalau saling antar. Papa sama Krist, tunggu Mama di rumah."
Papa mengalah. "Oke, oke."
Mama membantu Krist untuk bangun. Walaupun sudah sehat, badan Krist masih terasa lemas.
Krist masuk ke dalam mobil Papa, sedangkan Mama langsung memesan taxi online. Mereka berpisah. Selama perjalanan, Krist hanya diam, tak banyak bicara.
"Krist, kamu maukan bertahan buat Papa sama Mama?" tanya Papa dengan tiba-tiba.
Krist menatap Papa. "Doain Krist kuat ya, Pa. Krist gak bakal tahu kedepannya gimana. Krist bertahan karena permintaan Papa sama Mama, dan Krist juga belum bisa balas semua kebaikan Papa sama Mama."
Papa tak menatap Krist. "Maaf kalau Papa sama Mama maksa kamu. Papa cuma mau yang terbaik buat kamu."
"Krist tahu niat baik Papa sama Mama. Makanya, Krist bertahan."
Sesampainya di rumah, Papa membantu Krist untuk masuk ke dalam kamarnya. Papa melihat kamar Krist yang berantakan. Kepala Papa terasa dihantam batu besar. Dadanya terasa sesak.
"Krist..." panggil Papa.
Krist menangis. "Maaf, Pa. Maaf berantakan. Nanti Krist bersihin kok. Maaf, bikin kacau semua."
Papa memeluk Krist. "Krist cerita ke Papa apa yang Singto lakuin ke kamu? Kenapa kayak gini, Krist. Maafin Papa sama Mama karena lengah jagain kamu. Maafin Papa yang gak becus jagain kamu."
Krist menggeleng dalam pelukan Papa. "Bukan Abang. Krist gak kenal dia. Pa... Maafin Krist, karena Krist, Papa sama Mama bakal malu. Maafin Krist, Pa."
"Jangan bilang kayak gitu. Kamu gak bikin malu Papa sama Mama. Alasan Papa pengen kamu di sini, Papa masih perlu lindungin kamu. Papa masih berhak beri yang terbaik buat kamu." Papa mengelus rambut Krist. "Kamu di kamar saja ya, nanti makan malam biar diantar ke kamar aja. Kamu harus istirahat."
Krist mengangguk, Papa membantu Krist untuk duduk di ranjangnya. Tatapan Papa ke Krist seakan mengasihani Krist. Tatapan sendu.
"Pa, aku gak papa. Papa jangan natap aku seolah aku perlu dikasihani." Krist tersenyum tipis
"Papa keluar dulu ya, kamu istirahat saja. Jangan kecapekan." Papa mengelus rambut Krist.
Krist mengangguk, lalu Papa keluar dari kamar Krist. Terlihat Mama yang sudah duduk di meja makan. Mama memesan makanan, bukan membuat makanan.
"Ma, katanya mau masak? Kok sudah selesai?" tanya Papa. Papa duduk di kursinya.
"Mama takut Krist telat makan, Pa. Mana Krist Pa?" tanya Mama mencari Krist.
"Krist Papa suruh istirahat. Papa mau tanya, Ma." Papa mengucapkan kata itu dengan serius.
"Tanya apa, Pa?" Mama menyiapkan makanan untuk Papa.
"Kenapa kamu larang Krist kembali ke panti?"
Mama memberhentikan gerakannya. "Menurut Papa, apa harus korban pelecehan dibiarkan? Mental Krist terganggu, Pa. Kalau kita bolehin kembali ke panti, siapa yang akan merawat Krist? Ibu panti? Anak di panti bukan cuma Krist. Mama cuma minta waktu sebentar buat nyembuhin mental Krist. Setelah semua membaik, Krist boleh pergi. Mama gak mau buat Krist terus merasa dirinya kotor. Krist anak baik, Pa."
Mama menghela nafas. "Maafin Mama karena gak diskusi dulu sama Papa. Dan maaf, untuk selanjutnya, Mama gak bisa nemanin Papa buat urusan kantor. Mama mau fokus untuk kesembuhan Krist. Kalau Mama bicara langsung alasan ini, Mama takut Krist berpikir dirinya gila. Mama mau sewa psikiater khusus buat Krist. Mama gak tega lihat Krist kayak kemarin-kemarin, Pa. Mama mau lihat Krist senyum terus." Mama kembali menyiapkan makanan untuk Papa. "Kita gak tahu apa yang terjadi kalau kita lepasin Krist sekarang. Bisa saja Krist bunuh diri. Bisa saja, Krist ngelukain dirinya sendiri. Mama cuma mau nemanin Krist, biar dia gak ngerasa sendiri, Pa. Ibu panti gak mungkin ngurusin Krist setiap hari."
Papa mengangguk. "Papa paham. Nanti sehabis makan, bawain makanan Krist ke kamarnya ya, Ma. Tapi Mama jangan nangis lihat kamar Krist. Mungkin bau sperma menyengat bisa buat muntah. Besok Krist pindah kamar."
Mama menatap Papa. "Mama tidur sama Krist ya, Pa? Hari ini saja. Mama pengen meluk Krist. Mama mau bilang, Ada Papa sama Mama di samping dia, Papa sama Mama bakal lindungin dia."
Papa mengangguk. Papa dan Mama mulai makan dengan hening. Hanya dentingan sendok dan piring yang memenuhi ruang makan itu.
Mama selesai makan terlebih dahulu. Papa yang melihat Mama selesai, segera menyuruh Mama ke kamar Krist. Papa yang akan mencuci piring.
Mama membawa makanan ke kamar Krist. Terlihat Krist yang duduk memeluk kakinya. Tak ada suara. Mama melihat sekeliling kamar Krist, mata Mama berkaca-kaca.
"Krist, sayang. Makan dulu ya."
Krist melihat ke arah Mama. Senyuman tipis menghiasi bibir Krist. "Krist gak makan ya, Ma. Krist mau langsung tidur saja."
"Makan sedikit ya. Biar perutnya ada isinya."
Mama mendekat ke arah Krist, lalu duduk di samping Krist. "Sedikit aja. 2 sendok deh. Mama janji habis itu sudah."
Krist mengangguk. Dengan menahan tangis, Mama menyuapi Krist. Air mata Mama akhirnya menetes. Krist yang melihat itu segera menghapus air mata Mama.
"Mama jangan nangis. Krist janji, habis ini Krist gak nakal lagi. Krist bakal jadi anak baik."
Mama memeluk Krist. Air mata Mama jatuh dengan derasnya. "Krist sudah jadi anak baik, Mama. Krist sudah jadi anak kuatnya, Mama. Krist selalu jadi anak baik, Krist gak pernah nakal. Mama beruntung punya Krist. Mama gak tahu harus bagaimana berterima kasih sama Tuhan, karena sudah kirimin Krist buat Mama. Bagi Mama, Krist anugerah Tuhan. Jangan anggap diri Krist kotor ya. Krist gak pernah kotor."
Krist mengangguk dalam pelukan Mama. Air matanya perlahan menetes. Mulut Krist tak mampu berkata-kata kembali.
"Mama nanti bakal nemenin Krist tidur. Jadi gak perlu takut lagi ya. Ada Mama."
Krist mengangguk kembali. Mama melepaskan pelukannya. Mengambil kembali makanan dan menyuapi Krist. Setelah selesai, Mama mulai tidur di samping Krist, Krist ikut tidur di samping Mama. Mama memeluk erat tubuh Krist.
"Selamat malam, anak Mama." Mama mencium kening Krist. Merekapun terlelap.
🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Terlambat [ Singto x Krist ] ✓
FanfictionSingto yang terbiasa menjadi anak tunggal dengan tiba-tiba harus menjadi seorang kakak. Orang tua Singto membawa remaja dari panti asuhan. Singto benci ketika harus berbagi kasih sayang. Singto akan membuat adiknya tidak betah di keluarganya. Penyik...