Mencari Masalah

870 97 5
                                    

Krist dan Mama pulang dari mall. Beberapa kantung belanja sudah memenuhi kursi belakang mobil Mama. Mama menjalankan mobilnya menuju panti asuhan.

"Kamu mau beliin apa lagi Krist? Makanan aja?"

"Kalau beliin mereka mainan boleh gak Ma?"

"Boleh dong. Nanti di depan ada toko mainan. Kita mampir ke sana dulu ya."

"Iya Ma."

"Besok kamu sekolah bareng sama Singto aja Krist."

"Krist berangkat sendiri aja Ma. Abang pasti nolak."

"Biar Mama yang urus. Kamu terima beres. Besok kamu berangkat sama Singto."

"Iya Ma."

Mama memberhentikan mobilanya di depan toko yang terlihat lumayan ramai.

"Ayo turun, kita sudah sampai."

Krist melihat keluar, benar. Mereka sudah sampai di depan toko mainan. Krist segera turun dari mobil diikuti Mama. Mereka masuk ke dalam toko mainan berbarengan. Krist menatap mainan itu dengan mata berbinar.

"Kalau kamu juga mau mainan beli aja."

"Gak Ma. Kan Krist sudah besar. Pasti mereka senang kan Ma dapat hadiah?"

"Iya, mereka pasti senang. Kamu pilih mainan sana buat mereka."

"Iya Ma."

Krist segera memilih beberapa robot dan beberapa boneka. Tak lupa juga beberapa mainan lain. Sedangkan Mama sedang melihat-lihat isi toko itu.

"Ma."

Krist yang sudah membawa banyak mainan menghampiri Mama. Mama melihat ke arah Krist yang kesusahan membawa mainan.

"Sudah?"

"Sudah Ma. Segini gak kebanyakan kan Ma?"

"Gak kok. Kalau kamu masih mau lagi, ambil aja. Mama tunggu."

"Gak ma, segini aja."

"Ya sudah Mama bayar dulu ya."

"Iya Ma."

Krist meletakkan semua mainan itu di meja kasir. Setelah itu Krist melihat isi toko itu. Krist merasa bahagia setidaknya anak panti bisa merasakan bermain dengan mainan yang bagus.

Setelah selesai membayar, Krist segera membawa mainan itu dan keluar dari toko mainan itu. Krist tidak membiarkan Mama membawa kantung plastik yang berat. Setelah selesai menata mainan di jok belakang mobil, Krist memasuki mobil.

"Sudah Ma."

"Ada yang mau dibeli lagi gak?"

"Gak Ma."

"Ya sudah, sekarang kita cus ke panti asuhan."

"Oke Ma"

Mama segera menjalankan mobilnya. Selama perjalanan, Krist dan Mama bernyanyi mengikuti lagu yang di putar di radio mobil. Mereka terlihat sangat kompak.

Sesampainya di panti asuhan, Krist dengan senang langsung berlari memasuki panti itu. Terlihat anak-anak yang sedang bermain. Mereka melihat Krist yang datang langsung berlari menghampiri Krist. Mereka memeluk kaki Krist dengan erat.

"Kak Krist kok gak tinggal di sini lagi?" tanya salah satu anak panti itu.

"Iya kok Kak Krist gak terlihat lagi di sini. Kita gak ada teman bermain," ucap Anak panti yang lain.

"Eh, nanti kita ngobrol lagi. Kak Krist ada hadiah buat kalian. Kak Krist ambil dulu ya."

Mereka semua mengangguk. Krist keluar dari rumah itu dan menuju mobil Mama. Krist melihat Mama yang kesusahan menurunkan barang-barang, dia segera berlari untuk membantu Mama.

"Maaf, Ma. Tadi semangat ketemu anak-anak, jadi lupa bantu Mama."

Mama hanya menggeleng. "Gak papa, ini bawa ke anak-anak." Mama menyerahkan barang-barang yang dibeli.

Krist mengambil semua barang itu dan masuk ke dalam panti. Mama hanya mengikut Krist dari belakang. Mama tersenyum melihat Krist yang tersenyum lepas seperti ini.

Hampir 2 jam Krist bermain dengan anak-anak, sedangkan Mama berbincang dengan ibu pengurus panti. Mama menghampiri Krist untuk mengajak Krist pulang.

"Krist, pulang yuk! Sudah sore juga. Kasian Abang kamu pasti sendiri di rumah."

Krist mengangguk. "Ayo, Ma."

Krist menatap anak-anak yang bermain dengannya. "Kak Krist pulang dulu ya, kapan-kapan kita main lagi. Kak Krist janji bakal bawain mainan yang lebih bagus dari ini."

"Janji ya kak?"

Krist mengangguk. "Janji. Sekarang kak Krist pulang dulu ya."

Krist berjalan menghampiri Mama yang sudah menunggunya di depan pintu.

"Ayo, Ma."

Mama hanya mengangguk lalu berjalan dengan menggandeng Krist. Mereka terlihat seperti anak dan ibu kandung seperti normalnya orang.

Mereka masuk ke dalam mobil. Mama mulai menjalankan mobilnya, tak lupa di samping Mama, ada Krist yang senantiasa mengajak Mama untuk berbicara.

Sesampainya di rumah, terlihat motor yang sudah terparkir terlebih dahulu di halaman rumah. Mama keluar dari mobil diikuti Krist.

Saat membuka pintu rumah, terlihat Singto dengan wajah emosinya. Mama tak mengindahkan wajah Singto yang emosi itu, namun bagi Krist berbeda. Dia takut jika Singto berkata menyakitkan lagi.

"Darimana, Ma?"

"Habis belanja sama Krist, terus ke panti. Krist belanja buat anak-anak disana."

"Bagus ya, Ma. Sejak punya anak pungut, jadi lupa kalau punya anak kandung. Happy banget kayaknya sama anak pungut."

"Dia adik kamu, Sing. Dia bukan anak pungut," teriak Mama.

"Lalu kalau bukan anak pungut apa namanya? Dia dipungut dari panti kan? Ya berarti anak pungut."

Singto menunjuk ke arah Krist. "Dan lo anak pungut. Sadar diri coba, sudah anak pungut ngabisin uang orang tua gue. Lo itu miskin." Singto tersenyum sinis. "Ah iya gue tahu, lo kan sudah kaya karena diangkat sama orang tua gue. Enak kan jadi orang kaya? Gak usah jual diri lagi lo."

Krist menggeleng. "Aku gak pernah jual diri, Bang. Aku sangat sadar diri kalau aku cuma anak pungut. Aku sadar, Bang. Aku gak pernah minta buat foya-foya."

Krist menarik nafasnya. "Maaf kalau menurut Abang, aku cuma ngabisin uang Mama. Maaf kalau menurut Abang aku cuma anak pungut gak sadar diri. Besok-besok aku gak bakal gunain uang Mama lagi kok."

"Bagus kalau lo sadar."

Mama yang sudah emosipun menampar Singto. Pipi Singto memerah.

"Mama berani nampar aku? Mama nampar aku karena anak pungut ini?"

"Sing, Mama dari tadi diam karena gak pengen memperkeruh suasana. Tapi kata-kata kamu sudah keterlaluan."

"Terserah, aku gak bakal pulang malam ini. Silakan Mama berdua dengan anak pungut ini."

Singto keluar dari rumah itu. Mama terjatuh dan menangis. Melihat itu, Krist memeluk tubuh Mama yang terduduk di lantai.

"Ma, maafin Krist. Karena Krist, Abang jadi kayak gini. Krist gak papa, Ma kalau harus balik ke panti."

"Gak Krist. Kamu harus di rumah ini, ini rumah kamu. Kamu sudah jadi anak Mama sama Papa. Kamu jangan ngerasa bersalah. Mungkin Singto belum nerima keadaan, dia terbiasa menjadi anak tunggal. Sekarang dia sudah jadi Abang. Mungkin suatu saat dia bisa ngerti keadaan ini Krist. Kamu bertahan ya."

Krist hanya mengangguk. Tangisan Mama masih terdengar. Rasa bersalah Krist semakin menjadi. Menurut dia, ini semua salah dia.

🕊️🕊️🕊️🕊️

Yuhuuu aku kembali, pasti pada rindu kan sama aku? Hahay aku tahu kok 😂😂 terima kasih yang masih nungguin aku update 😂😂

Aku Terlambat [ Singto x Krist ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang