Kesekian kali

906 94 9
                                    

Pagi ini Krist bangun terlebih dahulu. Dia melihat Papa dan Mama yang masih tertidur. "Selamat pagi, Pa, Ma. Terima kasih sudah mau adopsi Krist. Semoga hari Papa sama Mama selalu bahagia."

Krist beranjak dari tempat tidur, berusaha perlahan agara Papa dan Mama tak bangun dari tidurnya.

Krist masuk ke dalam kamarnya dan segera mandi. Dia harus bersekolah hari ini, dia tak mau mengecewakan Papa dan Mama. Krist masih tak mendengar suara Singto di pagi hari ini. Krist berpikir dirinya akan selamat jika ada Papa dan Mama di rumah.

Setelah mandi, Krist keluar dari kamarnya, membawa tasnya. Namun Krist tak berniat untuk berangkat terlebih dahulu, dia akan memasak untuk Papa dan Mama.

Krist masuk ke dalam dapur, melihat bahan makanan apa saja yang ada. Krist memutuskan membuat spaghetti untuk pagi hari ini. Jika dia memiliki waktu yang lebih banyak, mungkin dia akan membuat bubur atau semacamnya.

Mama memasuki dapur. "Wangi banget aromanya."

Krist menatap Mama lalu tersenyum. "Eh, Mama sudah bangun? Mama tunggu di meja makan saja sama Papa. Sebentar lagi Krist selesai kok masaknya."

Mama mengelus rambut Krist. "Mama tunggu di meja makan ya. Nanti kita makan bareng."

Krist mengangguk lalu melanjutkan acara memasaknya. Mama meninggalkan Krist sendirian. Krist ragu, apakah dia harus membawakan bekal untuk Singto atau tidak. Krist menggeleng. "Gak, aku gak mau dapat siksaan lagi. Aku gak mau ngelakuin kesalahan lagi." Akhirnya Krist memutuskan untuk tidak membawakan Singto bekal.

Krist membawa spaghetti yang sudah berada di mangkuk itu ke meja makan. Terlihat Papa dan Mama yang menanti Krist.

Setelah Krist duduk, mereka makan dalam diam. Hanya ada dentingan sendok yang mengenai piring.

"Krist, Mama mau minta maaf. Nanti Papa sama Mama ada urusan di luar kota. Kamu kalau tidur, kunci saja ya pintu kamarnya. Mama gak mau terjadi apa-apa sama kamu."

Krist mengangguk. "Iya, Ma." Krist menatap Mama dengan senyuman. "Papa sama Mama semangat ya kerjanya. Jaga kesehatan. Cepat pulang. Abang butuh Papa sama Mama."

Wajah Mama seketika menjadi sendu. "Krist, maafin Mama ya. Maaf Mama gak bisa jagain kamu."

"Ma, sudah ya, gak usah dibahas lagi. Kan sekarang ada Satria yang melindungi Krist."

Mama mengangguk. "Semoga Satria bisa jagain kamu terus ya."

Krist tersenyum. "Ma, Krist berangkat dulu ya. Takut telat."

Krist mencium tangan Papa dan Mama sebelum berlalu pergi. Krist menggenggam tangannya yang dingin. Entah kenapa hingga sekarang, ketika membahas Singto, tangan Krist bergemetar dan berkeringat dingin.

Krist melihat Satria yang sudah menunggunya di depan rumah. Dia segera menghampiri Satria. "Maaf lama."

"Gak papa. Ayo naik."

Krist mengangguk lalu naik ke atas motor Satria. Selama perjalanan tak ada yang membuka suara. Krist menikmati suasana pagi yang begitu menenangkan.

Sesampainya di sekolah, Satria berniat mengantarkan Krist ke kelasnya, namun Krist menolak. Dia tak ingin merepotkan Satria.

Satria memasuki kelasnya, dia melihat Singto yang hanya terdiam. Tidak seperti biasanya. Satria duduk di samping Rian. "Kenapa tuh dia?"

"Gak tahu, dari datang udah diem."

Mereka terdiam kembali. Guru memasuki kelas, pembelajaran dimulai.

🍰🍰🍰🍰

B

el pulang sekolah berbunyi, Satria bersyukur tidak ada yang terjadi dengan Krist, tidak ada luka tambahan. Bahkan seharian ini Singto terlihat lebih diam.

Satria mengantar Krist pulang. Sesampainya di rumah, Satria mengamati rumah Krist. "Papa sama Mama gak di rumah?"

Krist menggeleng. "Gak ada. Papa sama Mama kerja."

"Ya sudah, nanti kalau tidur kunci pintu. Kalau ada apa-apa hubungi gue. Mama nitipin lo ke gue. Jangan bikin gue ngerasa gagal jagain lo."

"Iya iya. Sana pulang. Terima kasih ya."

Satria menjalankan motornya menjauh dari rumah Krist. Setelah motor Satria tak terlihat, Krist masuk ke dalam rumah. Dirinya akan mencoba resep baru yang baru dia temui di konten tiktok.

🍰🍰🍰🍰

Malam ini, Krist merasa khawatir, entah kenapa. Perasaannya tak enak. Tangan Krist keringat dingin. Krist gelisah. Dia takut terjadi apa-apa dengan Papa, atau Mama. Mungkin juga dengan Singto.

Krist memutuskan untuk tidur. Tak lupa mengunci pintu sesuai perintah Mama dan Satria. Dia tak mau terjadi apa-apa lagi.

Krist menarik selimut hingga menutupi seluruh badannya. Setidaknya dia merasa aman di bawah selimut. Krist mulai menyelami mimpinya.

Singto datang dengan wajah marahnya. Dia langsung menuju kamar Krist, bukan ke kamarnya. Singto mencoba membuka pintu Krist, namun terkunci. "Sial. Kenapa di kunci sih? Biasanya gak pernah dikunci."

Singto mencari kunci cadangan yang berada di meja samping kamar Krist. Dengan tergesa, Singto mencari kunci itu. Semua barang jatuh berantakan. Singto tersenyum ketika menemukan kunci cadangan itu.

Singto dengan cepat membuka pintu kamar Krist. Terlihat Krist yang sedang tertidur. Singto menghampiri Krist. "Bangun." Singto menggoyangkan tubuh Krist.

Krist membuka matanya. Terkejut karena ada Singto di kamarnya. "Abang? Kok bisa masuk? Gak, gak mungkin."

Singto mengeluarkan sebuah pil dari saku celananya. Dengan cepat memasukan pil itu ke dalam mulut Krist, lalu menutup mulut Krist dengan telapak tangannya. "Telan, awas sampai lo muntahin."

Krist ingin muntah, namun dengan terpaksa Krist menelan pil itu. Krist tak tahu pil apa yang masuk ke dalam mulutnya.

Singto melepaskan bekapan tangannya, lalu tersenyum kemenangan. Mata Krist perlahan memberat, lalu badan Krist terjatuh.

"Akhirnya. Maaf kalau gue gunain cara ini. Gue butuh tubuh lo." Singto segera membuka bajunya. Setelah terlepas semua, Singto membuka baju Krist. Terlihat Krist yang masih tertidur nyenyak.

Singto memposisikan tubuhnya di depan kaki Krist. Dengan cepat Singto memasukan juniornya ke dalam lubang Krist. Singto mulai menggerakkan pinggulnya.

"Ahhhh.... Kristtt..."

"Lubang lo selalu nikmattt.... Ahhhh...."

"Ahhhh.... Kenapaaaaa lo harus jadihhh adik gueehhh.... Gueehhh sayang sama lohhh.... Ahhhh..."

"Ahhhh... Bangsatttt..."

Krist menangis dalam tidurnya. Tak bisa membuka matanya, ngantuk dan lemas.

Singto mengeluarkan spermanya di dalam lubang Krist. Dia tak langsung mencabut juniornya. Dia masih menatap wajah Krist. Tangannya menghapus air mata Krist. "Jangan nangis. Maaf kalau gue gak bisa bilang langsung kalau gue sayang sama lo. Gue gak mau lo jadi adik gue."

Singto mencium kening Krist lama, lalu dia beralih di samping Krist. Memeluk erat tubuh Krist. Mata Singto terpejam menyusul Krist.

🕊️🕊️🕊️🕊️

Boleh jujur gak sih, aku dari bulan berapa itu fokus ke skripsi, jadi gak sempat buat update. Akhirnya kebiasaan, eh udah mau keluar dari dunia thaienthu, tapi kenapaaaaa fyp tiktok ku tak bersahabat 💆💆 kan jadinya gak jadi keluar. 🥱🥱

Aku Terlambat [ Singto x Krist ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang