CYT 22 : Tatapan Misterius✨

3 2 0
                                    


Yessy terpana. Keduanya tampak tersenyum ramah, seperti terhadap teman baiknya saja. Yessy sudah hampir melayangkan tudingan kearah pintu keluar ketika tiba-tiba Indri mendekatinya dan meraih tangannya serta menciumnya lama sekali. Ingin dia mengibaskan tangan itu, tapi tak sampai hati.

"Saya mengaku bersalah mbak, saya bersedia melakukan apa saja untuk menebus dosa saya, asalkan saya diijinkan ikut tinggal dirumah ini," kata Indri terbata, sementara air matanya sudah membasahi tangan Yessy.

Aduh, bagaimana ini, sementara Anto berdiri sambil mengangguk dan membiaskan senyuman dari bibirnya, Senyum yang dulu membuatnya begitu tergila-gila, tapi sekarang membuatnya muak. Yessy memalingkan wajahnya.

"Yessy, aku tahu kamu sangat baik, dan pasti juga akan berbaik hati kepada kami. Kamu harus tahu bahwa aku tetap akan mencintai kamu, hanya kamu Yessy," katanya dibuat semanis mungkin.

Yessy bergeming. Perlahan dia menarik tangannya yang masih digenggam Indri.

"Mbak Yessy, jadilah saudara aku.. hanya karena kandungan ini aku memaksa mas Anto agar menikahi aku."

"Puaahhhh, saudara aku? Mana mungkin aku mau bersaudara dengan perempuan serendah itu?" kata batin Yessy.

"Mbak Yessy, setidaknya berbelas kasihanlah kepada bayi yang aku kandung ini.." kata Indri lagi setengah meratap.

Yessy tidaklah terlalu kejam. Dia tak bisa berpikir lama karena begitu muak menatap keduanya. Kemudian dia mengunci kamarnya sendiri.

"Aku mau ke rumah bapak."

"Yessy, bagaimana dengan kami?"

"Ada kamar tamu disitu," lalu Yessy melangkah keluar, menuju ke arah mobilnya dan berlalu.

Anto mengangkat kedua bahunya tapi Indri segera berlari kearah kamar dimana tadi Yessy menunjuknya.

"Tidak apa-apa mas, kamar ini juga bagus," kata Indri tanpa merasa bersalah apalagi malu.

"Ya sudah, daripada di rumah ibu, aku tidak berani. Ini adalah satu-satunya kamar terbaik untuk kita."

"Adakah alas kasur yang bersih?"

Indri membuka almari yang ada, dan menemukan alas tidur yang memang di sediakan di kamar tamu itu.

Dia menatanya, kemudian berbaring diatasnya sambil tersenyum-senyum.

"Didalam kopor itu pakaian aku, tolong masukkan kembali kedalam almari yang satunya, itu memang almari pakaian aku."

"Aduh, nanti lah mas, aku sangat capek nih, dan lapar, adakah makanan di rumah ini ?"

Indri bangkit lalu berjalan kearah belakang. Di meja makan dia membuka tudung saji, kosong tak ada apa-apanya. Lalu ia membuka kulkas.

"Haa, ada buah-buahan segar, lumayan nih," katanya sambil mengeluarkan beberapa macam buah yang memang disediakan disitu. Lalu dia duduk dan mencomot setiap buah dan menyantapnya dengan nikmat.

Anto yang sudah berganti pakaian mendekat dan ikut duduk didepannya.

"Ada makanan apa?"

"Belum aku cari lagi, baru menemukan apel, pear, anggur.. segar banget setelah seharian bekerja di kantor."

Anto ikut mencomot buahnya, kemudian berdiri dan membuka kulkas.

"Indri, ada ayam di freezer, kamu bisa memasaknya."

"Aku ? Memasak ? Ogah.. aku capek tahu. Maksudku kalau ada makanan yang sudah jadi, ayo kita makan."

"Ya nggak bisa begitu, Yessy kan merawat ayahnya, jadi jarang memasak."

Cinta Yang TerserakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang