Malam harinya, Esa masih melamun di meja belajarnya. Masih terbayang di benaknya saat ia dan Rama saling bertatapan. Masih teringat dibenaknya mata Rama yang hitam dan sendu. Esa tidak tahu pasti apa yang dirasakannya tapi entah kenapa Esa merasa iba padanya. Esa jadi ingin lebih dekat dengannya, tapi bagaimana? Di dekatnya saja Esa sudah gemeteran, tapi yah.. harus bulatin tekad nih..
'Pokoknya besok aku harus bisa -minimal- duduk disebelahnya, harus!' seru Esa dalam hati.
Tapi Esa masih memikirkan kata teman-temannya, Esa juga bakal pikir-pikir kalo nanti dikacangin juga kayak Juna, bisa mati salting dia kalo gitu caranya.
Beberapa saat kemudian mata Esa tertuju pada tugas jam kosong tadi yang belum ia kerjakan. Kemudian ia tersenyum dan mulai mengerjakannya, dalam benaknya tersusun skenario sederhana yang ia pikir akan berhasil.
"Hehe.. seenggaknya ada yang bisa di jadiin bahan, hehehe..." ujarnya pelan, dan mulai sibuk mengisi poin-poin pertanyaan yang ada.
"Ah susah! Gak usah dikerjain, yap nomer selanjutnya.. ah susah juga! Oke lanjut...!"
***
Keesokan paginya Esa sudah siap berangkat menuju sekolah barunya itu. Sudah bulat tekadnya pagi itu untuk berkenalan dengan Rama.
"Yoshh... Bi.. Esa berangkat ya.." pamit Esa pada Bi Ida, pembantu di rumahnya.
"Iya Den, hati-hati disana ya.." ujar Bi Ida kalem.
Esa hanya tersenyum dan menutup pintu mobilnya, dan Pak Ujang pun langsung menjalankan mobil meninggalkan istana Esa yang megah. Yah.. beginilah Esa. Ayahnya seorang bussinesman yang usahanya ada dimana-mana dan hampir tidak pernah menginjakan kakinya di rumahnya sendiri. Ibu Esa sudah meninggal 11 tahun yang lalu, otomatis hari-hari Esa hanya ditemani Bi Ida, Pak Ujang, dan 2 pembantu lainnya, Bi Surti dan Mbak Ina.
Sekarang Esa sudah separuh perjalanan menuju sekolah. Esa mengamati keadaan jalan yang di laluinya. Pagi ini jalan sudah begitu ramai dengan anak sekolah, orang kantoran, pedagang, pengemis, orang gila (loh?). Namun dalam keramaian itu, mata Esa menangkap sosok yang menarik.
"Hmm.. perasaanku aja atau dia.." gumamnya pelan. Dan begitu mobilnya melewati sosok itu, barulah Esa dapat melihat wajahnya.
"Rama..!"
Esa terus melihat sosok itu, memastikan bahwa yang ia lihat benar-benar Rama, hingga akhirnya sosok itu menghilang begitu mobil Esa berbelok dan Esa pun kembali pada posisi semula.
'Kalo dia jalan ke sekolah, berarti harusnya rumah dia disekitar sini, gak jauh-jauh banget sama rumahku.' gumam Esa dalam hati. 'Yah.. lumayan.. bisa buat bahan nanti.' Katanya lagi dalam hati sambil tersenyum simpul. Pak ujang menangkap pemandangan itu dari kaca spion sedikit heran dengan kelakuan majikannya itu.
"Eh, kenapa Den? Senyum-senyum sendiri." Cibirnya dengan logat khas Tegal.
"Ah, ada deh.." kilah Esa.
"Den.. Den.. ini udah sampe nih." Ujar Pak Ujang sambil geleng-geleng kepala.
Esa pun membuka pintu mobil dan turun.
"Ntar jemput jam 1 ya Pak." Seru Esa sambil menutup kembali pintu mobilnya.
"Oke Den.." jawab Pak Ujang singkat sambil menutup kaca jendela mobilnya dan mobil hitam itu pun berjalan meninggalkan sekolah.
Esa segera memasuk kelasnya, kelas XI IPA 2. Ruangan masih sepi, tentu saja soalnya masih jam 6.10 sedangkan bel masuk jam 6.45. Esa sengaja berangkat lebih pagi supaya bisa menyelesaikan tugas kemarin yang belum selesai ia kerjakan sekaligus menunggu seseorang, yaa.. guess who?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta Kepadaku
General Fiction❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @ZalaAryadhani ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH