Wajah Esa terasa hangat dan matanya agak silau. Karena merasa terganggu, Esa membuka matanya perlahan. Sinar matahari yang menerobos masuk lewat jendela membuat matanya silau. Akhirnya saat nyawa Esa benar-benar sudah terkumpul, ia sadar kalau saat ini ia sedang berada di kamar rumah sakit. Dilihatnya ibu Rama yang sedang tersenyum padanya.
"Sudah bangun, nak?" sapanya pelan.
Esa tersenyum padanya dan mencoba membenarkan posisi duduknya. Esa sedikit terkejut, ketika mendapati jaket Rama menutupi tubuhnya.
'Hah..? jaket Rama..' sejurus kemudian wajah Esa memerah. Ia tidak bisa membayangkan kalau semalam Rama menyelimutinya dengan jaketnya sendiri. Esa pun segera menoleh kearah samping, tepat di kursi tempat Rama duduk semalam. Ternyata kursi itu kini kosong.
"Loh, Rama mana bu?" tanya Esa pada ibu Rama.
"Oh, gak tau tadi keluar.."
Esa manggut-manggut lalu berdiri, tak lupa ia terlebih dulu melipat rapi jaket Rama lalu meletakkannya di kursi.
"Ya sudah, bu.. saya mau nyari Rama dulu ya bu.." izin Esa pada ibu Rama yang mengangguk.
Esa pun segera meluncur meninggalkan kamar itu. Dilihat jam tangannya, sudah menunjukkan angka 08.14.
'Duh.. Rama pasti nemuin dokternya nih..' tebak Esa dalam hati.
Esa pun menanyakan keberadaan dokter untuk penyakit dalam pada suster yang sedang lewat. Begitu mendapat arahan dari suster, Esa berlari kecil menuju ruang yang dimaksud. Akhirnya ia berhasil menemukan ruang si dokter, langsung saja ia buka pintunya (dasar gak tau aturan), namun baru sedikit Esa membukanya, ia bisa mendengar suara Rama sedang berbicara dengan dokter, dari suaranya kedengarannya serius sekali. Esa pun memilih untuk tidak membuka pintu itu dan mendekatkan telinganya di daun pintu.
"Jadi, bagaimana cara menyembuhkannya dok?" Tanya Rama dengan nada tertahan.
"Ya.. untuk kasus ibu adik, satu-satunya jalan ya operasi, karena ukuran batu di ginjal ibu adik cukup besar. Jika tidak segera diangkat, ibu adik bisa beresiko mengalami gagal ginjal. Nah ini bisa makin fatal jadinya."
Tak terdengar suara dari Rama untuk beberapa saat.
"Kalau boleh tahu, kira-kira berapa biaya untuk operasi itu dok?"
"Tergantung, adik ingin operasi yang bagaimana? Jika operasi yang biasa, melalui pembedahan, biayanya sekitar Rp 20.000.000 belum termasuk biaya perawatan dan obat."
Mata Esa seketika terbelalak. Ia tak menyangka biaya operasi untuk batu kecil saja sampai semahal itu. Bagi Esa saja biaya segitu cukup berat, bagaimana dengan Rama??
"Hmm... apa gak ada jalan lain dok? Selain operasi?"
"Tidak ada dik.. batu itu cuma bisa diangkat lewat pembedahan."
Tak terdengar lagi suara Rama untuk beberapa saat. Esa mencoba mengintip lewat celah pintu, ia lihat Rama sedang tertunduk lesu. Rama pasti sedang kebingungan sekarang. Esa jadi tidak tahan melihatnya.
Tampaknya sang dokter juga mengerti perasaan Rama, ia pun menyimpulkan jari jemarinya diatas meja dan berbicara pada Rama dengan tatapan simpati.
"Begini saja, kalau memang operasi dengan pembedahan biayanya terlalu mahal, saya rekomendasikan supaya ibu adik menjalani operasi dengan ESWL. Nah, itu tidak memerlukan pembedahan, dan biayanya juga jauh lebih terjangkau daripada pembedahan."
Wajah Rama kembali bangkit dan menatap sang dokter dengan serius.
"Benar tanpa pembedahan dok? Lalu kira-kira biayanya berapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta Kepadaku
General Fiction❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @ZalaAryadhani ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH