Om le tampak setengah berlari mengejar Esa yang berjalan seperti kereta api.
"Boss...! Pelan-pelan dong..!!" pinta Om Le setengah berteriak.
Namun alih-alih mendengarkan , Esa malah tetap pada kecepatan berjalannya, malah makin cepat.
'Aduuh.. kenapa ya? Anak muda jaman sekarang suka buru-buru jalannya.' batin Om Le heran, masih belum hilang rasanya pegal dikakinya setelah mengejar-ngejar rama kemarin.
Sementara itu Esa masih terbakar emosi. Bahkan Esa terlalu marah untuk menyadari keberadaan Tante Eny yang berpapasan dengannya.
"Lho.. Esa.." bisik Tante Eny yang heran dengan tingkah laku keponakannya.
"Booss... tunggu!!"
Om Le tampak ngos-ngosan mengejar Esa dan ia juga melewati Tante Eny yang keheranan.
"Ini ada apa sebenarnya?" bisik Tante Eny sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tante Eny pun melangkahkan kakinya menuju ruangan Pak Jaya, kakak laki-lakinya. Begitu ia sampai, ia mendapati Pak Jaya sedang termenung seperti patung. Tante Eny mengerutkan dahinya lalu berjalan mendekati meja kerjanya.
"Mas.. " panggilnya.
Pak Jaya segera tersadar dan agak terkejut melihat kedatangan Tante Eny.
"Eh, Eny.. ada apa?"
"Loh.. kok ada apa? Katanya mau mendiskusikan pernikahan Lisa?"
Pak Jaya sontak menepuk jidatnya.
"Ya ampun.. oh iya..."
Tante Eny menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sebenarnya ada apa? Tadi aku lihat Esa jalan dengan buru-burunya, sampe gak lihat kalau ada aku? Kayaknya dia lagi marah.. "
Pak Jaya menghembuskan nafas panjang. Tante Eny tampaknya sudah mampu membaca apa yang terjadi.
"Kenapa..? mas marahin Esa lagi?" selidik Tante Eny.
Pak Jaya tidak segera menjawab pertanyaan Tante Eny. Lalu perlahan, ia pun menceritakan apa yang terjadi tadi. Lama -kelamaan nada bicaranya semakin keras, seakan dia masih tidak setuju dengan pemikiran Esa. Namun lama-lama suaranya melemah seperti menyesali sesuatu.
"Begitulah En, aku cuma takut. Esa masih polos, belum dewasa benar. Aku takut kepolosannya dimanfaatkan oleh orang-orang yang nggak baik.. aku.." Pak Jaya tidak bisa melanjutkan kata-katanya, seakan ada sebuah batu mengganjal tenggorokannya.
Tante Eny menghela nafas panjang.
"Mas.. aku tahu, mas sayang sama Esa.. begitu juga aku.. mas salah kalau mengira Esa belum dewasa. Esa sudah besar, dia tahu apa yang harus ia lakukan. Dan Rama, dia sebenarnya pegawaiku, Esa sendiri yang mengusulkannya dan aku tahu, bagaimana Rama. Esa bener mas.. Rama bukan orang jahat seperti yang mas duga. Dia sama polosnya dengan Esa. Dia cuma hidup dengan ibunya, kasihan dia mas.. harusnya mas bangga dong, dengan sikap Esa yang peduli dengan temannya.. bukan menyudutkan dia seperti ini.." terang Tante Eny.
Pak Jaya mengurut ubun-ubunnya. Ia sedang menimbang-nimbang perkataan Tante Eny. Dia sendiri sebenarnya sangat menyesali kata-katanya. Sebenarnya, Pak Jaya sangat menyayangi Esa, anak satu-satunya. Baginya, Esa adalah satu-satunya pusaka yang diwariskan mendiang istrinya. Hanya saja dia tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya dengan terang-terangan. Dia selalu takut, jika terjadi sesuatu terhadap putranya. Itulah sebabnya dia selalu bersikap tegas dan berusaha menggemblengnya supaya menjadi lelaki yang dewasa dan hati-hati sehingga mampu menjaga dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta Kepadaku
General Fiction❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @ZalaAryadhani ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH