Bagian 8

18K 929 35
                                    


6 jam disekolah sudah terlewati. Para siswa berhamburan meninggalkan gapura sekolah seperti gerombolan rayap, begitu juga dengan Esa dan Rama. Esa sudah meminta Pak Ujang untuk tidak menjemputnya hari ini (dan mungkin untuk seterusnya).

Sepanjang perjalanan hati Rama masih was-was, bagaimana jika preman itu datang lagi? Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan dirinya, tapi Esa. Mungkin Esa sudah punya siasat dengan ipodnya tapi tetap saja itu membuat Rama merasa tidak enak. Esa tidak perlu terus kehilangan benda berharganya demi dia. Rama sudah berulang kali membujuk Esa untuk pulang dengan mobil jemputannya tapi Esa bersikeras untuk berjalan kaki bersamanya, memang Esa yang keras kepala. Rama hanya menghembuskan nafas panjang dan berharap semua akan baik-baik saja.

Sementara itu, Esa dengan santainya bersiul-siul tanpa dosa. Dia tahu kalau preman-preman itu tak akan mungkin datang lagi mengganggunya. Sepanjang perjalanan, Esa dapat melihat beberapa anak buah Om Le yang bersiaga mengawal Esa dari kejauhan. Siap-siap saja kalo preman-preman itu berani datang lagi, bakal mampus mereka! Lagipula Esa sudah memberi mereka uang yang cukup untuk si bos preman minggat dari tempat itu, kurang baik apa coba?

"Hehe.. udah hampir sampe nih, sejauh ini gak ada bahaya mengancam tuh!"celetuk Esa pada Rama.

Rama hanya mengangguk pelan. Rama sendiri sedikit heran kenapa preman-preman itu bisa menghilang dalam satu hari? Apakah isi dompet Esa benar-benar bisa menghidupi mereka selama itu? Padahal ia tahu kalau si Indro dan antek-anteknya gemar sekali berjudi. Rama memilih untuk tidak memikirkan yang tidak-tidak dan berjalan dengan tenang.

Tak lama kemudian Rama berlari kecil menuju sebuah warung tenda tak jauh dari situ. Esa heran dengan sikap Rama, sudah berulang kali di sepanjang jalan menuju rumah, Rama mengunjungi warung-warung dan menanyakan sesuatu, dan berulang kali pula Rama kembali dengan wajah getir, begitu pula untuk kali ini.

"Kenapa si Ram? Daritadi mampir ke warung, tapi gak beli apa-apa coba?!"tanya Esa.

"Gak apa-apa kok Sa.."jawab Rama untuk kesekian kalinya.

Esa sudah bosan dengan jawaban itu.

"Ayo lah Ram.. ngomong aja ke aku.. kali aja aku bisa bantu." tanya Esa dengan nada sedikit memaksa.

Rama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaan Esa.

"Ram..!"gertak Esa.

Rama pun menoleh dan menghembuskan nafas berat. Ia pun duduk di sebuah kursi di pinggir jalan, Esa duduk disampingnya.

"Aku nyari kerjaan, Sa."ucap Rama.

Esa terhenyak mendengar pengakuan Rama. Segenting itukah keadaan ekonominya, sampai-sampai Rama ingin bekerja?

"Te..terus.. udah dapet?"tanya Esa dengan nada menahan getir.

Rama menggeleng. Ingin rasanya Esa menangis sekerasnya, ia tak tahan melihat keadaan Rama. Ia kasihan padanya. Jika ia bisa, ingin sekali dia berikan apapun yang ia punya pada Rama, tapi itu tidak mungkin. Apa kata ayahnya nanti? Rama sendiri pasti akan menolaknya. Bagaimanapun harga diri Rama sangat tinggi.

Esa pun menepuk pundak Rama, "Tenang aja Ram, aku pasti bantu kamu nyari kerjaan."

Rama menatapnya, "Nggak, Sa... aku udah banyak ngerepotin kamu sejak kamu temenan sama aku."ujarnya pelan.

"Siapa bilang ngerepotin?! Udah seharusnya teman saling membantu kan?"ucap Esa dengan tegas.

Rama menatapnya dalam-dalam. Dia kagum akan ke setiakawanan Esa. Padahal Esa berasal dari keluarga yang kaya raya tapi masih mau mempedulikan dirinya yang berasal dari keluarga kurang mampu. Rama-pun menundukkan wajahnya sambil tersenyum.

Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta KepadakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang