Bagian 15

13.5K 786 15
                                    

Setelah makan siang, Rama pamit untuk meninggalkan ibunya sebentar. Setelah itu dia bergegas berjalan meninggalkan rumah sakit. Dia harus segera mencari uang, dia gak bisa membiarkan ibunya sakit berlarut-larut. Namun selama ia melangkahkan kakinya, ia sendiri masih bingung darimana ia akan mendapatkan uang.

'Apa perlu aku cari pinjaman aja?'

Rama bimbang dengan pikirannya sendiri. Meminjam uang bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Uang sebesar itu, gimana balikinnya? Mungkin butuh waktu 10 bulanan buat melunasi hutangnya jika menggunakan gaji bulanan rama.

'Hmm.. 10 bulan ya..' Rama kembali menimbang-nimbang usulan hatinya tersebut.

Menurutnya waktu 10 bulan juga bukan waktu yang lama. Dia mungkin bisa meminjam pada Tante Eny dan menebus dengan 10-11 bulan gajinya. Rama menghembuskan nafas berat. Ternyata apa yang ia harapkan dari bekerja menjadi tak berarti sekarang. Apa gunanya juga bekerja tapi tidak digaji selama hampir setahun?

'Siaall..!! bisa-bisanya aku mikir gitu.' gerutu Rama dalam hati.

Dia merasa malu karena punya pikiran semacam itu. Tidak, dia ingin tulus bekerja untuk ibunya. Meskipun dia tidak akan menerima gaji selama hampir 1 tahun, setidaknya dia bisa pulang dan menjumpai ibunya dalam keadaan sehat dan tetap tersenyum padanya. Ya, cuma itu yang Rama harapkan.

Kini bulat sudah tekad Rama. agak malu memang, meminta pinjaman pada orang yang baru saja menjadi boss, tapi bagaimana lagi? Tidak ada orang lain lagi yang bisa Rama harapkan.

Esa..? tidak, Rama sudah terlalu sungkan padanya. Sudah banyak yang Esa berikan padanya. Rama tidak ingin merepotkan Esa lagi. Dengan langkah tegas, Rama pun berjalan melewati pintu rumah sakit. Ketika ia sudah berada di trotoar, tampak seorang tukang ojek menawarkan jasanya.

"Ojek, mas?"

Rama mengangguk dan mengikuti tukang ojek menuju sepeda motor bebeknya.

"Kafe Imajinasi, pak" seru Rama setelah ia duduk di atas sepeda.

"Ooh.. yang didepannya SMP itu? Oke.."

Sepeda motor itu pun melaju meninggalkan area rumah sakit dan dengan gesitnya meliuk-liut melewati keramaian jalan raya.

~

Di waktu yang sama dan di tempat yang berbeda, Esa kini sedang berjalan menuju lobi di sebuah gedung tinggi dan mewah. Tampak resepsionis menyapanya dengan ramah, dia tahu siapa yang ia hadapi saat ini.

"Selamat pagi dek Esa.. ada yang bisa saya bantu?"

"Hmm... aku mau ketemu ayah. Ayah lagi senggang kan? Tadi aku udah telfon, katanya bisa langsung ke ruangannya."

Tampak si resepsionis tersenyum canggung mendengarnya, dia tidak punya pilihan lain selain mengiyakan dan mempersilakan Esa menuju ruangan ayahnya.

Setelah mendapat lampu hijau dari resepsionis, Esa segera nyelonong menuju lift yang tak jauh dari lobi. Om Le mengikutinya.

Lantai 1.. ting!

Lantai 2.. ting!

Lantai 3.. ting!

Lantai 4.. ting!

Dan.......................................... ting! Akhirnya sampai juga di lantai 17.

'Beh, bikin gedung kok tinggi-tinggi amat sih? Pemborosan!' gerutu Esa dalam hati.

Ia segera berjalan menuju ruangan ayahnya. Agak sulit bagi Esa untuk mencari ruangan ayahnya. Selain karena banyak terjadi perubahan dimana-mana dalam segi dekorasi, juga karena Esa jarang mendatangi tempat itu. Sudah hampir 2 bulan sejak Esa terakhir kali mendatangi tempat itu, dan banyak sekali yang berubah.

Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta KepadakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang