Cantika melepas heels-nya. Berniat menampar balik suami yang terlewat batas. Naas. Tubuh kurus Cantika hanya bagai seringan debu. Mudah sekali dihempas oleh Rais. Percuma tangan kecilnya melayangkan ujung depan sepatu. Bahkan cantiknya pelapis kaki berbahan kulit mahal itu, tak sanggup menyentuh seincipun kulit Rais.
"Kamu mau ngelawan?!" geramnya.
"Kamu yang udah kelewatan! Aku ini istrimu!"
Cantika menyimpulkan senyum sendu dalam sedu-sedannya.
"Hah hahah, aku nyesel barusan bilang, aku masih istri kamu. Terserah! Sekarang apa maumu? Apa yang ada di pikiranmu? Cerai? Kita realisasikan aja daripada kamu nuduh-nuduh aku nggak bener seperti itu!!"
Rais berbalik. Membelakangi, setelah melepas istrinya. Ia menjambak rambutnya sendiri. Pun turut menggeram tertahan. Beban yang ia pikul rasanya tak tertampung. Ditambah kecurigaan berlebih pada Cantika. Isi kepala rasanya mau pecah. Berhamburan.
"Sial! Sial! Sial!!" umpatnya di koridor hotel. Setelah pintu lift terbuka.
Lelaki itu meninju dinding ber-wallpaper klasik warna gold. Sekali lagi. Hantaman keras. Buku jarinya memerah. Pun sepatu hitam mengkilap itu. Tak lolos dari adu tendangan pada dinding yang sama.
Cantika tergugu berjalan di belakang Rais.
Apa yang terjadi antara kedua insan ini.
Pria itu masuk begitu saja ke penthouse. Disusul Cantika yang ikut-ikutan membanting pintu.
Emosi keduanya sedang tumpang tindih. Sama-sama mendidih hingga ubun-ubun.
-------
Mulai malam pertengkaran itu, Rais memilih tidur di kamar tamu. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Kecuali, Cantika berubah menangis di dalam salatnya. Ia memutuskan tidak melakukan rutinitas memasak lagi, setelah menu buatannya di hari pertama pertengkaran, tidak tersentuh sama sekali oleh sang suami. Rais selalu pulang di atas jam 12 malam, dalam keadaan mabuk. Juga uring-uringan setiap Cantika ingin izin keluar.
Rumah yang nyatanya hanya dihuni oleh 2 orang dewasa saling diam, makin sunyi senyap saja. Suara tetesan air kran bahkan terdengar menggema di setiap sudut dapur. Cantika sedang membersihkan kompartemen di dapurnya. Semua tertata rapi. Ia tergugu sendiri. Apalagi yang harus ia bereskan untuk melampiaskan amarah yang bercokol? Setiap sudut penthouse bersih. Tanpa debu tersisa oleh para cleaning service yang tiap pagi dan sore mengerjakan tugasnya.
Pemilik sepasang lesung pipi itu menghabiskan sisa air mata di depan dapur bersihnya. Meratapi nasib. Ia terkurung. Ada seorang pengawal yang setia menunggunya di luar pintu. Juga tambahan 2 lainnya, jika Cantika mau pergi berbelanja di mall depan.
Untuk sementara, Rais hanya memberikan restu pada Cantika bepergian sebatas berbelanja, salon, sekitaran hotel, dan makan di luar ... seorang diri.
Hidup si Cantik seolah terpenjara.
Mau menghubungi anggota keluarga untuk meminta tolong, tapi tidak ada keberanian secuilpun.
Berkeluh kesah pada Prita pun, perempuan itu nyatanya tidak bisa menentukan solusi tempat untuk rumah tangga Cantika.
Jessi, Shandy?
Bagaimana kalau mereka malah menertawakan diri Cantika? Keduanya pendukung setia Maharaja Rais. Jangan-jangan, justru tidak akan ada yang mempercayai ucapan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik Saja
RomansaApakah kesempurnaan selalu jadi tolak ukur kesuksesan manusia? Tidak bagi Cantika. Seorang mantan finalis ratu sejagad, yang kesulitan menemukan pendamping di usia kelewat kepala empat. Petualangan cinta sebelumnya, tak bisa dijadikan acuan seseora...