43. Koper di Bagasi

4.1K 818 39
                                    

"Ada masalah sama yang lebih muda? Kekanakan? Nggak bisa mengayomi? Masih minim keriput? Atau soal nafkah? Atau, takut omongan orang? Kenapa sih, masih mikirin apa yang orang bakal omongin? Dan poin yang barusan aku sebutin, insyaAllah aku bisa kasih semua buat kamu, Cantik."

"Bukan itu."

"Lalu apa?"

"Gue takut."

"Takut sama .. aku?"

Pahlevi menunjuk dirinya sendiri. Ia terbahak tidak percaya saat Cantika mengiyakan pertanyaannya. Pria itu lantas meredam nada yang sejak tadi meledak-ledak. Tatapannya teduh. Menunggu jawaban Cantika. Pahlevi bahkan sempat mengamati kembali postur tubuhnya yang sedang duduk tegap tinggi besar di hadapan Cantika yang menempati bangku berjarak 1 meter darinya. Apa perempuan langsing ini ketakutan oleh badannya yang bagai raksasa?

Berisik teman-teman di posko relawan tidak mengganggu pembicaraan keduanya. Setelah tadi Pahlevi memohon waktu berbincang, pada akhirnya Cantika menyerah. Mereka sekarang menempati satu set kursi rotan zaman dulu beserta meja yang biasanya diletakkan di tengah-tengah joglo. Dipindahkan ke tepi, karena area tersebut dipakai untuk menggelar pemeriksaan gratis dan pembagian makan siang.

Tugas tim keduanya juga selesai untuk sementara. Lanjutan proses evakuasi dikerjakan oleh shift berikutnya. Meskipun mereka bersiap jika sewaktu-waktu ada panggilan untuk ke atas, membantu tim yang kesulitan.

Pahlevi maju, meninggalkan bangku, lalu merendahkan tubuh. Bertumpu pada lututnya di seberang meja. Menelisik pandangan Cantika dari bawah.

"Aku nggak akan nyakitin kamu, Tik."

Cantika membuang muka.

"Kalau kamu ragu, kamu bisa temui dan tanya siapapun keluarga atau teman-temanku. Bilang aja. Baron? Rara? Mami? Atau siapa?"

Hening sesaat. Cantika melihat awan putih tebal yang sedang menutup sorot matahari siang dari pinggir joglo. Pahlevi sabar menunggu.

"Alasan lo cerai sama Sarah apa sih, Lev?" tanya Cantika masih tidak berpaling. Menerawang jauh pikiran yang berkecamuk tak menentu.

"Keturunan."

Cantika baru memutar pandangannya pada pria itu setelah satu alasan sama terucap seperti kala itu. 

"Juga Sarah nggak bisa cinta sama aku. Walaupun, kita udah usaha mulai hubungan ini dengan pacaran, teman, sahabat, apalah itu istilahnya. Dia hampir nangis sepanjang hari, pergi ke luar kota lama banget, jarang pulang, sedikit bicara waktu aku bahkan mau coba ngebuat komunikasi kami biar sedikit lebih akrab lagi. Aku udah berubah seperti apa yang dia mau, Tik. Banget." Pandangan Pahlevi menunduk pada meja berukir itu. "Tapi masih aja. Dia bilang pernikahan kami ... hambar."

Cantika mendengar seksama. Beruntung, orang-orang paham jika mereka sedang melakukan pembicaraan serius. Kecuali, satu pria minim urat malu, yang merupakan salah satu sahabat kesayangan Pahlevi juga, membuyarkan semua.

Tepukan keras mendarat di bahu Pahlevi merusak suasana.
"Heiii! Bos Athar! Gue di sini! Nggak kangen gue, lo, Bro?!! Mojok mulu!!"

Memang sialan Bapak satu ini. Nggak ada sopan santunnya.

------------

(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang